Chapter 09

186 11 5
                                    

Lacuna (n.) a blank space, a missing part

Alisa tampak gugup ketika langkahnya keluar dari pintu utama gedung apartemennya. Dia melirik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukan pukul delapan. Dalam balutan blus putih dibungkus blazer hitam, dan rok span selutut khas seseorang yang akan melamar pekerjaan, Alisa melepas napas berat. Tangannya menggenggam beberapa berkas tentang dirinya sebagai persyaratan untuk bekerja.

Beruntung dirinya memiliki Sylvester yang bisa meminjamkan baju seperti ini padanya, hingga tidak memepermalukan dirinya ketika melamar di perusahaan ternama itu. Gadis itu memiliki satu jam untuk segera sampai ke gedung pencakar langit milik keluarga Adler.

Dia akan melamar pada bagian kantor depan sebagai seorang yang memberikan informasi pada tamu-tamu yang datang- resepsionis kantor. Dengan langkah ringan, namun terburu-buru Alisa berderap menuju halte bus, bersyukur karena dia tidak ketinggalan bus pagi ini.

Lagi dan lagi, gadis itu menghembuskan napas demi meminimalkan rasa gugupnya. Dia kini telah duduk di dalam bus yang mengantarnya pada pemberhentian selanjutnya. Hanya membutuhkan waktu kurang dari dua puluh menit kaki Alisa telah menginjak bumi kembali. Dari kejauhan, retinanya mampu menangkap gedung tinggi dengan logo Rich Company terpampang di hadapannya.

Gadis itu hanya membutuhkan beberapa langkah cepat untuk tiba di sana sebelum waktu yang ditentukan. Beruntung, karena saat langkahnya melewati pintu utama perusahaan menuju lobi, dia bisa melihat beberapa orang gadis yang berdiri di sana. Mereka ikut melamar sebagai resepsionis seperti dirinya, dan hal itu membuat keberanian Alisa hilang seketika. Dia tidak mungkin diterima dengan banyaknya pelamar intelektual yang sedang ditatapnya ini.

Saat dia tengah berdiri, berdekatan dengan para pelamar lain. Atensi banyak orang di lobi perusahaan teralihkan kala sebuah mobil mewah bercorak hitam berhenti tepat di depan pintu. Ah, sudah pasti itu adalah bos besar pemilik perusahaan ini.

Alisa sedikit mencondongkan tubunya, dia turut penasaran dengan sang pemilik yang dikatakan Sylvester pria tampan yang memilih untuk tetap lajang karena besar cinta pada wanitanya- menolak untuk menikah. Bola mata gadis itu membulat sempurna. Garis wajah tegas yang baru saja turun dari mobil itu menyerupai si bajingan Jecha. Terlalu tampan bak pahatan dewa Yunani- sempurna absolut.

Alisa mendengus kala mendengar ucapan seorang gadis di dekatnya. "Keturunan Adler memang sempurna."

"Wah, dia benar-benar mirip Jecha."

"Kupikir pria itu adalah Jecha."

Alisa memutar bola matanya malas. Jecha, Jecha, Jecha. Begitu hebat kah kepopuleran pemuda itu? Dia hanya bajingan jalanan, benak Alisa membantah pernyataan-pernyataan itu dengan jujur buah pikirannya.

Dia berdecak bersamaan dengan langkah Valey yang melewati dirinya. Ah, rupanya pergerakan kecil itu mampu memalingkan wajah Valey menatap padanya.

Laki-laki itu memilih berhenti, dan memperhatikan Alisa. Gadis yang tengah diperhatikan itu tidak sadar hingga seorang gadis lainnya mencolek lengannya dan memberi kode jika pemimpin perusahaan tengah menatapnya.

Alisa mengangkat wajah, dan dia sontak terkejut, tatapan Valey memang mengarah tepat ke arahnya. Gadis itu kembali menunduk malu, menyembunyikan wajahnya dari manik cokelat jernih di hadapannya.

"Untuk apa mereka di sini?" Valey bertanya pada Kiano yang berjalan di belakangnya.

"Mereka calon pelamar kantor depan, Tuan."

Valey menganggukkan kepalanya- paham. "Ambil berkasnya. Dia pilihanku. Tempatkan di lantaiku!" ucap Valey lantang, dan membuat Alisa serta gadis lain terkejut.

ENIGMA • Liskook 18+ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang