EU;48

2.9K 184 3
                                    

"gue curiga Arka bayar dah biar bisa wisuda, bego begitu kok lulus." Nadia berucap sinis, walaupun dia sendiri tidak bisa mengelak dari kepintaran Arka. Pada dasarnya waktu kuliah Arka adalah yang paling banyak mengajarinya.

"Tapi lo udah gak papa kan?" Nana menggeleng dengan senyum tipisnya. Ia tadinya cuma curhat ke Ara, tapi menyebar sampai Nadia karena Ara kesal dengan keputusan sepihak Arka.

"Gak papa Na, banyak kok cowok lain, tapi yang kayak Arka kayaknya cuma satu." Nana tertawa pelan, setelahnya ucapan Nadia itu di hadiahi tepukan keras di bahunya oleh Ara.

Mereka bertiga sedang berada di kafe dekat sekali dari rumah Ara. Dari Nadia, Nana tau bahwa sulit mengajak Ara pergi jauh-jauh sejak dia menikah.

Ini adalah seminggu setelah Arka pergi. Nana tidak melihatnya, tidak juga mengantarnya ke bandara dengan kata-kata manis nan penuh dukungan. Sejujurnya ia agak sakit hati karena Arka memutuskannya dengan indah begitu.

Andai Arka tidak melakukannya, Nana semestinya sudah menyiapkan kalimat-kalimat penuh dukungan berharap Arka tetap semangat bekerja disana. Tapi ternyata percuma, ia hanya sedih. Sedihnya dua kali lipat dari yang dia prediksi.

"Maafin Arka deh, dia juga pasti bingung harus ngapain" itu ucapan Ara. Yang sebenarnya Nana sudah di beri paham lebih dulu oleh Arka. Bahwa rencana ini telah ada dan sudah sangat di matangkan sedari dia kecil. Hidup Arka itu sudah terencana, dan adanya hubungan mereka adalah ketidaksengajaan yang Arka sendiri juga tidak menginginkan itu terjadi.

Kalau begitu kenapa Arka tidak teguh menolaknya waktu itu? Bukannya dulu Nana sudah menyerah? Tapi Arka kan yang datang lagi? Dan ujungnya malah Nana yang di putuskan.

Kisah cinta sialan!

Tapi Nana sudah memilih untuk tidak berlarut-larut disana, ia sudah bangkit dari sedihnya meskipun masih tersisa beberapa. Nana hanya ingin fokus pada dirinya sendiri saja kali ini. Sama seperti apa yang Arka lakukan.

______

Arka baru saja tiba dirumahnya setelah bekerja seharian. Nyatanya, Arka lebih menikmati sibuk kuliah di Indonesia daripada sibuk bekerja di negara asing. Meskipun dia lahir dan beberapa waktu pernah menetap disini, rasanya tetap saja beda. Ini bukan rumahnya meskipun ini tanah kelahirannya. Arka tidak merasa begitu.

Disini sepi karena ia hanya tinggal berdua dengan ayahnya. Yang sibuknya seribu kali lipat darinya. Pukul sepuluh malam, Arka yang sudah mandi dan berganti baju memanaskan makanan yang tadinya ia beli di luar.

Kadang, ia sebal dengan mamanya yang selalu rewel tiap dia telat makan. Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya, Arka merindukan itu.

Kadang, dia kesal ketika kakak-kakaknya mengganggunya yang sering di kamar menikmati waktu sendiri, apalagi ketika mereka bertiga mulai berisik. Tapi disini, seperti kemarin-kemarin, Arka merindukan momen itu. Tidak bisa mengelak dari fakta bahwa nyatanya ia merindukan rumahnya.

Dan juga Nana. Sebenarnya memang iya

Tapi lekas Arka hilangkan itu dari pikirannya, karena gadis itu sudah membencinya atas ulahnya sendiri. Arka menyesal juga ingin kembali, meminta maaf pada Nana, memeluk dan menciumnya seperti dulu. Tapi ia tidak bisa dia lakukan dalam keadaan yang sekarang.

Masa depan yang sudah di siapkan lebih butuh dirinya. Meski rasa rindu itu makin hari makin menyiksanya saja. Arka memilih menyibukkan diri dengan banyak nya pekerjaan juga menjelajahi kota ini karena dia memang mulai lupa.

Arka sedang menikmati makanannya saat dering ponselnya berbunyi berurutan. Beberapa pesan baru masuk, dan semuanya dari Nadia.

Dia mengirim dua foto, dua foto Nana yang duduk di sebuah tempat-mungkin kafe- melihat kearah jendela di sampingnya. Arka menatapnya lama, Nana tampak baik-baik saja dan memang itu harus.

Nyesel lo Ka, Nana banyak yang deketin tau. Awas nyesel

Pesan terakhir Nadia, yang tidak akan Arka tepis karena memang itu benar. Dan konsekuensi dari memutuskan Nana secara sepihak memang adalah itu, pasti banyak yang mengejarnya. Mungkin juga Dirga.

"Sialan" Arka mengumpati ucapan hatinya barusan. Dirga ya? Yang memang sejak surat cinta itu Dirga mengakui menyukai Nana.

