08. Asa Perlahan Memudar

41 10 2
                                    

"Selamat tinggal bukan berarti berpisah selamanya, ingatlah itu sebagai sebuah janji kita untuk bertemu kembali suatu saat nanti"
- Goodbye Now || TXT -

🎶

Guratan crayon jingga milik senja telah hilang tergantikan oleh legammnya bagaskara tanpa adanya gugusan indah bintang yang menghiasinya.

Malam ini terasa sangat berbeda untuk Laras, itu karena kali ini ia bersama kedua keponakannya dan juga kedua kakaknya dengan tubuh yang masih terkulai diatas ranjang, dengan beberapa alat medis sebagai penunjang kehidupan mereka. 

Setelah selesai sholat asar Laras mengajak kedua keponakannya untuk menemui ayah dan bundanya di rumah sakit, mendengar hal itu Yafi jadi teringat ia bahkan belum tau bagaimana kondisi kedua orang tunya karena terlalu berduka atas kepergian adiknya. 

Beberapa orang dirumah sakit termasuk dokter yang sempat menangani keadaan Bhumi sempat terkejut saat berpapasan dengan anak itu, beberpa dari mereka bahkan berfikir dirinya mengalami halusinasi, tapi banyak juga yang merasa bersyukur atas keajaiban tuhan yang terjadi pada anak itu.  

Sekarang ketiga insan itu hanya mampu menatap nanar pada kedua tubuh yang masih setia tertidur di tempatnya, menunggu dengan setia kapan kedua orang itu akan terbangun dari tidur panjangnya, dokter bilang kondisi kedua orang tua Bhumi sudah stabil namun keduanya masih harus berjuang agar bisa terbangun dari komanya. 

"Tante kapan bunda sama ayah bangun?" Suaranya tersengar bergetar menahan tangisnya agar tak meluruh saat itu juga, mendengar hal itu Laras kini menatap keponakannya yang masih setia menatap kedua orang tuanya dengan mata berkaca-kaca. 

"Tante juga belum tau Bhumi tapi tante yakin sebentar lagi mereka bakalan bangun dan nemenin kita disini" Ucapnya seraya mengusap lembut rambut hitam milik Bhumi, fokusnya kini beralih pada Yafi, keponakan pertamanya itu tak mengucapkan sepatah kata apapun saat sampai disini. 

Sama halnya dengan Bhumi anak itu juga hanya menatap tubuh tak berdaya kedua orang tuanya, berusaha terlihat tegar namun dari sorot matanya Laras tau anak itu kini menyimpan lara yang cukup dalam, ia tidak bisa membayangkan jika Tuhan benar-benar membawa pergi Bhumi apa yang akan terjadi pada Yafi, dan seberapa hancurnya anak itu. 

Laras menghela nafas dalam, setelah memikirkan hal ini sejak tadi akhirnya ia harus mengambil keputusan yang berat ini, entah bagaimana reaksi kedua keponakannya itu tapi ia melakukan hal ini untuk kebaikan mereka semua. 

"Eemm... Yafi, Bhumi" Mendengar nama mereka dipanggil kedua anak itu segera menoleh ke arah Laras dengan tatapan bertanya, lagi-lagi Laras menghela nafasnya, sebelum kembali berucap ...

"Lusa kalian ikut tante ya, kita pindah ke Surabaya"

🎶

Cakrawala tertutup mendung pagi ini, hembusan ringan dari sang bayu mampu menambah kesan dingin serta sejuk. Sayang sekali hadirnya mega mendung yang berhasil menyembunyikan fajar, berhasil menghilangkan semangat para insan yang hendak memulai pagi mereka.

Yafi masih terduduk di kasurnya, menatap jendela yang kini tertutup embun pagi, hadirnya awan mendung pagi ini ternyata juga membaya rintik kecil hujan, membuat suasana pagi ini semakin dingin.

Ia melihat ke sampingnya disana terlihat adiknya yang masih bertualang dimimpinya, dengan selimut yang kini sudah terjatuh dari kasurnya, membuat tubuh kecil itu meringkuk mencari  kehangatan.

Yafi yang sadar akan hal itu segera turun dari kasurnya, mengambil selimut lalu memasangkannya pada tubuh sang adik, ia lantas mengelus pucuk kepala adiknya, sebuah senyuman terukir dengan jelas diwajahnya, namun senyum itu perlahan memudar saat ia kembali mengingat permintaan Laras semalam.

- --- -- --- .-. .-. --- .-- (Tomorrow) || TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang