Johnny berdiri dari lantai, menatap Mingyu yang pergi dengan langkah cepat menuju lantai bawah.
Dia menghela napas panjang sebelum mengikuti langkah Mingyu, menyadari bahwa percakapan ini belum selesai.
Mingyu menemukan ibunya di dapur, sedang menyiapkan sarapan. Ibu Mingyu, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah, mengangkat alisnya ketika melihat putranya datang dengan wajah kesal.
"Eomma, kenapa kau biarkan Johnny masuk ke kamarku?" Mingyu bertanya dengan nada tinggi.
Ibunya hanya tersenyum tenang. "Johnny datang tadi malam, bilang dia ingin berbicara denganmu. Kukira kalian butuh waktu untuk bicara."
"Dia bukan siapa-siapa lagi buatku, eomma. Kau seharusnya tidak mengizinkannya begitu saja masuk ke kamarku!"
Ibunya menaruh panci di atas kompor dan menatap Mingyu dengan serius. "Mingyu, terkadang kita perlu memberikan kesempatan kedua untuk orang-orang di sekitar kita. Mungkin Johnny punya alasan mengapa dia ingin berbicara denganmu."
Mingyu mendengus kesal, tapi sebelum dia bisa menjawab, Johnny muncul di pintu dapur. Dia menatap Mingyu dengan tatapan penuh penyesalan.
"Mingyu, aku tahu aku telah membuat banyak kesalahan di masa lalu. Tapi aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya. Aku telah putus dengan pria Thailand itu karena aku menyadari bahwa aku masih mencintaimu."
Mingyu menatap Johnny dengan tatapan tajam. "Cinta? Kau bilang mencintaiku, tapi kau meninggalkanku dan berpindah ke pria lain begitu saja. Apa yang membuatku harus mempercayaimu sekarang?"
Johnny menunduk, merasa malu. "Aku tahu aku salah. Aku tidak akan memaksa kau untuk memaafkanku, tapi setidaknya biarkan aku mencoba untuk menebus kesalahanku."
Ibunya meletakkan tangannya di bahu Mingyu, memberikan dukungan tanpa kata. Mingyu menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
"Johnny, aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkanmu. Tapi aku akan memberikanmu kesempatan untuk membuktikan dirimu. Hanya saja, jangan harap semuanya akan kembali seperti dulu dalam sekejap."
Johnny mengangguk penuh rasa syukur. "Terima kasih, Mingyu. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi."
Mingyu menghela napas dan memalingkan wajahnya. "Kita lihat saja nanti. Sekarang, aku ingin menikmati sarapanku tanpa ada drama. Bisa kau keluar dari rumahku dulu?"
Johnny menatap Mingyu dengan penuh harap, lalu mengangguk dan berjalan keluar dari dapur. Ibu Mingyu menatap putranya dengan lembut. "Kau melakukan hal yang benar, Nak. Terkadang, memberikan kesempatan kedua bisa membawa perubahan yang baik."
Mingyu tersenyum tipis, merasa lega meskipun hatinya masih penuh keraguan. "Aku harap begitu, eomma."
Setelah Johnny pergi, Mingyu kembali ke meja makan, duduk dan menikmati sarapan bersama ibunya. Meski perasaan campur aduk masih mengganggu, dia merasa sedikit lega telah mengutarakan perasaannya. Hari Minggu ini memang berbeda, tapi Mingyu tahu dia telah mengambil langkah pertama menuju penyembuhan hati.
Dia memutar garpu di piringnya, sementara ibunya duduk di seberangnya, menatap dengan perhatian.
Ibunya tersenyum lembut. "Kau masih muda, Mingyu. Hidup ini penuh dengan kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Johnny mungkin telah melakukan kesalahan, tapi jika dia benar-benar ingin memperbaikinya, itu adalah langkah yang baik."
