Bab 1: Vincent Black

14 3 4
                                    

     “Kriiing...kriiiing!
     “Yeayy, waktunya istirahat siang,” kata Leo senang.
     “Iya, saatnya meminjam buku ke perpustakaan untuk referensi tugas kita,” kata Vincent Black semangat, “dan jangan lupa juga untuk makan siang!”
     “Iya, ayo, Vincent! Kita harus pergi ke perpustakaan terlebih dahulu untuk meminjam buku, setelah itu baru kita pergi ke kantin belakang untuk makan siang.” Leo berkata sambil menggandeng tangan Vincent dan pergi ke arah perpustakaan.
     “Ayo!”
     “Nyam...nyam, setelah kita wisuda, kamu ingin bekerja di mana?” Vincent bertanya Leo sambil mengunyah mie instan dengan nasi di mulutnya.
     “Hemm, sepertinya aku akan melamar menjadi dosen dan bekerja di universitas ternama di Kota Newtonville saja.”
     “Oh, begitu ya? Oke, kalau begitu aku akan ikut.”
     “Kriiiing...kriiiing...kriiiiiiiing!
     “Wah, sudah waktunya masuk,” kata Leo.
     “Kalau begitu, ayo kita masuk! Makanannya juga sudah habis kan?”
     “Sudah. Ayolah, barangkali terlambat!”
     Vincent Black adalah seorang mahasiswa universitas ternama di Kota Metropolis City yang jenius dan bercita-cita untuk menjadi profesor, sedikit berbeda dari Leo yang tidak terlalu jenius dalam fisika kuantum. Saat di sekolah dulu, Vincent dikenal sebagai anak ajaib dengan kecerdasan luar biasa yang sering kali lebih tahu daripada gurunya. Ketika remaja, ia mendapatkan beasiswa untuk belajar di universitas ternama di Kota Metropolis City. Vincent memiliki tubuh tinggi berkulit sawo matang berambut lurus tersisir hitam dan ramah kepada siapapun seperti Leo, hanya saja Leo lebih tinggi 35 centimeter dari Vincent dan rambutnya tidak terlalu rapih. Leo dan Vincent adalah sahabat dekat yang sudah bertemu sejak SD. Mereka terpisah saat SMP dan SMA, tetapi mereka bertemu kembali di universitas ternama Kota Metropolis City ketika starta satu hingga saat ini.
     “Kring...kriing...kriiing...kriiiing!
     “Sampai jumpa besok,” kata Leo ketika berada di depan universitas.
     “Iya, sampai jumpa besok,” balas Vincent.
      Vincent tinggal di salah satu rumah yang berada di pinggir Kota Newtonville, berbeda dengan Leo yang tinggalnya di belakang universitas ternama Kota Metropolis City. Setiap Senin sampai Jumat, Vincent harus menempuh jarak 50 kilometer dengan lama satu jam dari rumahnya ke universitas ternama di Kota Metropolis City untuk menyelesaikan starta tiga agar ia mendapat gelar doktor lalu menjadi profesor sesuai dengan cita-citanya. Hari-harinya hanya digunakan untuk belajar agar bisa menyelesaikan starta tiga dan hari-harinya juga digunakan untuk meneliti sesuatu yang menurutnya penting.
     Setiap hari, ia selalu pergi di laboratoriumnya yang berada di dekat rumahnya dengan jarak sekitar 5 kilometer dan waktu tempuh 10 menit dari rumahnya. Ia biasanya pergi ke laboratorium setelah menyelesaikan kuliahnya.
     ‘Saatnya pergi ke laboratorium,’ batin Vincent. Vincent mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, ia menggunakan jalan pintas untuk pergi ke laboratoriumnya. Jika melewati rumah, ia harus menempuh jarak sejauh 55 kilometer dari universitas ternama di Kota Metropolis City, tetapi jika melewati jalan pintas, ia hanya perlu menempuh jarak 50 kilometer saja. Meskipun banyak lampu merah, tetapi tidak menjadi masalah, yang penting bagi Vincent adalah jaraknya.
     Laboratorium Vincent bukanlah laboratorium mewah, melainkan laboratorium dari bekas bangunan pabrik yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Karena pabrik itu tidak digunakan, Vincent membelinya dan merenovasinya menjadi sebuah laboratorium miliknya. Hanya sedikit dari sebagian lahan yang digunakan. Dari luar terlihat seram, tetapi di dalamnya terlihat mewah dengan lampu neon putih, dinding-dindingnya dilapisi oleh rak besi dan ditengah-tengahnya terdapat meja besar yang digunakan untuk meneliti beserta beberapa komputer dari mulai komputer biasa hingga laptop. Dia juga sedang membuat sebuah alat yang mirip dengan tablet, namun hanya bisa digunakan untuk aplikasi multifungsi, sehingga nama alatnya adalah multitab.
     ‘Akhirnya sampai juga.’ Vincent memarkirkan motornya di tempat yang dibuat khusus untuk menyimpan kendaraan. ‘Aku akan segera menyelesaikan alat itu.’

Vincent Black's Time Machine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang