Part 29

1.8K 77 1
                                    


“Mau ke mana, Sayang?”

Segara tak hanya melontarkan kalimat tanyanya dengan nada menggoda, tangannya juga tambah dilingkarkan erat pada pinggang sang istri.

Tentu tujuannya membuat wanita itu tidak turun dari ranjang untuk melakukan aktivitas apa pun yang direncanakan. Harus tetap di kasur.

“Sudah bangun? Dari kapan?”

“Dari tadi.” Segara membisikkan jawabannya di telinga sang istri, masih dengan nada godaannya.

“Kamu mau ke mana?” tanya Segara kemudian.

“Mau bangun, Gara.”

“Iya tahu mau bangun, tapi ke mana, Sayang?”

“Ke kamar mandi atau keluar kamar?” Segara pun menspesifikan pertanyaan supaya sang istri dapat memahami arah pembicaraannya.

“Kamar mandi.”

“Mau ngapain?” Segara lekas membalas.

“Cuci muka. Setelah itu ke dapur, buat sarapan.”

Samiya tentu sudah tahu jika sang suami punya semacam rencana yang tersembunyi, lewat ajuan pertanyaan diluncurkan untuk dirinya.

“Jangan buat sarapan. Nanti pesan online.”

“Pesan online?” Samiya mengonfirmasi.

“Iya, Sayang. Kita pesan online.”

“Jangan buat apa pun untuk sarapan kita.”

Benar saja, Segara melarangnya memasak.

“Diam saja di kamar bersamaku.”

Ucapan dari sang suami, lagi-lagi mengandung makna yang tak mampu diartikannya. Masih ada niatan tersembunyi sedang direncanakan.

“Mengerti, Sayang? Kita bisa sarapan nanti. Dan jangan masak apa pun, tetap berada di kamar.”

“Kamu nggak boleh turun dari kasur. Harus tidur lagi menemaniku, apalagi di luar masih gelap.”

Sang suami lantas menariknya hingga kembali berbaring tepat di sebelah pria itu.

Segara memeluknya dengan posesif. Mengecup pula keningnya lumayan lama, sebelum pindah ke bawah, menuju tepat ke mulutnya.

Sang suami memagut begitu lembut. Membuat dirinya terbuai dan segera berikan balasan.

Mereka bercumbu sampai beberapa menit yang terasa lumayan singkat, namun napas keduanya sudah cukup memburu oleh stok oksigen yang tentunya menipis karena berciuman panas.

Dahi saling menempel, mata juga menatap satu sama lain dengan intens. Berulang kali mereka lakukan, seperti tak akan pernah bosan.

“Kenapa?” tanya Samiya iseng.

Merasa penasaran dengan sorot mata sang suami yang arti tatapannya tak mampu diartikan.

“Aku bahagia bangun hari ini melihat kamu.”

“Melihatku?” Refleks saja Samiya menanggapi apa yang dilontarkan oleh sang suami.

Pria itu mengangguk-angguk mantap.

“Nggak semua orang bisa bangun melihat wanita yang dicintainya, aku beruntung masih bisa lihat kamu, Sayang. Aku bahagia bisa melihatmu.”

“Kamu cantik, Istriku.”

Samiya memang mudah merasa haru jika Segara sudah mengungkapkan isi hati dengan kata-kata yang terdengar begitu tulus dan manis.

Istri mana tak suka? Sebagai seorang wanita, ia jelas bahagia bisa diperlakukan seperti ini.

Tidak hanya secara lisan, sang suami pun turut membelai-belai lembut rambutnya sarat sayang.

“Mimpi apa semalam?”

“Mimpiku? Diajak bercinta denganmu, Gara.”

Segara terkekeh geli. 

“Itu bukan lagi mimpi, itu kenyataan, Sayang.”

“Kita mainnya lumayan banyak ronde lagi.”

“Dan itu jelas nyata, bukan mimpi, ya.”

Samiya merasakan panas menjalar di wajahnya karena godaan sang suami. Ingatan pun kembali ke percintaan mereka semalam yang panas.

Memadu kasih bersama Segara, bukan hanyalah untuk menuntaskan hasrat masing-masing, tapi ada cinta lebih membara dengan keintiman yang menyatukan mereka semakin dalam.

“Bukan mimpi, Sayang.”

Samiya masih terkekeh, dan kepala dianggukan kali ini dengan lebih semangat. “Iya, Gara.”

“Aku tahu percintaan kita bukan mimpi.”

“Mau mencobanya lagi, Sayang?”

“Eh?”

Samiya pun langsung berhenti tertawa manakala dihadapkan dengan aksi sang suami yang sudah mendekapnya semakin erat. Tubuh mereka juga saling berhimpitan dengan amat dekat.

“Kita bercinta lagi, Sayang.”

Selesai memberi tahu apa maksudnya, Segara pun melanjutkan serangan dalam sebuah ciuman panas pada bibir ranum istri cantiknya.

Suami Pilot PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang