32. A Mission To Get Into Big Trouble

46 11 26
                                    


🎧 PLAYLIST
'Don't Blame Me'
By : Taylor Swift

"Apa kau mencari ini, Tuan Putri?" Rietta terkejut setengah mati. Tak tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti ini.

Setelah beberapa detik hanya bertatap-tatapan dengan Dominic. Rietta langsung berlari kearah kamar mandi yang ada didekatnya. "Hei!" seru Dominic mengejar Rietta.

Rietta pun masuk kedalam kamar mandi dan menguncinya dengan sangat amat cepat. Jantungnya berdebar cepat lantaran Dominic terus mengetuk keras pintu kamar mandi itu. Berusaha untuk masuk kedalam.

"Buka pintu ini, Tuan Putri..." ucapnya lembut.

Lalu semakin kencang dia mengetuk pintunya, semakin tinggi juga suaranya. "Rietta, buka! Mereka akan membunuhku, Rietta... Mereka akan mengira aku tak mengawasi mu dengan baik!" Saat itu tak ada lagi ketukan pintu ataupun suara Dominic yang berteriak. Tiba-tiba semuanya sunyi begitu saja. Rietta mulai merasa tenang. Meskipun masih dengan perasaan was-was.

"Tuan Putri, kau bisa keluar sekarang. Dominic telah pergi." kata suara seseorang pria yang menunggu dari luar pintu.

Rietta pun mempercayai orang itu, ia lalu membuka pintu itu secara perlahan lalu melihat seorang pelayan pria berumur sekitar tujuh belas tahun. "Dominic telah pergi? Kemana dia?" tanya Rietta pada anak lelaki itu. Lelaki itu tersenyum. "Dia sudah tak dibutuhkan lagi, sekarang hanya ada aku disini." Rietta terdiam. Apa benar seperti yang dikatakan oleh Dominic sebelumnya, mereka membunuhnya?

"Aku Varschen. Aku adalah pelayan, sekaligus pengawas barumu. Aku ditugaskan untuk menjagamu disini selamanya." sambung Varschen.

"Selamanya?" batin Rietta.

Itu terdengar mengerikan. "Jadi, kau tak akan menghukum ku karena telah melanggar aturan disini?" tanya Rietta pada Varschen.

Varschen menggeleng. "Tentu saja tidak. Aku berbeda dengan Pelayan Dominic, aku akan membiarkanmu melakukan apapun yang kau mau." kata Varschen. Rietta tersenyum. Sebenarnya ia masih tak bisa mempercayai Varschen setelah apa yang ia alami pada Dominic.

***

Keesokan harinya, di Kerajaan Xannider, ketika matahari bahkan belum terbit, Zack berjalan keluar dari ruangannya ke ruangan Steve.

"Steve..."

Zack terus mengetuk pintu Steve. Tapi tak kunjung ada jawaban, "Steve!" seru Zack menggedor kuat pintunya. Tak lama kemudian, pintu itu pun terbuka. Terlihat Steve yang tengah berdiri masih menggunakan pakaian tidur sambil menggenggam erat gulingnya. Rambutnya berantakan dan matanya masih hampir terpejam.

"Aku punya ide untuk bisa berkomunikasi dengan adikmu, atau bahkan kita bisa memaksanya Keluar dari Ambue Yvora." kata Zack pada Steve yang masih belum mengumpulkan nyawanya.

Kini Steve terlihat kesal. "Ini jam empat pagi, Zack..." gumamnya. Zack memutar bolamatanya malas sambil menghela nafasnya. "Aku tak bisa tidur, aku terus terpikirkan Rietta." balas Zack. Steve lalu mengerutkan dahi. "Aku sudah tahu kau pasti akan tergila-gila dengannya setelah aku mengatakan itu." sambung Steve sarkas.

Zack menaikkan satu alisnya. "Aku tak begitu ..." Steve tertawa. "Terserah kau saja, tapi kita bisa membicarakan ini ketika setidaknya matahari telah terbit." sambungnya. Zack menggelengkan kepala. "Tidak, tak ada waktu, aku telah menyiapkan semuanya!" kata Zack lalu menarik lengan Steve untuk keluar dari ruangannya.

"Hei, aku masih mengenakan pakaian tidur!"

"Tak ada yang melihatnya---"

Perkataan Zack terpotong lantaran ia melihat Agatha yang tengah menyiram bunga di depan ruangannya. "Sejak kapan ada tanaman didalam ruangan kerajaan?" gumam Steve. Zack dan Steve pun berjalan menghampiri Agatha. "Agatha?" Agatha menoleh. "Pangeran," ucapnya setelah melihat Zack, lalu melirik Steve, Agatha tertawa.

THE CURSE OF LUMINERA | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang