(One Shoot)

118 5 0
                                    

Lampu-lampu pertokoan dan orang berlalu-lalang seolah hanya menjadi latar kebersamaan kami . Ku lihat senyum tersungging di bibirnya yang memutih. Dia terus berjalan mundur dan menghadap ke arahku. Rambutnya yang terurai di tiup angin malam, terkadang menutupi wajah cantiknya yang seputih salju. Aku hanya bisa membalas senyumnya sekilas, sambil sesekali melihat bintang dilangit yang gelap dan menghirup nafasku yang terdalam.

Kembali ku lihat dia melambaikan tangan padaku. Namun kali ini kakinya mengenai sesuatu, membuat badannya oleng. Aku segera berlari kearahnya dan dengan sigap menangkapnya dalam pelukkanku.

"Bukankah sudah ku bilang agar kau hati-hati!" ucapku kesal

"Maaf kan aku MinHoo."

Dalam pelukkanku dia meminta maaf. Memeluknya terlalu lama, aku segera melepaskan pelukkanku. Ku lihat senyumnya sedikit memudar dari paras cantiknya. Tak menginginkan hal buruk terjadi lagi aku segera menggenggam tangannya erat. Tangannya yang dingin seolah terasa samapi hatiku, begitu menusuk. Aku tau dia pasti sedih karena ucapanku tadi. Tak ingin membuatnya tambah bersedih. Aku mengajaknya ke salah satu cafe favorit kami di jalanan distrik Gang-nam ini. Saat memasukki tempat ini, aku seolah kembali ke masa lalu. Tempat ini tak banyak berubah.

Aku segera meyuruhnya memilih tempat duduk sementara aku memesan kopi. Wanita yang biasa memegang kasir menyapaku dengan ramah, sepertinya dia masih mengenaliku.

" Mocca Lattenya dua."

"MinHoo,sudah berapa lama aku tak melihatmu. Pacarmu mana? Bukankah kau selalu datang bersamanya?"

"Dia di sini juga kok. Aku tadi datang bersamanya."

"Benarkah? Oh iya ini pesanannmu. Semuanya 10 ribu won"

Aku segera membuka dompetku dan mengambil uangku yang terselip di sana. Sekilas aku melihat foto itu lagi, fotonya yang begitu cantik dengan gaun putih yang belum sempat ku lihat sebelumnya. Namun segera aku menghilangkan lamunanku dan membayar mocca yang telah ku pesan.

Sambil memegang dua gelas mocca aku mencoba melihat sekitar. Teryata dia duduk di dekat jendela. Aku menghampirinya dan dia kembali tersenyum. Aku duduk berhadapan dengannya setelah sekian lama, membuat hatiku berdegup kencang. Aku segara menyeruput moccaku sembari menenangkan diri. Sesekali aku melihat ke arahnya. Namun kulihat dia malah memandang keluar jendela dengan tatapan kosong.

"HaNa, setelah sekian lama. Kenapa kau tiba-tiba menemuiku?"

"Aku hanya rindu padamu."

"Bohong, kau pasti menginginkan sesuatu?"
"Iya aku ingin sesuatu MinHoo. Sesuatu yang belum sempat ku minta dari mu."

"Hmm.. baiklah, apa yang kau inginkan?"

"Gaun putih itu dan sepatu kacanya? Bisakah aku memakainya lagi?"

Jujur aku tak ingin memenuhi permintaanya, aku tak ingin pergi ke tempat itu lagi. Namun, aku tak bisa menolaknya. Akhirnya aku mengiyakan apa yang dia mau.

Aku kembali memegang erat jemari HaNa dan kami kembali berjalan menyusuri jalanan Gang-nam yang ternyata bertambah ramai walaupun semakin malam. Aku berjalan dan kembali melihat bintang di langit malam yang semakin gelap sembari menghirup nafas.

Akhirnya kami sampai di sebuah butik di ujung jalan, sebuah butik tak berlampu yang nampak tak terurus. Aku membukakan pintu untuknya dan menyalakan lampu butik. HaNa ku lihat berjalan ke sebuah almari yang berada di tengah ruangan. Aku pun mendekat ke arahnya. HaNa menunjuk ke arah lemari itu. Paham apa yang dia inginkan, aku segera membuka almari tersebut.

Benar saja, di dalam sana tergantunglah sebuah gaun putih bersih dan di dekatnya sepasang sepatu kaca tergeletak. Ku lihat HaNa tersenyum senang. Aku pun megambilkan gaun itu untuknya. Ku biarkan dia berganti pakaian. Sementara aku meperhatikan sekeliling butik, sambil mengontrol perasaanku yang campur aduk.

Tak lama tirai di hadapanku terbuka. Dan nampaklah HaNa dengan gaun putih cantikya. Aku pun berjalan ke arahnya. Ku ambil sepatu kaca yang tergeletak di dekatnya dan ku pakaikan untuknya. Aku mencoba tersenyum kembali untukknya.

"MinHoo, bagaimana?"

"Kau sangat cantik, aku senang melihatmu."

"Bohong, Kau sedih melihatku. Apa sulit untuk melupakanku?"

"Iya aku bohong. Bagaimana bisa aku melupakanmu."

"Kau harusnya bisa."

"Tapi aku selalu ingin mengingatmu dan membahagiakanmu"

"Jika kau ingin membahagiakanku, harusnya kau mau mengabulkan permintaanku ini ?"

"Tentu, apa yang kau ingin kan? Aku akan mengabulkannya."

"Aku ingin kau mengikhlaskanku dan hidup bahagia. Hiduplah dengan normal. Kembalilah menjadi anak kebanggan orangtuamu dan bekerjalah dengan giat, temukan pendamping hidup yang lebih baik dariku. Maka itu akan membuatku bahagia. Karena bahagiamu adalah bahagiaku. Apa kau mau melakukannya untukku?"

Akhirnya pipiku benar-benar basah, isak tangisku tak terbendung. Air mataku seolah tak bisa ku kontrol lagi. Aku terus mencoba mengusapnya dan kembali melihat ke arah HaNa. Aku menarik nafas terdalamku dan melihat ke langit-langit. Ku mantapkan hatiku.

"Baiklah HaNa. Dari hatiku yang terdalam aku akan mengabulkan permintaanmu. Akan ku buat dirimu bahagia dengan membahagiakan diriku sendiri sesuai keinginanmu."

"Terimakasih, MinHoo."

HaNa berjalan mendekatiku dan berbisik padaku

"Di kehidupan berikutnya aku harap, aku adalah jodohmu."

Akhirnya HaNa memberikan kecupan terakhir di pipiku. Sebuah kecupan yang membuatnya sirna dari pandangan mataku. Membuatku sadar bahwa HaNa memang benar-benar pergi. Pergi untuk selama-lamanya di sini, di tempat dimana aku melihat HaNa untuk pertama kalinya. Butik yang ingin ku hadiahkan pada HaNa saat pernikahan kami, sebuah butik di ujung jalanan distrik Gang-Nam.

Find You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang