"Lo mending cerita deh sama gue, ada masalah apa antara Adam sama manajer sini yang namanya Tomo Wijaya," bisik Sara saat menyebut nama.
"Adam ketemu Tomo tadi?" tanya Tony, suaranya hampir tercekik oleh sisa croissant yang melawan hukum alam dengan menyelinap ke mulutnya di jam makan malam.
Sara mengiyakan. Ia berada di restroom setelah meninggalkan Adam di balkon yang kelihatan perlu waktu sendiri.
Setelah mengaduk kopi di meja makan kaca, Tony duduk di kursi makan dalam apartemennya. "Udah pasti mereka bakal ketemu kalau di sana," gumamnya namun masih terdengar dari speaker ponsel Sara. Tadi Tony cukup kaget menerima telepon dari Sara mengingat ada plan rahasia antara dirinya dan Adam namun ternyata perempuan itu bertanya mengenai hal ini.
"Kenapa sih?"
"Mereka ada masalah pokoknya. Um—harusnya lo tanya aja ke Adam."
"Ck, Tony lo bener-bener ya. Dia lagi butuh waktu, gue juga nggak mau merusak suasana hatinya. Lo cerita dikit nggak bisa apa?" desak Sara. Suasana ladies room di sudut ini sepi. Sangat sepi malah. Hanya ada satu perempuan yang ia tebak berumur 30-an sedang merapikan makeup.
Tony menghela napas sekali lagi, kali ini lebih panjang, menyadari bahwa ia tak bisa lagi menghindar. "Singkatnya, keluarga Wijaya yang dulunya sukses di usaha properti punya banyak konflik internal yang nggak ada habisnya. Saingan dan kecemburuan antar saudara membuat hubungan mereka merenggang. Lama-lama mereka lebih fokus ke gaya hidup hedonis daripada melanjutkan bisnis keluarga. Sampai saat Bu Hana Wijaya menikah sama Pak Budi Wardana, saudara-saudaranya itu coba memanfaatkan untuk keuntungan pribadi, berharap bisa masuk jadi eksekutif di Wardana Group. Mereka maksa dan buat mamanya Adam tertekan dan terisolasi dari keluarga itu, mempengaruhi kesehatan mentalnya, sampai pada akhirnya—beliau meninggal."
Sara menutup mulutnya. "God," lirihnya. Pantas saja Adam tak banyak bercerita tentang keluarganya. Hana Dewi Wardana memang berhati lembut.
"Adam akhirnya milih untuk menjaga jarak dari mereka, bahkan nggak mau mengakui hubungan darah dengan keluarga Wijaya, begitu pula Pak Budi dan adiknya."
"Sebentar, mamanya meninggal karena sakit?"
Tony menelan ludah sejenak sebelum menjawab, "Bukan. Suicide, overdose."
Tak sadar, napas perempuan itu tertahan. Semua informasi ini terlalu banyak untuk diolah sekaligus. "Oke, enough. Thanks Ton," ucapnya sebelum pembicaraan berakhir.
Setelah mendengar cerita Tony, Sara langsung kembali ke balkon ballroom. Menyusuri jalan yang tak penuh orang namun juga tak sepi. Langkahnya terasa berat, setiap langkah membawa beban yang lebih berat dari sebelumnya. Ketika ia sampai di sana, Adam masih berada di pojok, menatap ke arah pantai dan lautan dengan tatapan kosong.
"Do you wanna leave?" suara Sara membuat Adam menengok, wajahnya masih datar sedari tadi tapi ada sekilas emosi terpendam di manik hitamnya. "C'mon," ajaknya lembut, tangannya terulur, menautkan jemari dengan pria itu. Ada kehangatan yang ia harap bisa sedikit meringankan beban di hati Adam.
Adam mengikuti Sara tanpa banyak bicara, meninggalkan keramaian.
Saat sampai di mobil, Sara yang sudah bersiap untuk duduk di kursi pengemudi menatap bingung ketika Adam menahan pintu mobil dan menggeleng. "Aku perlu bawa kamu ke suatu tempat malam ini," suaranya terdengar mantap, ada sesuatu yang sudah lama ingin ia lakukan.
"Hm?"
Adam hanya mengangguk, meyakinkan. Tanpa banyak bertanya pula, Sara memutuskan untuk mengikuti Adam. Ia duduk di kursi penumpang, membiarkan Adam mengemudi ke tujuan yang tak diketahuinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Sweeter Place
RomanceThe second time around, things just made more sense. Honestly, timing has a lot to do with everything. Adam Wisnuthama Wardana, General Manager salah satu hotel dan resor di Indonesia, The Eden. Dikenal sebagai pria charming, hobi menjelajah dunia d...