Mingyu mengangguk, mencoba mencerna kata-kata ibunya. Dia tahu bahwa memaafkan bukanlah hal yang mudah, tapi mungkin, hanya mungkin, ada ruang untuk perubahan.
Hari Minggu itu berlalu dengan cepat. Mingyu menghabiskan waktu dengan membersihkan kamar dan mencoba mengalihkan pikirannya dari Johnny.
Namun, bayang-bayang masa lalu terus menghantui. Kenangan indah mereka bersama dan luka-luka yang ditinggalkan Johnny terus berputar di kepalanya.
Sore harinya, saat Mingyu sedang berbaring di sofa sambil menonton acara TV favoritnya, teleponnya berbunyi. Nama Johnny muncul di layar. Mingyu menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya menjawab panggilan tersebut.
"Halo," sapa Mingyu dengan nada datar.
"Halo, Mingyu. Aku tahu kau mungkin tidak ingin mendengar suaraku sekarang, tapi aku ingin mengajakmu makan malam. Hanya kita berdua, untuk bicara," kata Johnny dengan nada penuh harap.
Mingyu terdiam sejenak. Dia mempertimbangkan tawaran itu. Mungkin ini kesempatan bagi Johnny untuk menjelaskan semuanya, dan bagi Mingyu untuk mendapatkan closure yang selama ini dia cari.
"Baiklah, Johnny. Kita bisa makan malam. Tapi jangan harap aku akan melupakan semuanya begitu saja," jawab Mingyu tegas.
"Terima kasih, Mingyu. Aku akan menjemputmu jam tujuh nanti."
Setelah menutup telepon, Mingyu menghela napas panjang. Dia merasa gugup tapi juga sedikit lega. Ini adalah kesempatan untuk mengungkapkan semua perasaannya dan mungkin, menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang menghantuinya.
Saat malam tiba, Johnny datang tepat waktu. Dia terlihat rapi dan lebih dewasa. Mingyu mengenakan pakaian yang sederhana tapi rapi, siap untuk menghadapi malam itu. Mereka pergi ke sebuah restoran kecil yang tenang, tempat yang ideal untuk berbicara.
Selama makan malam, Johnny berbicara dengan jujur tentang kesalahan-kesalahannya. Dia menceritakan bagaimana dia merasa kehilangan arah setelah putus dengan Mingyu dan bagaimana dia menyadari bahwa tidak ada yang bisa menggantikan perasaan yang dia miliki untuk Mingyu.
Mingyu mendengarkan dengan seksama, merasakan campuran emosi yang kuat. Dia marah, sedih, tapi juga merasakan ada harapan kecil yang tumbuh.
"Mingyu, aku tahu kata-kata saja tidak cukup. Aku ingin menunjukkan dengan tindakan bahwa aku benar-benar berubah. Aku ingin kita mulai dari awal lagi, jika kau mengizinkan," kata Johnny, menatap Mingyu dengan mata penuh penyesalan.
Mingyu menarik napas dalam-dalam. "Johnny, aku butuh waktu. Kau telah melukai hatiku sangat dalam. Tapi aku bersedia memberikanmu kesempatan untuk membuktikan dirimu. Jangan buat aku menyesal memberikan kesempatan ini."
Johnny tersenyum lega. "Terima kasih, Mingyu. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."
Malam itu, meskipun penuh dengan emosi campur aduk, menjadi langkah pertama bagi Mingyu dan Johnny untuk mencoba membangun kembali apa yang pernah mereka miliki.
Meskipun masa depan masih penuh dengan ketidakpastian, mereka tahu bahwa mereka telah memulai perjalanan baru yang mungkin membawa mereka menuju penyembuhan dan cinta yang lebih kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]
FanficKim Mingyu. Manly. Cool. Tangguh. Perkasa. Gagah. Kuat. Tampan. Dominan. Tidak akan ada seorangpun yang mengira peran apa yang ia lakoni di dalam sebuah permainan panas. ©2019, ichinisan1-3