Maaf ya awalannya ngga menarik, aku lebih fokus sama tulisan aja. penting up tiap hari. soalnya keteteran sma tugas kuliah hehehe
tetep aku sempetin kokkk sehari minimal up 2×Happy reading
-
-
Avi merapatkan bibir, menatap pintu depan itu dengan pandangan ragu. Tangannya hendak mengayun untuk mengetuk, tapi saat bayangan wajah garang itu terlintas ia jadi termundur. Berganti mendorong kecil Aryan di sebelahnya.
"Elo aja lah," kata Avi ciut.
"Ck, kenapa?" Aryan melotot tak terima.
"Lo inget pas dulu kita maling jambu punya Pak Parno? Elo sama Alpin kabur duluan kan?! Gua yang keciduk trus mama Abim juga ikut nonton pas gua dimarahin Pak Parno!" terang Avi masih teringat kejadian dulu. Makannya itu dia sangat jarang berkunjung ke rumah Abim. Mamanya galak sekali.
Mendengar alasan itu, Aryan merapatkan bibir. Berdecak kesal saat Avi terus mendorongnya tak santai. Sebenarnya Aryan juga sedikit takut.
"Elo lah. Yang butuh siapa?"
Avi membelalak tak santai. "Lah, kan udah gue ceritain tadi. Bantuin gue bujuk Abim biar ngga perlu jadiin Karang pengganti! Lu mah, gitu sama gue." rengek Avi. Dirinya masih tak terima kalau Karang sebagai pengganti. Bagaimana ia bisa tahan dengan tuan muda terhormat itu?
Membayangkan wajah sombongnya saja darahnya meninggi.
"Elo aja. Gue yang ketok lo yang depan." kata Aryan.
"Dih, kok gitu? Sama aja anjing!"
"Yaudah ngga usah dorong-dorong. Gua disini bantuin lo kan?"
"Eh lo dulu yang dorong bangke."
Keduanya terus saling dorong. Sampai mereka dikejutkan dengan pintu yang tiba-tiba saja terbuka. "Eh ayam!" latah Avi mengerjap kaget.
Muncul seorang ibu-ibu dengan gayanya yang hedon. Kalung berlapis-lapis mengkilau berada di luar hijab. Jarinya penuh dengan cincin emas tak ada celah, juga polesan ngejreng lipstick merah.
Itu mamanya Abim. Maklum, ibu pejabat.
"Eh, temannya Baim ya? Mau jenguk Baim? Itu anaknya memang lagi sakit panas banget semaleman." kata mama Abim menyimpulkan.
Aryan terdorong maju. Berusaha menampilkan senyum jumawanya. "Tante," kata Aryan salim.
Avi juga maju, menyalami tangan wanita paruh baya itu. Meski sempat mengaduh kesakitan karena hidungnya terbentur cincin bentuk matahari besar yang berada di jari tengah.
Mama Abim tertawa akrab. Mengamati kedua pemuda itu seperti pernah melihat. "Duh ganteng-ganteng amat temen-temennya Baim. Kemaren yang satu lagi temannya Abim tuh siapa ya, orang Jepang ngakunya. Cakep juga, baik tuh ikut nyiapin makanan tahlilan. Sempet ikut juga doa bareng."
Avi dan Aryan saling memandang. Sama-sama kaget.
Taka? Dia kan kristen.
"Anak Taman Indah juga ya? Blok E bukan? Kamu yang anaknya Bu Nuri cathering itu kan? Hahahaha kenal tante mah, kalo ini. Anaknya siapa?" nerocos mama Abim.
Avi yang masih syok teman Jepangnya Taka sampai pernah ijut tahlilan padahal kristen itu menoleh, menyunggingkan senyum berusaha ramah itu terkesiap saat mama Abim menunjuk dirinya. "Saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea For Blue Whales
Novela Juvenil⚠️DILARANG PLAGIAT! GUE VIRALIN, TUNTUT MAMPUS NNTI⚠️ "Kamu pernah bilang kalau kamu lautku Karang. Seperti namaku, Lara. Kita akan tetap bertemu ditepi saat semua orang mengutarakan lukanya dengan laut. Kamu adalah penyembuh Lara. Kita akan selalu...