Mereka duduk berhadap-hadapan di dalam apartemen Sasuke. Dari sejak masuk tadi mereka masih saling diam. Sakura menunggu Sasuke untuk bicara, dan Sasuke sedang mencari cara bagaimana memulai pembicaraan di antara mereka.
Selagi menunggu Sasuke bicara, Sakura yang merasa dirinya seketika merasa cemas memutuskan untuk mengalihkan pandang ke sekeliling ruangan.
Unit apartemen Sasuke persis seperti miliknya. Semua tata ruangannya sama. Mungkin hanya peletakan dan jumlah furnitur saja yang berbeda. Ada banyak ruang kosong di sana. Setidaknya Sasuke masih menempatkan sofa di ruang tamu yang merangkap juga sebagai ruang tengah.
Ada televisi yang digantung di dinding. Ada meja kecil yang kosong di pojok. Selebihnya kosong, tak terhiasi oleh apapun. Khas laki-laki yang hidup sendiri.
Hingga matanya tertuju pada sesuatu yang disandarkan pada dinding di bagian belakang. Dekat dengan ruang makan.
Itu foto pernikahan mereka. Meski hanya diletakkan di lantai dan disandarkan begitu saja, namun tidak ada yang menutupinya dengan sehelai kain pun. Benar-benar terekspos.
"Kenapa ada padamu?" Tanya Sakura yang mulai berjalan menuju figura besar yang membingkai foto itu.
Sasuke mengikuti di belakangnya. "Aku akan menyuruh orang untuk menggantungnya." Jawab Sasuke.
"Kenapa?" Tanya Sakura lagi. Dia sudah merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan ukuran figura. Tangannya mengelus lembut kaca yang melapisi foto. "Kenapa kau menyimpannya?"
Suara helaan nafas Sasuke terdengar. Tak lama dia sudah menarik Sakura dalam pelukannya. Hal paling impulsif yang pernah dilakukannya semenjak terakhir kali menarik Sakura keluar dari klub malam satu setengah tahun yang lalu.
"Sasuke, tolong jelaskan saja semuanya." Pinta Sakura. Dia tidak mau bermain-main dengan tebak-tebakan mengenai sikap Sasuke dan banyak hal yang tidak diketahuinya tentang laki-laki itu. Bukankah bicara akan lebih mudah untuk menjelaskan semuanya?
"Sakura, perasaan itu selalu ada sejak kita masih SMA. Aku selalu menyukaimu. Tapi kau tidak." Ucap Sasuke. Dia masih memeluk Sakura. Hebatnya, gadis itu diam tak melawan. Tak berusaha pula untuk melepaskan diri.
"Mungkin kau melihatku sebagai playboy, tapi aku melakukannya hanya karena ingin kau memandangku. Sayang sekali kau malah membenciku karena itu. Hingga aku juga membencimu. Lalu kita dijodohkan. Aku berusaha untuk membangun semuanya dari awal, tapi kau sepertinya tidak tertarik. Semenjak ibu meninggal, aku selalu kesepian. Aku pikir menikah akan membuatku bahagia. Apalagi sifatmu ceria." Sasuke mengatakan semuanya tanpa melepaskan pelukannya pada tubuh Sakura. Dia tidak mau Sakura menatap langsung pada matanya. Dia bisa menangis jika itu terjadi.
"Ternyata kita malah terus bertengkar. Bahkan sejak awal pernikahan sudah tercetus sesuatu yang tidak masuk akal di antara kita. Maaf kalau kau melihat banyak perempuan yang keluar masuk rumah kita. Tapi mereka bukan siapa-siapa. Aku hanya menyewa mereka untuk duduk diam di kamar selagi aku bekerja agar aku merasakan ada seseorang yang memperhatikanku. Kau pasti tidak akan percaya. Tapi aku jujur mengatakannya. Setelah kita berpisah, aku merasa depresi dan aku tidak ingin membuat ayah lebih khawatir dari ini. Jadi aku menemui Karin untuk konsultasi dan berobat. Aku tidak memintamu untuk percaya, kau sudah begitu baik untuk mendengarkanku." Sasuke menjauhkan tubuh mereka dan memandang Sakura lekat.
Ekspresi di wajah Sakura tidak bisa dia baca. Sakura juga balas memandangnya. Seolah sedang membacanya untuk mencari kebohongan apapun yang sedang coba dia sembunyikan.
Sasuke sadar jika dia yang ada di posisi Sakura pun, maka dia akan bersikap sama. Bukan hal yang mudah untuk bisa percaya pada seseorang yang jelas pernah menimbulkan luka.