₀₀𖥔 Thank You for Paying Attention𖥔

6 2 0
                                    

"Ampun!"

Bruk!

"Akh! Oke, gue bakal jujur! Shh, Lepasin tangan gue dulu."

Bruk!

Lagi, bunyi nyaring dari tubuh yang menghantam tanah itu menggema. Sekali lagi membuat sang empu yang diperlakukan bak binatang ini mengerang kesakitan. Meski begitu, ia lega karena pada akhirnya dirinya akan segera dibebaskan.

"Gue disuruh sama dua orang, dan kemarin mereka janjiin gue uang lima juta. Mereka gak bilang mereka siapa. Sumpah, demi apapun gue cuma kepepet karena butuh uang!"

Tubuh pemuda yang sedang meringkuk itu sedikit bergetar menyadari langkah pelan tapi pasti yang kini menghampirinya. Jika sedari tadi orang itu hanya duduk dengan angkuh tanpa repot-repot mengotori tangannya untuk memberi pemuda tadi pelajaran, kini ia akhirnya ikut maju.

"Dua orang itu, mereka pasti ngasih lo nomor telepon, kan? Mana?" Cerca pemuda lain yang masih senantiasa menarik rambutnya ke belakang.

"Akh- gue gak dikasih nomornya," jawabnya ketus. Benar-benar belum terlihat jera, ya.

Sang pemimpin yang berjalan santai tadi akhirnya sampai tepat di depan si pemuda. Helaian jemari yang bertumpu pada lantai itu ia pijak, sontak membuat empunya berteriak kesakitan.

Tangannya hendak terulur untuk memberi sedikit pelajaran pada pemuda ini, sebelum salah seorang pemuda lain datang dengan napas memburu menghampirinya.

"Dia nyariin lo, Rai," ucapnya kemudian.

Dengan berat hati, pemuda dengan panggilan Rai itu pun melepaskan mainannya. Si tikus yang masih meringkuk baru akan bersyukur akan usainya penderitaan ini, tetapi ucapan Rai kemudian membuatnya kembali pucat pasi.

Padahal, Rai hanya berucap, "Urusin," dan dengan segera beberapa orang pemuda beserta salah satu yang baru saja datang tadi menyeret tawanan kecil mereka untuk semakin masuk ke dalam ruang gelap itu.

Raut wajah yang tadinya bengis, kini berganti dengan tatapan teduh dan senyuman kecil yang tersungging dari bilah bibirnya. Meski masih dengan raut tegas, namun cepatnya perubahan air muka itu pasti akan membuat siapapun bergidik.


"Rai!" Sesosok tubuh mungil dengan raut masam itu menghampiri dirinya kemudian memeluk lengannya untuk dibawa menuju sebuah meja kantin yang ramai akan teman-temannya.

"Rai ih! Deva ngambil permen aku lagi," adu si kecil.

Nama yang disebutkan hanya mengangguk letih, "Sumpah, Rai, kali ini bukan gue yang ngambil!"

"Tapi lo nganggukin kepala, anjir!" Seru seorang gadis yang berdiri di sebelahnya.

"Ya karena gue udah capek, asu!" balasnya lagi tak kalah keras.

Deva tentu saja merajuk, meskipun seringkali menjahili si manis Miura, tetapi ia masih bisa takut kepada pawang menyeramkan yang dimiliki gadis itu.

Si manusia yang ditarik untuk ke sini tadi, Raiden pun menatap teman-temannya dengan pandangan tenang. Yang justru membuat ketiga pemuda yang ditatap itu kebingungan. Karena demi apapun, mereka tidak mengambil barang milik Miura!

Karena tak kunjung ada yang mengaku, Miura menundukkan kepalanya karena merasa sedih. Itu adalah permen jeruk yang selalu dibawanya bepergian, namun sekarang hilang entah di mana.

Dengan masih menatap tajam manusia-manusia yang berkumpul di meja kekasihnya itu, akhirnya Raiden menuntun si manis agar pergi meninggalkan tempat itu.

Setelah menjauh, tangannya menangkup wajah kecil milik Miura yang dibawa untuk mendongak menatapnya. Maklum, perbedaan tinggi keduanya memang sangat kontras.

"Miu, nanti Rai beliin lagi ya permennya, jangan sedih," ucapnya lembut selembut sentuhannya pada tengkuk sang pacar.

Miura pun hanya bisa mengangguk, lagi pula makan permen terlalu banyak itu tidak baik, kan. Mungkin karena dirinya sendiri yang nakal akibat dari tidak mendengarkan nasihat Ibundanya di rumah.

"Ke kelas, yuk? Aku antar," Mereka pun bergandengan tangan menuju kelas yang berada di lantai tiga gedung seberang.

Tak tahu saja, sedari tadi khalayak kantin yang masih ramai itu hanya dapat memandang mereka sambil menahan napas. Siapapun yang melihat kedekatan mereka pun akan merasa gejolak iri.

Karena siapa, sih, yang tidak mau dicintai dengan sebegitu dalamnya oleh seseorang? Yang rela memberikan segalanya, bahkan nyawa sekalipun hanya kepada sang kekasih hatinya.

Jawabannya, tidak ada. Semua orang ingin menjadi Miura, dan semua orang memiliki hasrat untuk iri yang kemudian justru menciptakan setitik kebencian akan sempurnanya hidup gadis itu.

Tetapi, tentu saja semua itu tak mungkin dapat mereka capai. Miura dan hidupnya adalah sebuah keharusan. Biarkan yang melihat untuk semakin memanas, dan biarkan yang iri untuk semakin benci.

Semua itu menyenangkan, melihat orang-orang hanya dapat bermimpi menjadi seperti dirinya, dan melihat bagaimana mereka berusaha menjadikan hidup mereka sama seperti dirinya.

Miura suka, dan rasanya menyenangkan sekali melihat fenomena itu. Biarkan mereka tetap di sana, dan lihat kehidupannya yang sempurna ini terpampang jelas, oleh karena itu, selamat menikmati.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 30 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TERIKATWhere stories live. Discover now