4. Hanya Demam

31 4 0
                                    

Hai haii, Nesha balik lagii. Kangen ga, kangen gaa?? Kalo ga jahat sih

Kembali mengingatkan, ide ini berasal dari imajinasi penulis. Jika terdapat beberapa kesamaan kata itu murni ketidaksengajaan.

*****

_____________________________

"Kalau boleh request, gue juga nggak mau kali punya tubuh penyakitan."

-Arsen Brahmantara Mahendra.

_____________________________

4. Demam.

•HAPPY READING•

*****

"Den, den Arsen. Den Arsen bangun!" panggil bi Sutri dari balik pintu kamar. Tak mendengar sedikitpun jawaban dari sang empu, bi Sutri sedikit khawatir akan diri Arsen, mengingat tadi pagi tubuhnya sedang tidak enak badan.

Tak berpikir panjang, bi Sutri membuka pintu kamar, dengan sigap melangkah mendekati tempat Arsen tertidur, "Den Ar- Astaghfirullahalazim! Den, den Arsen bangun, den!" terkejut bukan main, setelah tidur suhu tubuh Arsen bukannya membaik justru semakin bertambah parah sakitnya.

Panik? Tentu saja, bi Sutri dengan panik berlari keluar kamar sambil memanggil tuan rumah untuk memberi kabar akan keadaan Arsen sekarang, "Nyonya, nyonya tolong itu Arsen badannya tambah panas nyonya!" ucap bi Sutri dengan paniknya.

"Ada apa sih, bi? Ya sudah urus saja. Saya masih repot nyiapin baju Senna untuk lomba besok."

"T-tapi nyo-"

"Saya bilang urus, ya urus! Nggak tau apa saya lagi repot?!"

"B-baik nyonya..."

***

"Bi, Arsen nggak papa kok, bi Sutri beres-beres rumah aja, Arsen bisa sendiri."

"Apa-apaan? Nggak, Den. Bi Sutri nggak enak, sudah biar bi Sutri saja yang mengompres den Arsen. Den Arsen tenang dulu."

"Bi, beneran nggak papa ini. Udah enakan juga, nanti biar Arsen minum obat sendiri."

"Beneran, Den nggak papa?" tanya nya lagi, takut hal yang sama terjadi lagi.

"Iya, bi, udah nggak papa, tinggal aja." jawab Arsen meyakinkan bi Sutri dan di-iyakan oleh sang empu.

"Ya sudah, obatnya sudah bibi taruh di meja ya, kalau butuh apa-apa bilang aja sama bi Sutri."

"Iya, Bi, makasih," jawab Arsen sebelum ditinggalkan bi Sutri keluar dari kamar.

Sedikit melirik kearah pintu dan telah yakin jika bi Sutri benar-benar sudah keluar, tiba-tiba saja perut Arsen terasa mual tidak karuan, dengan cepat dan tergesa-gesa ia berlari ke kamar mandi untuk membuang semua cairan yang sudah terasa bergejolak di dalam lambungnya.

Kepala yang semakin pusing serta perut yang kini semakin terasa mual dan rasa sesak yang tidak bisa di deskripsikan lagi sungguh membuat tubuh Arsen semakin melemah, jantungnya berdebar tidak karuan, remang-remang pandangan matanya kini mulai memudar, perlahan pijakan kakinya melemah hingga akhirnya ia tak mampu menopang tubuhnya sendiri, "Ma, sakit..." kata terakhirnya sebelum benar-benar oleng dan pingsan di dalam toilet.

***

Perlahan manik matanya terbuka, terasa asing ruangan dengan bau obat-obatan yang khas di sekelilingnya serta ruangan bernuansa putih pucat ini. Meraba-raba dan mencoba beradaptasi dengan kondisi sekitar.

"Udah bangun? Enak nggak tidurnya?" suara sang Ayah terdengar begitu jelas dari samping telinga. Terdengar biasa saja, namun dibalik nada rendah itu tentu saja memiliki arti yang berbeda.

"Arsen dimana, yah?"

"Dimana? Masih nanya? Ya di rumah sakit lah! Kamu ini bukannya jagain adik-adik kamu malah sakit-sakitan, memalukan!"

"Yah, Arsen nggak tau bakal sakit, Arsen juga nggak mau sakit, yah..."

"Halah, alasan. Dasar sakit-sakitan, buang-buang uang saya saja!" tegasnya sebelum meninggalkan ruangan sambil menggerutu dari balik pintu.

"Ma, Arsen capek, ma... Nggak papa kan kalo Arsen nyerah aja? Arsen nggak kuat. Dasar tubuh lemah! Sakit-sakitan! Ayah jadi marah kan!" gerutunya sambil memukuli dirinya sendiri.

***

Sesaat setelah pemerikasaan, ternyata memang penyakit yang di deritanya tidak terlalu berat, hanya demam biasa. Namun akan lebih baik jika masa pengobatan Arsen di biarkan menginap di rumah sakit sementara, ucap dokter yang memeriksanya tadi.

"Cih, nyusahin. Dasar lemah, gitu aja sakit," batin Vino mencaci maki kakaknya.

"Bang, kalau butuh apa-apa bilang Senna aja, ya?"

"Nggak usah sok baik lo."

"Nggak bang, Senna ikhlas kok bantuin abang."

"Hm."

"Apaan sih lo?! Udah sakit, di bantuin nggak mau, mau lo apa sih?! Mati aja sekalian! Dasar nggak tau berterimakasih." sentak Vino tak terima.

"Abang!"

"Apa?! Mau lo bela si penyakitan itu?! Udah berapa kali lo di giniin, ha?!"

"Kalian bisa stop nggak?! Ini rumah sakit! Dasar malu-maluin, keluar kalian!" kini justru sang Ibu yang naik darah.

***

Tiga hari berlalu, kini Arsen sudah di izinkan pulang kembali oleh dokter,

"Nak, kalau nanti sakitnya kambuh lagi langsung periksa ya?"

"Iya, dok. Terima kasih sudah merawat saya disini."

"Sama-sama, obat-obatan sudah saya siapkan semua." arahan dari dokter dan dibalas anggukan sang empu.

*****

Aaaa maaf ya guyss, Nesha kira udah updatee 😭😭 ternyata belumm. Padahal udah ditulis, sekali lagi maaf ya semuaa 🙏🙏


TBC

ARSEN - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang