Bagian 2

37 13 7
                                    

"Gila kali ya si Jasmine nyuruh gue berkeliaran di rumah pake setelan kayak gini," gerutu Lungayu di depan kaca, setelah berhasil memakai gaun tidur satin berwarna abu-abu yang tak berlengan itu.

Ia tak punya pilihan lain dan memutuskan untuk mencoba menjalankan ide yang Jasmine lontarkan dua hari lalu.

Bagaimanapun juga ia tetap harus beraksi. Setidaknya mulai dari malam ini. Lungayu tahu bahwa waktunya tak banyak— anggaran kantor hanya cukup tiga bulan untuk membiayai liputan investigasinya.

Dengan penuh keyakinan, Lungayu keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang tamu, di mana Julian kemungkinan besar akan menyadari kehadirannya sebelum menaiki tangga dan bergegas ke kamarnya.

Dan dua jam sudah Lungayu menunggu di sana, tetapi pria itu masih belum pulang dari kantor. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 11.

Karena merasa bosan, ia menyalakan speaker bluetooth di atas pantry dan memutar salah satu lagu Jazmine Sullivan. Lungayu bergegas membuka kulkas dan mendapati sejumlah camilan, termasuk cokelat kesukaannya yang ia minta dari Julian saat pria itu pergi ke Zurich.

Lungayu bertengger di depan freezer sembari memakan coklatnya tanpa berniat menutup kulkas tersebut. Setelah puas dan bosan dengan coklatnya, Lungayu menutup kembali kulkasnya dan mencuci tangannya di wastafel. Namun, ia menghentikan aktivitasnya ketika mendapati speaker-nya mati di belakang sana.

Ia hampir mati terkejut karena mendapati sosok Julian yang tiba-tiba ada di depan pantry setelah ia berbalik mencuci tangan.

"Ini udah tengah malam Lungayu, dan kamu pasang musik sebesar ini?" protesnya, masih dengan raut wajah yang datar.

Lungayu menatap wajah Julian yang jelas terlihat kelelahan, kemeja putihnya ia gulung hingga bawah siku dan rambutnya sedikit acak-acakkan. Membuat Lungayu memuji ketampanan suaminya itu untuk kesekian kalinya.

"Kamu ngapain malam-malam begini masih di dapur?" tanya Julian lagi, kali ini dengan nada sedikit ketus.

"Ya suka-suka gue lah. Kok lo ngatur," balas Lungayu sewot.

Beberapa detik kemudian ia menyesali tindakannya. Karena seharusnya ia melancarkan rencananya dengan bersikap lembut di depan pria yang seringkali ia sebut es balok itu.

Lungayu tak menyangka bahwa akan sangat sulit bersikap lembut dan anggun di depan Julian.

"Saya gak bisa terima kalau kamu seenaknya, kamu pasang musik keras-keras, dari garasi depan aja saya masih bisa dengar dengan jelas."

"Yaudah maaf sih— bawel," balas Lungayu memilih untuk mempercepat perdebatannya dengan Julian.

Alih-alih tetap di sana, Julian langsung beranjak berjalan menuju tangga, hendak pergi ke kamarnya tanpa mengucap apapun lagi pada Lungayu.

Hal itu membuat wanita yang sempat berdebat dengannya cepat-cepat menyusul Julian dan berjalan mengekorinya. Lungayu merasa tidak terima apabila harus diabaikan setelah berpenampilan layaknya seorang 'istri' dan menunggu suaminya pulang dari kantor selama berjam-jam.

"Julian, lo mau langsung tidur?" tanya Lungayu di belakangnya.

"Iya. Saya capek," balas Julian cepat. Kini langkah pria itu juga semakin cepat, membuat Lungayu harus sedikit berjalan cepat agar bisa menyusulnya.

"Lo gak mau ngobrol dulu sama gue?" tanya Lungayu yang kini tak lagi dijawab oleh Julian.

"Julian," panggil Lungayu lagi sebelum akhirnya keduanya sampai di depan kamar pria itu.

All That MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang