Pintu Keluar

21 18 2
                                    

Sebulan berlalu begitu cepat, Jane sudah mulai terbiasa dengan lingkungan easton. hubungan antar teman sekamar tak begitu banyak menunjukkan perubahan. Kecuali mereka yang menunjukkan rasa tak suka yang sama pada profesor Gemma andromeda, guru pendidikan moral mereka yang bertubuh kurus berwajah keji itu. Jika saja ini di wilayah negaranya, Jane pasti sudah memenggal kepala wanita tua itu.

"Kau tahu apa yang dia katakan kepadaku?!" Seru sunny jengkel saat mereka kembali ke kamar sehabis makan siang, dia berlakon menirukan "Tidakkah kau diajarkan etika bicara dengan suara yang lebih pelan di kerajaanmu?" Dia mendengus, "Aku tidak percaya bahwa intonasi bicara seseorangpun harus diatur"

"Tapi bukankah itu bagus, maksudku kita memang dididik untuk jadi tuan putrikan" kata Kate lembut sambil berbalik menatap Valencia, "Kau setuju kan Val?"

"Ha?..hmm iya, akuu" Dia menjawab dengan terbata bata lalu melanjutkan dengan cepat sambil menunduk pada bukunya, "Aku tidak tahu"

Mata Kate mengikuti Jane yang membuka lemari dan mengeluarkan baju latihannya, "Kau mau kemana?"

"Kemana lagi? Latihan" Jane mendelik malas dengan wajah suram, "Kalian terlalu banyak menyiakan waktu dengan etika menjadi putri yang baik"

Kate terdiam dengan senyum kikuk tak senang, memilih melemparkan tubuhnya yang masih terbalut gaun berwarna biru itu keatas kasur.

Jane menghabiskan hampir sepanjang sorenya berlatih pedang dengan maia. Dia tersenyum menang saat pedang maia berhasil terlempar di udara karena serangannya.

"Kemampuan yang semakin bagus tuan putri" kata Maia saat dia memungut kembali pedangnya yang tergeletak di tanah, "kurasa didikan keras kaisar membuatmu maju lebih cepat"

"Tetap saja itu masih kurang dimatanya, aku masih belum bisa melampaui anak emasnya" Jane mencibir membayangkan setiap makian yang dilemparkan ayahnya itu membuat darahnya mendidih. Dia meletakkan pedangnya di rak semula. Melirik sebentar pada Maia yang masih setia berdiri ditempatnya, "Pergilah istirahat Maia, aku ada urusan"

Maia mengangguk dan membungkuk lalu berlalu lebih dahulu, matahari sudah mulai turun meski langit masih terlihat terang, tak banyak anak yang berkeliaran di lapangan latihan di jam segini kecuali james yang sejak sejam yang lalu sibuk melesatkan anak panahnya pada papan target. Dia melontarkan senyum tiap mereka tak sengaja berpapasan pandang, meski beberapa kali jane tampak tak peduli dan tidak membalas senyumnya.

Ada orang yang ditunggu Jane, alasan yang membuatnya tidak beranjak pergi. Arthur. Sosok yang ditunggu akhirnya memunculkan batang hidungnya selang beberapa menit, berjalan dengan tergesa kearah Jane. Dia menarik satu pedang yang bertengger di rak dan mengamati kedua sisinya, "Sudah tahu harus coba cari kemana? Kau tahu waktuku disini hanya tersisa seminggu lagi"

Jane teringat jika disini Arthur hanya sebentar karena dia punya pekerjaan yang memang harus diurus dengan kepala sekolah, soal investasi kerajaannya untuk Easton katanya. Jane tidak tahu itu benar atau tidak, tapi jika benar maka itu sangat mengejutkan, betapa mulianya hati yang mulia Jillian.

"Tidak, tapi aku yakin pasti ada petunjuk yang ditinggalkan jason di istana. Kau sendiri tidak cukup informasi? " Kata Jane dengan suara pelan. Mereka sebisa mungkin berusaha untuk tidak di dengar. Bahkan menoleh pada satu sama lain pun tidak "Kau bagaimanapun harus bawa aku keluar dari sini dan pulang"

"Sudah cukup rasaku, aku akan ke Arlo terlebih dulu"

Arlo adalah wilayah yang diyakini paling suci, terdiri dari satu kuil dewa diatas gunung bertebing dan beberapa rumah para pendeta. Jane tidak yakin apa mungkin pendosa macam Arthur akan diterima dengan baik disana atau kemungkinan lainnya diusir setelah habis dimaki maki. Tapi yang jelas Arthur tidak akan membiarkan dirinya dimaki maki, dia akan langsung menarik burdeosnya

EVERDALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang