5 - wine not join me for a glass?

999 48 3
                                    

Malam ini staf The Eden Resort kaget seolah melihat seseorang yang terlahir kembali. "Betulan ini Pak Adam, bukan Godfrey Gao?"

Yang lain dengan cepat menimpali, "Penampilan sebelumnya aja udah mirip, sekarang apalagi!"

Mendengar staf-stafnya menyebut nama asing, Adam bertanya, "Siapa itu?"

"Aktor China, Pak, tapi udah meninggal," jawab salah satu staf cepat-cepat menunduk, wajahnya mendadak sedih, seolah Adam harus ikut meratapi.

"Beda vibes banget! Sekarang tambah ganteng! Tinggal tunjuk cewek aja, semua klepek-klepek."

"Ah, serius kalian?" 

Di sekelilingnya, para staf hotel saling berbisik, membahas 'transformasi' Adam yang tiba-tiba. "Pak Adam harus memikirkan karir jadi model!"

Adam menggeleng, sedikit tersipu. Pria dengan long sleeve polo shirt warna krem itu melangkah memasuki kawasan The Eden Resort. Penampilannya kasual namun tetap sopan. Diam-diam mencuri pandang ke cermin lobi, memastikan apakah ia benar-benar sekeren itu. Beberapa staf bahkan terang-terangan menampilkan wajah terpesona, membuatnya merasa jadi aktor dadakan.

"Pak Adam!" panggil satu pria di bagian front office.

Adam pun berjalan mundur untuk kembali, "Kenapa?"

"Sara Lu jadi extend di kamar yang sama, Pak."

"Great."

"Ada lagi pak, pesannya kalau Pak Adam mau kembalikan dompet bisa titip di sini, seperti itu."

Senyum puas yang sebelumnya menghiasi wajah Adam sontak sirna, "Siapa?"

"Pesan dari Sara Lu, Pak."

"Sekarang dia di kamar?"

"Tadi ke arah pantai."

"Oke, thank you," Adam segera berjalan turun ke arah pantai. Menengok ke kanan dan kiri mencari Sara, hingga bertemulah dengan perempuan rambut hitam sebahu bergelombang halus, berkilau tertimpa lampu hangat yang menggantung di atas. Sara berbalik ketika bartender mengisyaratkan padanya, dan dalam gerakan sederhana itu, mata gelap Sara menangkap maniknya, intens seakan-akan sengaja memancingnya untuk mendekat. In an alluring way. In a way that Adam can't resist. Like always.

Langkah kakinya terasa otomatis, seperti tubuhnya bergerak sebelum pikirannya sempat memproses apa yang harus dilakukan. Ia menemukan dirinya berdiri di depan bar, hanya beberapa inci dari Sara, aroma khas garam laut bercampur samar wangi mawar dari tubuh perempuan itu. "Hei," suaranya terdengar rendah, nyaris tenggelam dalam dentuman musik latar yang mengalun pelan. Apa itu tadi? Adam tak yakin. Kata itu keluar begitu saja, tidak sebanding dengan banyak hal yang sebenarnya ingin dikatakan. Cafe & Bar pantai yang setengah outdoor ini cukup ramai. Gelak tawa, suara gelas beradu, dan percakapan riuh menjadi latar belakang mereka. Kebanyakan pelanggan duduk di meja masing-masing menikmati suasana pantai di malam hari.

Sara bergeming.

Sadar keadaan menjadi canggung, bartender yang Adam kenal bernama Roy bersuara, "Malam, Pak." 

"Malam, Roy."

Tak mau mengganggu, Roy beralih melayani pelanggan lain. Sementara Sara menyesap negroni nya. Tak bicara, diam-diam mencerna situasi.

"Iritasinya gimana? Udah membaik?" tanya Adam mencoba mencairkan suasana.

Sara mengangguk singkat.

"Kita perlu bicara, Ra."

"Bicara? Nggak perlu."

"Oh, masih nggak butuh dompet?"

"Lo nggak capek?"

A Sweeter PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang