3 Februari 2015
Banyak kisah tragis yang berujung menjadi bahan lawakan terbaik tentang para suami yang berusaha memenuhi keinginan istri dan calon anak mereka. Ada yang memanjat pohon mangga miliknya malam-malam untuk membuat rujak. Ada yang memanjat pohon mangga milik orang lain siang-siang untuk membuat rujak dan pemilik pohon mangganya di-KO oleh sang istri yang menunggu di bawah (kalian tahu siapa).
Jadi yang kutangkap dari itu semua adalah kehamilan merupakan masa-masa yang paling menyenangkan sekaligus menyulitkan. Bukan hanya untuk sang ibu, tapi juga sang ayah. Itulah sebabnya aku sudah menyiapkan mentalku sendiri sejak memulai proses membuatnya. Agar aku bisa terhindar dari mengecewakan bahkan menyakiti wanitaku dan calon anakku.
Tapi sampai sekarang pun, Janet belum meminta banyak hal aneh yang sulit dipenuhi. Aku banyak bersorak gembira karenanya. Ternyata anakku memiliki sifat yang sama seperti ibunya. Tidak suka merepotkan orang lain dan pemalu.
Ya, itu saat-saat aku melupakan suatu fakta yang tidak bisa dibantah. Bahwa anak di dalam kandungan Janet juga mewariskan darahku. Darahku yang kudapatkan dari orang yang begitu ekstrim untuk seusianya. Mama.
~~~~~♥~~~~~
Setelah Mama mengetahui tentang kasih sayangku pada Janet, aku diizinkan merasakan kembali kehangatan Janet dalam tidurku. Walau hal membahagiakan itu hanya terjadi setiap Papa datang dan menginap di sini.
Malam-malam berharga ini selalu aku dan Janet habiskan di dalam kamar sampai detik-detik terakhir. Bukan, bukan melakukan apa yang dulu kami lakukan pada malam sabtu atau malam minggu. Aku sadar keadaan anakku masih rentan. Walau terkadang ada organ tubuhku yang tidak pernah memedulikan hal penting itu.
Alasan itu menyebabkan berita malam menjadi tontonan wajib bagiku. Selain jeda iklannya bisa diisi dengan percakapan ringan antara kami berdua, aku juga bisa mengerti berita yang disiarkan selanjutnya ketika wangi Janet terlalu mengusik perhatianku.
Walaupun malam ini aku akan absen menonton berita malam. Karena ratuku baru mengatakan keinginannya beberapa detik lalu.
"Dan, malam ini jangan nonton berita ya."
Tatapanku beralih dari layar laptop ke Janet yang duduk di sebelahku. Sungguh hal yang langka mendengar Janet mengajakku bicara duluan di Rabu sore, saat-saat aku seharusnya berfokus pada pekerjaan.
"Kenapa? Kau ingin tidur lebih cepat hari ini? Kau tidak enak badan?" Tanyaku beruntun tanpa jeda untuk mengambil nafas.
Individu yang sedang berkembang pesat dalam perutnya membuatku menjadi orang paranoid. Apalagi dengan sifat keras kepala Janet yang selalu berkata hanya butuh pelukanku ketika merasa tidak enak badan.
"Aku ingin nonton film lain."
Mataku menyipit sinis mendapati senyum malu-malu Janet. "Asalkan film lain yang kau maksud bukan drama korea."
Bukan, aku bukan tipe pria yang merasa geli dengan pria-pria manis dari Korea. Bahkan aku pernah mendapati diriku sendiri berharap anak-anakku bisa setampan dan secantik orang korea.
Tapi tidak akan kubiarkan Janet yang sedang hamil menatap wajah-wajah orang Korea lama-lama. Apalagi setelah mengetahui kedua anakku akan berjenis kelamin perempuan. Karena akulah yang harus menjadi pria pertama dan untuk selamanya yang ada di hati mereka bertiga. Bukan pria-pria Korea yang tampannya kelewatan.
Seakan mengetahui kecemburuan yang membakar dadaku, Janet tersenyum lebih lebar. "Bukan drama korea, Dan. Film horor."
Aku terdiam menatap wajah cantik Janet. Untuk sesaat aku kesulitan mencerna kalimat terakhir Janet. Film horor? Janet yang memukulku agar aku berhenti menceritakan pengalaman komedi hororku ingin menonton film horor asli?
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of My Wedding
RomanceOke, aku ingin meralat kata-kataku yang sebelumnya mengatakan bahwa lebih baik aku menyimpan buku harian ini di rumah. Sekarang aku lebih memilih buku ini dibaca oleh semua orang yang ada di bumi dibanding dengan orang yang berada di rumahku. Memang...