Pria itu menggeser makannya menjauh, belum ada lima suap. Dia masih jauh dari kenyang. Tapi nafsu makannya menghilang mengingat Nana tidak lagi miliknya, dan mungkin sedang di usahakan oleh Dirga.

Memang dia juga bodoh. Benar kata Nadia sewaktu mengantarnya ke bandara. Ia akan menyesal. Dan penyesalan itu datang kurang dari satu hari setelah keberangkatannya.

Tapi dia harus bagaimana? Dia juga tidak mau membuat Nana menunggu sementara dirinya saja tidak punya kepastian disini.

_____

Pagi harinya, bahkan ketika jam masih menunjukkan angka tujuh, Arka sudah rapi bersiap bekerja. Pekerjaan yang ternyata lebih menguras tenaga dan pikirannya di bandingkan waktu ia menggarap skripsinya dulu. Tapi Arka agaknya harus menghilangkan kebiasaannya membandingkan segala sesuatu itu karena sama sekali tidak berguna.

"Hai?" Dia Sivia, yang rumahnya hanya beberapa langkah dari tempat Arka tinggal. Gadis yang sama yang dulunya sempat di jodohkan dengannya sewaktu kecil, namun Arka tolak mentah-mentah hingga detik ini. Tidak ada pernikahan di kepalanya untuk saat ini, terutama jika Sivia orangnya.

"Pagi Arka? Mau ke kantor kan?" Yang sialnya, Sivia juga bekerja di tempat yang sama dengannya. Karena faktanya, ayah Sivia adalah partner kerja ayahnya sejak lama sekali. Arka sebenarnya sudah lama tau, namun baru beberapa bulan belakangan dia merutuki itu karena sifat Sivia yang menyebalkan ini.

Nana juga dulu begitu, tapi Sivia tidak layak disamakan dengan dia. Arka meskipun mengambil keputusan sepihak, penyesalannya adalah bukti bahwa nyatanya ia masih mencintai Nana sama banyak sejak pertama kali ia jatuh cinta padanya.

"Lo berangkat sendiri dulu, gue ada urusan lain." Ucap Arka berlalu meninggalkan Sivia yang masih tercengang di tempatnya.

Tiap hari, Sivia memang selalu berangkat kerja bersama dengan Arka. Pertemuan mereka seminggu belakangan ini memang sangat sering terjadi. Lebih dari 24jam Arka bisa jadi bertemu dengan Sivia. Dan sejujurnya mana bisa Arka tidak mengeluh. Sivia dan bahasannya yang tak pernah habis itu membuatnya jengah, tapi dia tidak punya cara bagaimana membuatnya menjauh darinya.

Arka tentu bohong mengatakan ada urusan lain, sebenarnya dia butuh setidaknya satu hari saja untuknya tidak bertatap muka dengan Sivia. Gadis yang masih saja berusaha menarik perhatiannya meski sudah berulangkali ia tegaskan bahwa mereka tidak akan jadi apa-apa.

Ia mengambil ponselnya, satu pesan dari Ara yang sebenarnya masuk semalam namun baru ia buka pagi ini.

Gue gak nyangka lo mutusin Nana, padahal andai lo minta LDR, Nana pasti mau. Lo gimana sih ka! Capek Nana ngejar-ngejar lo, sekalinya berhasil lo tinggal!

Bahkan Arka bisa membayangkan bagaimana ekspresi juga gestur Ara andai ia mengucapkan kalimatnya itu secara langsung. Arka sebenarnya agak kaget karena Ara tau, dan pastinya Nana yang bercerita. Lingkungan perempuan apakah memang begitu? Tidak ada rahasia yang benar-benar menjadi rahasia. Tapi Arka mengerti, Nana tidak sedang ingin menjelek-jelekkan nya di depan dua sahabatnya, Arka tidak lupa kalau Nana itu tidak punya teman. Dia pasti butuh tempat untuk menampung ceritanya.

Nana apa kabar?

Arka membalas demikian karena ia tidak pernah tau lagi kabar Nana. Sewaktu ia pergi pagi itu, hanya Bagas dan Rissa yang ikut mengantarnya ke bandara. Nana bahkan tidak terlihat dimana pun. Kontak nya masih ada, Arka juga yakin Nana tidak memblokir kontaknya, tapi menghubungi Nana membuat Arka merasa tidak tau diri.

Lo fokus kerja aja Ka, Nana baik-baik aja kok. Dia juga mau fokus sama diri dia sendiri aja

Arka tidak tau mau membalas apa, banyak hal yang pernah ia rencanakan dimana di dalamnya ada Nana. Jujur saja memang pernah, tapi disitu posisinya dia sedang lupa bahwa hidupnya tidak dalam kendalinya secara penuh.

Lagian di kampus banyak cogan kali, Nana pasti bakal cepet move on. Lo juga, orang sana cakep- cakep gak?

Arka ingin marah, ingin membalas chat Ara dengan makian. Tapi sudahlah, Ara pasti sengaja. Sengaja ingin membuatnya kesal. Tapi balasan Ara itu ada benarnya, Nana pasti bisa cepat move on. Lalu bagaimana dengan dia?

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang