Chapter 10. Afternoon Tea

14 5 0
                                    

Marie menerima surat dari Adeline yang mengajaknya bertemu pada jamuan minum teh di kediamannya. Marie menilai bahwa pertemuan terakhir ia dengan Adeline menyenangkan sehingga ia juga tidak sabar untuk menghadiri jamuan tersebut. Marie mengenakan pakaian yang pantas karena disana pasti ada gadis-gadis lain yang berpenampilan menawan untuk memamerkan status mereka.

Marie sejujurnya jarang menghadiri perkumpulan seperti ini. Ia menghabiskan waktu kerjanya membantu ayahnya dan ibunya dalam urusan administrasi dan pemberkasan. Pendidikan terakhir kali yang diterimanya adalah menyelesaikan Bordeaux Academy dimana belajar mengenai pengetahuan umum dan konsentrasi yang ingin diikuti.

Marie mengirimkan balasan keikutsertaan pada jamuan yang diadakan oleh Adeline pada sehari setelahnya. Marie juga akan menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk acara nanti.

Marie berangkat dengan kereta kuda miliknya ke kediaman La Rochelle. Ini adalah kedua kalinya ia berkunjung ke wilayah county La Rochelle. Pertama kali berkunjung adalah saat menghadriri acara debutante Adeline saat berusia 15 tahun. Selanjutnya, Marie tidak pernah berkunjung karena saat bersekolah mereka berada di asrama selama menempuh pendidikan.

"Salam, Lady Rochelle. Terima kasih atas undangan yang diberikan kepada saya." Marie menyapanya.

"Terima kasih, Lady Schneider. Senang bertemu dengan Lady lagi," balas Adeline dengan senyuman. "Mari, kita menuju tempatnya."

Adeline mengajaknya menuju lokasi acara minum teh akan diadakan. Ruangannya berbentuk semi-outdoor dimana bersambung dengan dinding ruang di kediamannya dan menghadap ke arah greenhouse kecil. Marie sudah melihat beberapa bangsawan lain yang sedang berbincang di meja tersebut.

"Teman-teman, Lady Schneider sudah datang."

Marie melihat bahwa tamu Adeline berjumlah enam orang. Ada yang ia kenali, ada yang ia hanya tahu namanya tanpa pernah berbicara dan ada juga yang wajahnya asing di ingatan Marie. Para gadis bangsawan yang statusnya dibawah Marie bangkit memberi salam padanya sementara yang tetap duduk memiliki status lebih tinggi darinya.

"Salam, Lady Schneider."

"Terima kasih atas salamnya, Lady sekalian." Marie membalas. Ia lalu memberi salam kepada seorang Lady berambut kemerahan. Marie tidak mungkin tidak mengenali siapa gadis tersebut. Rambut kemerahan khas keturunan keluarga Duke Deveraux, serta tunangan putera mahkota. Oleh karena statusnya yang masih sebagai tunangan, maka ia tetap dipanggil Lady dan akan dipanggil Yang Mulia ketika sudah melangsungkan pernikahan. "Saya mengucapkan salam juga kepada Lady Céline Deveraux."

"Terima kasih atas salamnya, Lady Schneider."

"Nah, karena semuanya sudah lengkap, bagaimana jika kita mulai saja?" sambut Adeline bersemangat.

"Saya sebagai tuan rumah pesta teh kali ini ingin mencucapkan terima kasih atas kehadiran Lady sekalian. Saya ingin kita saling berbicara dan dapat menjadi akrab. Saya juga ingin memberikan hadiah kepada para nona karena sudah meluangkan waktunya. Saya harap hadiah ini dapat menjadi token persahabatan kita!"

Adeline memberikan sebuah kotak kepada masing-masing nona bangsawan yang menjadi tamu di perjamuan teh Adeline.

Setelah penyambutan Adeline, para gadis memulai pestanya dengan menyesap teh. Marie sendiri tidak mengenal dan tidak pernah berbicara kepada mereka sehingga hanya mengamati. Para gadis-gadis yang mengenal saling berbicara dan ada juga tak gentar untuk mengajak Putri Duke berbicara.

"Lady Schneider, apakah saya boleh berbicara dengan Anda?"

"Ya?" spontan Marie menyahutnya.

"Saya penasaran, apakah ada yang sudah mengisi hati Lady Schneider saat ini?"

"Belum ada." Ini adalah pertanyaan biasa saja di obrolan para gadis, tetapi Marie menangkap perasaan janggal ketika mendengarnya.

"Benarkah? Akan tetapi, mengapa saya beberapa kali melihat Anda berdua bersama ... seorang pria? Lady dan lelaki tersebut tampak dekat," lanjut perempuan tersebut. Ia adalah Lady Juliette, putri Marquess dari Caine. Marie dapat melihat kilat tajam pada matanya yang berwarna cokelat.

"Seorang pria?" Marie pura-pura berusaha mengingat. Ia sebetulnya tampak terkejut ketika ada seseorang yang memperhatikannya dan membahasnya di pertemuan saat ini. Meskipun sebetulnya ia memang tidak bertemu dengan Janvier secara tertutup.

"Lady Schneider, tidak perlu malu-malu seperti itu," Lady Victoire tertawa di balik kipasnya. "Ini adalah momen penting. Para gadis saling bercerita mengenai kisah romansanya dan itu adalah sebuah hiburan. Betapa sukanya para gadis membayangkan kisah yang membuat berdebar!"

Perkataannya sontak membuat para gadis menjadi tertarik pada bahan pembicaraan tersebut. Marie tidak bodoh untuk tahu jenis tatapan pemangsa yang mendengarkan dengan seksama untuk menjadi bahan pembicaraan di pesta teh yang lain.

"Saya juga senang mendengarkan kisah seperti dan terdengar menyenangkan. Akan tetapi, saya benar-benar tidak memiliki kisah romantis untuk saat ini."

"Yah, jika Lady sudah berkata seperti itu, sepertinya kita harus mempercayainya untuk sekarang. Lady dapat bercerita kapanpun dengan kami jika Lady menginginkannya. Kami akan mendengarkan dengan baik."

"Terima kasih atas perhatiannya, Lady. Saya akan bercerita bila ada yang perlu diceritakan. Mengenai pria yang entah siapa Lady lihat akrab dengan saya, itu tidak seperti yang Lady pikirkan."

"Lady Schneider," panggil Lady lain. "Meskipun Lady tidak memiliki hubungan apapun, Lady seharusnya lebih hati-hati lagi dalam menjalin hubungan. Terlebih, kalau pasangannya bukan bangsawan seperti. Bukankah itu hanya akan membawa cerita yang buruk bagi nama Count Schneider."

"Benar. Secara status juga kurang baik karena jika nona bangsawan menikahi pria biasa, ia akan kehilangan statusnya. Saya, sih tidak bisa membayangkan kehilangan semua kemewahan yang saya miliki."

"Kecuali pria tersebut memiliki pengalaman yang luar biasa sehingga membuat Raja tertarik. Benarkan itu, Lady Deveraux?"

"Ah, seperti Lord Yehezkiel dari Cleveland itu?" Seorang Lady lain menimpali dengan semangat. "Rumornya ia menjadi Jenderal di usia yang muda sehingga statusnya naik drastis. Kalau saya, sih sangat bersedia menjadi pasangannya."

"Sayangnya dia bukan milik Soverain."

"Benar.... "

Marie merasa ingin merotasikan bola matanya ketika mendengar para gadis berbicara. Marie sebenarnya tidak masalah dengan nasihatnya. Beberapa orang dan dirinya memang berada di keluarga yang seperti itu dan dia tidak akan mengoceh ketika mereka berpikir seperti itu. Akan tetapi, entah mengapa Marie tidak menyukai bagaimana Lady tersebut berucap.

"Terima kasih atas perhatiannya, Lady. Saya yakin bahwa saya dapat menjaga diri saya dengan baik sehingga tidak mencoreng nama baik keluarga saya."

"Benar, Lady. Saya juga harap Lady mendapatkan pasangan dengan status setara."

Marie menghadapi pembicaraan mengenai percintaan dengan seulas senyum profesional terpasang di wajahnya. Setelah tidak mendapatkan cerita Marie, mereka mencari tahu cerita dari gadis-gadis lain di perjamuan itu.

Sepulang dari perjamuan teh Adeline, Marie membersihkan tubuhnya lalu merebahkan diri di dipan pertidurannya. Ia menatap langit-langit kamarnya sembari memikirkan perkataan para Lady di pesta Adeline.

Ia merasa tertarik dengan Janvier dan memang berencana mendekatinya. Akan tetapi, melihat bagaimana respon dalam lingkup kecil seperti tadi membuatnya ragu. Marie harus memikirkan kesiapan dirinya jika ia melanjutkan hubungannya dengan Janvier.

Melanjutkan hubungan?

Marie mengerjap. Bagaimana ia berpikir untuk melanjutkan hubungan jikalau ia saja baru melakukan pendekatan dengan Janvier?

tbc.

***

A Seer's Beyond SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang