Yuki tidak tahu sejak kapan dia merasakan perasaan itu kepada Noah. Sejak pertama kali mereka berbicara? Atau mungkin, sebelumnya?
Bohong jika Yuki tidak mengetahui sosok Noah sebelum kejadian di mana dia mencela Noah di depan kelas. Sejak pertama kali Yuki menginjakkan kakinya di Emerald, dia sudah mengetahui, ada seorang lelaki bernama Noah.
Laki-laki itu tampan, banyak siswi perempuan di Emerald yang mengaguminya. Tubuh Noah sangat atletis untuk seukuran anak seperti mereka. Ditambah, dia tergolong siswa yang pintar. Setiap kali evaluasi bulanan dilakukan Emerald, Noah menempati posisi pertama.
Benar. Posisi pertama, hingga Yuki sudah terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia dan menggeser posisinya.
Evaluasi bulanan ke lima, kelas satu tingkat menengah pertama. Lagi dan lagi, nama Yuki terpampang di sana. Awalnya orang-orang mengira itu adalah hal yang kebetulan. Namun, secara statis tidak ada yang merebut posisi Yuki lagi.
Forum debat umum dibuka oleh salah satu universitas ternama di provinsi. Keluarnya Yuki sebagai juara pertama kemudian melambungkan namanya. Belasan olimpiade, kemudian beasiswa yang mengalir pada Yuki menjadi bukti nyata, bahwa dia adalah seorang jenius yang sesungguhnya.
Noah menatap Yuki yang berdiri di sisinya saat itu. Nama mereka berdua berurutan di posisi pertama dan kedua. Tanpa disangka, Yuki mendongakan kepala, menatap Noah yang juga menatapnya.
Aneh. Keduanya enggan saling memalingkan wajah. Seolah-olah masing-masing dari mereka mengamati dan menelaah fitur wajah satu sama lain. Dapat terlihat jelas di pandangan Yuki bahwa Noah memutar kedua bola matanya, sebelum akhirnya Noah meninggalkan Yuki di sana. Terpaku dengan semburat merah di kedua pipi.
Pertemuan pertama mereka berdua mungkin sudah terlupakan oleh Noah. Namun, Yuki selalu mengingatnya. Lagi, lagi dan lagi. Setiap kali Noah dan teman-temannya melintas di hadapan Yuki atau ketika Yuki memandang nama Noah di setiap evaluasi bulanan.
Bubarnya kelas Oksigen Satu karena aksi protes murid dan orang tua murid, membuat kelas Oksigen Satu dan Oksigen Dua digabung. Lagi, lagi dan lagi, ketika melihat nama Noah, ingatan mengenai pertemuan pertama mereka terulang di kepala Yuki.
Laki-laki itu duduk di meja, melempar canda dan tawa bersama teman-teman yang duduk di sekitarnya. Terlihat sangat 'hidup', berbanding jauh dengan diri Yuki yang terlihat 'suram'. Hingga akhirnya, Yuki membuat batasan sendiri untuk tidak melewati batas Noah yang 'cemerlang' dan hanya memandangi Noah dari kejauhan.
**
Hening. Yuki tidak membuka mulutnya. Begitu juga Noah. Keduanya menghabisi sisa perjalanan untuk kembali ke kota dalam diam.
Apakah kita bisa menyebut kejadian ciuman itu dengan insiden? Sepertinya, iya. Setelah insiden itu, Noah mendorong tubuh Yuki untuk melepas persatuan bibir mereka. Tidak keras. Laki-laki mungil itu tidak tersentak. Namun, setelah itu Noah meninggalkan Yuki tanpa permisi.
Tidak ada percakapan lagi yang timbul di antara mereka setelah itu. Bahkan di keesokan paginya. Noah hanya mengantarkan Yuki ke kamar mandi bersama. Setelah Yuki kembali, dia melihat Noah merapikan barangnya, menandakan jika mereka akan pulang. Lalu, Noah mengantarkan makanan.
Yuki hanya mengekori Noah ketika mereka berpamitan dengan nenek Noah, jalan keluar desa dan naik ke angkot yang lagi-lagi sudah dipesan Noah. Hingga sekarang, mereka sudah menaiki bus untuk ke kota mereka.
Bukankah Yuki begitu kuat untuk menghadapi silent treatment ini meskipun sekarang dia begitu bergantung pada Noah?
Melihat kembali apa yang terjadi di antara mereka, Yuki menilai jika dia yang salah. Tentu saja! Dia mencium laki-laki lain tanpa permisi. Laki-laki lain! Siapapun yang mengalami hal itu pasti akan marah. Yuki masih beruntung karena Noah tidak melaporkannya kepada polisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncovered Feeling [BxB]
Teen Fiction"Sumpah, gue belum mau mati. Gue masih muda, belum pernah ciuman, belum nikahin cewe gue. Please, Tuhan. Jangan ambil nyawa gue sekarang!"