PROLOG

57 28 28
                                    

Publish Date:
Surakarta, 29 Agustus 2024

Salam hangat,
Hiimryy.ch

-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-

Dear, Bhumier San Lengkara.

"Aku menyukai Lengkara. Karena ia adalah kemustahilan di tengah ribuan kemungkinan yang menjauhiku. Dia satu-satunya yang mendekat agar bisa ku gapai dengan mudah."

- Raiya Naa Mahika -

-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-

Batavia, 05 Oktober 2023

"Telah terjadi kecelakaan tunggal di ruas Jalan Adhinata yang menewaskan seorang mahasiswi Universitas Airnaga pada dini hari tadi. Menurut hasil penyidikan kepolisian setempat, korban diketahui berada dalam pengaruh alkohol."

Gemuruh lantai akibat hentakan kaki jenjang laki-laki berparas tampan itu memenuhi lorong rumah sakit yang cukup ramai. Napasnya tak beraturan, ia berlari sambil menahan gemetar yang mendera tubuhnya. Matanya yang merah dengan genangan air di pelupuknya membenarkan cemas yang tercetak di wajah teduhnya.

Jantungnya semakin meronta tak karuan kala manik savir birunya menangkap seorang pria parubaya berjaket bomber hitam dengan logo kepolisian di lengan kiri. Pria itu terlihat berbincang serius dengan kawannya sebelum ia menyadari kedatangan seseorang. Pria itu menoleh ke samping, beradu tatap dengan Bhumier-pemilik savir biru- yang kini terdiam kaku beberapa meter darinya.

Pria itu berjalan mendekat, "Kau- Lengkara?" tanya pria itu memastikan yang hanya disauti anggukan kaku dari Bhumier. Terlihat savir biru itu semakin ditenggelamkan selaput bening. Pria yang diketahui bernama Sananta Jagad dari name tag yang terkalung di lehernya itu menghela pelan. Tangannya terulur menepuk bahu Bhumier, menguatkan.

"Kau ingin melihatnya?" Bhumier tak menjawab, hanya membalas tatap dengan kedua tangannya yang kian mengepal kuat. Seolah mengerti, Sananta menyuruh Bhumier mengikuti. Sananta membuka knop pintu salah satu ruang, ia lalu menepikan dirinya, memberi isyarat pada Bhumier untuk masuk ke dalam.

"Masuklah. Dia mungkin menunggumu." Bhumier tertohok dengan ucapan pria itu. Dadanya makin sesak, hampir saja ia lupa cara bernapas. Dengan langkah berat dan gemetar yang masih setia mendera tubuhnya, Bhumier mengumpulkan keberanian untuk melihat gadis yang sudah lima tahun hanya bisa ia amati dari kejauhan.

Atmosfer ruangan menyambut dingin dirinya. Ruangan itu sunyi, menebar hampa yang mengantri untuk mengacaukan diri. Lima langkah lagi, brankar yang memangku tubuh tak bernyawa semakin dekat begitupun dadanya yang makin sesak.

'Tuhan, aku mohon bukan dia. Jangan dia.' Batinnya lemah. Tangannya terulur membuka kain yang menutupi wajah dari tubuh tak bernyawa itu. Matanya terpejam kuat, Bhumier tak pernah setakut ini sebelumnya. Ia mati-matian membangun asa bahwa ini adalah sebuah kesalahan.

Manik birunya terpaku. Ia ingin melarikan diri saja, rasanya. Pergi kemanapun hingga semesta bersua, Pulanglah! Gadis mu telah kukembalikan.

Tapi, itu mustahil. Semesta tak akan mengembalikan apa yang telah ia bawa pulang. Karena sejatinya, selama apapun manusia hidup, kematian tetap jodohnya. Kita hanya bisa menikmati dan berusaha sebaik mungkin. Selebihnya, biar Tuhan yang memutuskan.

GERHANA (On-Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang