4️⃣6️⃣

1.5K 36 0
                                    

Felix membawa Zico ke cafe terdekat kemudian Zico meminta pelayan yang datang menyapa 'tuk mencatat beberapa minuman dan camilan bagi mereka. Mereka berdua menghela napas panjang, Felix mengusap wajahnya kasar dan beberapa kali menghembuskan napasnya.

"Felix, pokoknya ketika anakmu lahir nanti, jangan lupa hubungi aku!"

Zico memekik tertahan, "Image dan reputasi yang kujaga dan kupertahankan sekuat tenaga hancur begitu saja karena anakmu, Felix! Bagaimana harus kuhadapi karyawan dan dunia nanti? Ya Allah ... menyesal aku menuruti keinginanmu datang, aku menyesal, Felix!"  

"Kau pikir hanya reputasimu saja yang hancur? Reputasiku juga, Zico! Sedikit menyesal memberikan Cila juga Dean seorang adik, tetapi aku sangat bersyukur, ya Allah ... hamba kesal!" timpal Felix frustrasi.

"Lalu, bagaimana?"

"Bagaimana apanya?" tanya Felix menaikkan sebelah alisnya pertanda bingung akan ucapan Zico.

"Bagaimana perasaanmu? Kau kesal pada istrimu, 'kan? Kuyakini kau tak akan pernah bisa marah pada istrimu," jelas Zico.

Felix menyantap camilan di hadapannya kemudian meminum coffe late yang disediakan oleh pramusaji, "Entahlah, ingin rasanya aku marah, tetapi aku tak tega memarahinya. Kau tau sendiri, wanita hamil sangatlah sensitif, kita pun tidak bisa memarahi wanita, apalagi istri kita sendiri karena wanita adalah berlian yang harus dijaga, bukan disakiti hatinya. Mungkin aku akan memberinya sedikit pelajaran."

"Pelajaran apa? Mendiaminya dalam waktu beberapa hari maksudmu? Kau yakin sanggup?"

"Tentu tidak, Zico, cara itu tidak akan ampuh karena aku mudah luluh ketika melihat wajah sedihnya."

"Lalu?"

"Mungkin dengan menyibukkan diri di kantor, berkencan dengan berkas menyebalkan yang sayangnya ketika kutinggalkan membuatku rugi milyaran untuk mengalihkan pikiran dan perhatianku dari Rena."

"Cih, ku harap kau akan tahan, kawan! Kau tau sendiri bagaimana bucinnya dirimu pada istrimu itu, sedetik saja berjauhan, kau akan mengatakan bahwa kau merindukannya," tukas Zico menghadirkan senyum lebar di wajah Felix.

Setelah berbincang lama dengan Zico, Felix memulai aksinya, pria itu memasuki kantor dengan wajah dingin dan meminta Haidar—sekretarisnya—memberikan berkas-berkas yang harus dirinya tanda tangan dan pelajari. Beberapa kali handphone–nya berdering menampilkan kata 'My Baby' berulang kali, tetapi sekuat tenaga Felix berusaha tak acuh bahkan dengan niat penuh dalam hati, pria itu mematikan handphone–nya.

Di seberang sana, Rena mulai terisak karena Felix terus saja mengabaikan telepon darinya dan bahkan dengan tega pria itu menonaktifkan handphone–nya. Rena sadar dirinya salah mempermalukan suami dan sahabat suaminya di hadapan teman juga rekan mereka, Rena pun sudah menghapus postingannya beberapa waktu lalu. 

Kejadian ini berlangsung selama beberapa hari sehingga Rena semakin merasa bersalah, tanpa wanita hamil itu sadari, sejujurnya Felix tidaklah menginap di kantor. Felix pulang ke rumah, tetapi pria itu pulang ketika malam telah larut dan akan pergi kala sang mentari belum menampakkan diri, mana tahan Felix tidur sendiri tanpa memeluk sang istri.

Tak tahan dengan penyesalannya, Rena nekat pergi ke kantor sang suami mengendarai taksi agar dia bisa memiliki alasan untuk pulang bersama Felix. Para karyawan menyapa dan menunduk hormat saat Rena dengan busana muslim berwarna baby blue serta khimar berwarna senada memasuki kantor.

Brakkk!

"Hwaaaaa ... Papa jahat! Kenapa gak pulang? Kenapa ngehindari aku? Kenapa tega banget sama aku?" pekik Rena setelah mendobrak pintu dengan keras dan berhasil mengejutkan Felix yang tengah berdiskusi bersama rekannya.

Tanpa peduli rekan kerja sang suami, Rena berlari ke pangkuan Felix dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Felix kemudian menumpahkan tangisnya di sana. "Jahat ... kenapa gak pulang? Aku tau kalau aku salah, tapi jangan hindari aku ... aku gak suka ... maaf ... maafin aku ... pulang, ya? Aku kangen ... gak nafsu makan kalau gak disuapi Papa ... gak bisa tidur kalau gak dipeluk dan dielus Papa ..., " raung Rena membuat Felix tersenyum tipis mendengarnya.

"Eum ... kalau gitu ... saya izin pamit dulu, Pak Felix, semoga kerja sama kita berjalan lancar," ucap sang klien tak enak hati.

"Aamiin, maaf atas kelakuan istri saya, Pak."

"Tidak apa, Pak Felix, saya bisa mengerti. Ibu hamil memang seringkali bersikap manja pada suami, bahkan sensitif akan hal kecil. Saya pamit, semoga persalinan istrinya lancar. Assalamualaikum."

"Aamiin ... terima kasih, Pak, waalaikumussalam."

Felix mengalihkan hadapannya pada sang istri yang masih bertahan dalam posisi memeluk dan menyembunyikan wajah di ceruk lehernya, "Kenapa ke sini?"

Rena semakin terisak, "Papa gak pulang, aku khawatir ... maaf ... maafin aku ... janji gak ulangi lagi, maaf. Maaf, Papa ... aku benar-benar minta maaf .... "

Felix yang tak tahan melihat tangis Rena pun memeluknya erat kemudian mengangkat kepala sang istri dan mengecup seluruh wajah istrinya yang tampak menggemaskan. "Papa maafin, udah, ya ... jangan nangis lagi. Kasihan air matanya habis dan anak kita ikutan sedih nantinya."

Rena menghapus air matanya kemudian menatap lekat wajah tampan sang suami dengan isakan kecil yang masih terdengar. "Beneran Papa udah maafin aku?"

"Iya, Papa maafin."

"Panggilan Baby–nya mana?" 

"Papa maafin, Baby ... maaf, ya ... udah bikin Baby sedih, habisnya Baby melakukan hal yang mempermalukan kami. Bukan hanya reputasi, tetapi beredarnya postingan itu nanti akan membuat awak media menciptakan rumor dan isu miring mengenai Papa dan Zico yang pastinya akan menghancurkan semuanya."

"Maafin aku, janji akan lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam bertindak," sesal Rena berurai air mata yang dibalas kecupan di kedua matanya oleh Felix.


Tbc?

Sincerity of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang