Ruang Mimpi

0 0 0
                                    


Saka terbangun, mimpi buruk baru saja menimpanya. Napasnya terengah-engah, Saka melihat Anggara, Popy dan Mara yang masih tertidur, ada kelegaan dalam diri. Saka mencoba mengatur napas, menenangkan diri, membaca beberapa doa yang membuat dirinya merasa damai. Saka mengecek arlojinya, beberapa menit lagi subuh tiba. Saka keluar dari mobil, meregangkan otot-otot dan menghirup udara, memejamkan mata dalam hirupan yang cukup lama. Saka mencari tanah di sekitar mobil, beberapa kali memastikan tanah yang belum terkontaminasi apapun. Saka bertayamum, lalu mencari tempat untuk ibadah. Mimpi barusan membuatnya perlu berkomunikasi lebih dekat lagi dengan Tuhan. Satu mimpi dimana Saka melihat sebuah istana yang dikelilingi parit lebar dengan puluhan tentara yang menjaga. Saka melihat tentara itu sedang melawan pasukan yang mencoba merebut istana. Saka terbangun saat melihat Mara ada diantara pasukan terbunuh oleh anak panah.

Mimpi adalah satu kemampuan lain yang dimiliki kaum The Gift, mereka bisa menjadi sutradara untuk mimpinya sendiri dan bermain-main di dalamnya. Atau menjadi pemain bahkan cameo. Biasanya salah satu alasan mereka tidur adalah untuk melihat mimpi orang-orang, iseng atau sesekali mengganggu mimpi orang. Mimpi menjadi tempat bagi mereka untuk melihat dunia yang lebih luas. Melihat dunia yang lain, mereka bisa tertawa terbahak-bahak hingga menangis haru ketika melihat mimpi orang lain. Tapi ketika mereka tidak sedang ingin melihat mimpi, tetap saja ada mimpi yang mampir diantara tidurnya, menjadi bunga tidur yang sebenarnya tidak diharapkan. Mimpi itu bisa diartikan sebagai penanda, gambaran yang biasa dilihat Mara, atau ada The Gift lain yang sedang ingin berkomunikasi. Terkadang, mimpi mereka adalah pesan langung dari Sang Pencipta.

Dalam doanya, Saka mencoba menerka maksud dari mimpinya. Sambil berharap Tuhan mau menjawabnya langsung di sela-sela doa. Tuhan memang baik hati, tidak perlu diminta, Tuhan selalu mengerti apa maksud Hamba-Nya. Tapi, kali ini Saka perlu terus membuka komunikasi dengan tuhan, diantara suhu yang mulai drastis berubah, dingin yang menyekat hingga tulang. Saat Saka sedang berdoa, Mara terbangun, melihat Popy, Anggara, seketika Mara bertanya dalam diri ketika dirinya tidak melihat Saka. Matanya melihat keluar mobil, menyapu semua yang ada. Mara tetap tidak melihat Saka. Mara memutuskan untuk keluar, sembari melipat tangannya di dada, menahan dingin yang menusuk. Mara terdiam, melihat Saka duduk bersimpuh beberapa meter di belakang mobil. Mara menyenderkan lengannya pada badan mobil, melihat dan menunggu Saka.

Saka bangkit berdiri, Mara berdiri tegak, tangannya masih dilipat di dada, tersenyum membalas Saka yang melihatnya menunggu.

"Ngapain, Dad?"

"Biasa..."

"Apa??" Tanya Mara.

"Gara-gara mimpi," Saka melewati Mara.

"Emang mimpi apa?" Mara penasaran.

"Mimpi soal kamu," Saka membuka pintu kemudi lalu masuk.

"Ceritain dong..." kata Mara antusias, setelah menutup pintu mobil, duduk di belakang Saka.

Saka memegang kemudi. Terdiam beberapa saat, memikirkan kemungkinan yang ada. Menceritakan berita buruk adalah hal yang sangat ambigu. Bisa menjadi racun sekaligus peringatan dini untuk orang-orang.

"Di mimpi Ayah, Kamu mati," ucap Saka pelan.

"Ha?? Bercanda nih..."

"Serius, Mar," Saka menoleh, melihat Mara.

"Oke..." ucap Mara mengambang. Saka berpaling, setelahnya, ada diam diantara keduanya. Mara setengah ketakutan, bagaimanapun itu bisa menjadi racun yang membuatnya takut atau peringatan baginya untuk berjaga-jaga. Sesekali Mara menangkap mata Saka yang melirik lewat cermin diatasnya.

"Terus gimana?" kata Mara setelah berulang kali menata kalimat untuk merespon.

Saka mengulurkan tangan kirinya pada Mara, menantang Mara untuk melihatnya sendiri. Meminta Mara menggunakan kemampuannya untuk memuaskan rasa penasarannya. Mara memegang telapak tangan Saka, menggeseknya perlahan lalu memejamkan mata, seketika dirinya ikut berada dalam mimpi Saka, Mara berada di atas pohon, melihat pertempuran antara dua pasukan. Di depannya, istana besar dengan mayoritas dinding warna abu dan cokelat dipenuhi dengan tentara bertameng besi. Pasukan lawan berusaha merangsek masuk, menyeberangi parit namun terus saja gagal.

DhanurvedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang