5. Dhava: Ketua OSIS

10 2 21
                                    

Pada dini hari tadi, pembina OSIS memaksa mataku terbuka begitu segar bahkan sebelum ayam berkokok.

"Lang! Manéh geus otw?" aku melangkah cepat membawa tas dan almamaterku seadanya, seragam yang ku kenakan hari ini juga masih belum dimasukkan ke dalam celana. Belum lagi rambutku yang masih basah setelah mandi. Ufuk timur masih baru menunjukkan seberkas cahaya tipis dan udara masih terasa dingin menusuk ketika aku menyalakan vixion yang biasa kupakai pergi ke sekolah. Setelah mendengar jawaban dari Gilang, aku lalu memutus sambungan telepon tanpa mengucap apapun lagi.

(Tl: Lang, kamu sudah otw?)

"Ai sia pagi buta kayak gini mau kemana?" bapak yang masih menggunakan setelan tidurnya bertanya padaku. Aku tengah mengenakan sepatuku saat bapak datang dengan muka bantalnya.

"Di suruh ke sekolah sama pembina, pak." dengan terburu-buru aku menggendong ranselku yang berisi beberapa buku lalu menggantung almamater di tali ranselku. Tak lupa aku berpamitan pada bapak yang mau tak mau kutinggal sepagi ini.

Mengendarai vixion yang berderu cukup nyaring, aku mulai meninggalkan pekarangan rumah dan melintasi jalanan yang masih sangat sepi menuju sekolah. Angin yang menusuk memasuki rongga bajuku tak kuindahkan.

Setengah jam sebelumnya grup chat khusus pengurus OSIS ramai dengan Lia yang dikabarkan tentang penemuan vandalisme di depan kantor kepala sekolah. Berisi ancaman dengan cat berwarna merah. Para petugas kebersihan yang biasanya tinggal di sekolah yang pertama kali menemukannya, mereka mengaku tidak melihat seseorang masuk semalam.

Aku semakin memacu motorku, setibanya di sekolah pun belum ada satpam yang berada di tempat. Gerbang paling depan hanya terbuka kecil, juga rasanya sedikit aneh melihat tempat parkir yang kosong. Aku bertemu dengan Lia yang baru saja turun dari taksi online-nya. Kami jadi berjalan beriringan menuju lokasi kejadian.

"Pak pembina udah nunggu di depan ruang kepsek." ujarnya. Lia belum terlihat rapih, ia juga pasti terburu-buru datang kemari karena dialah yang pertama kali dihubungi oleh pembina. Kami mulai memasuki gerbang kedua dan langsung berbelok ke tangga yang mengarah ke lantai dua tempat ruang kepala sekolah dan kesiswaan berada. Di sana sudah berdiri beberapa orang diantaranya Gilang, Fasya, Pak pembina, dan seorang petugas kebersihan yang sekaligus penjual si kantin berdiri menghadap ke sebuah tembok yang menjadi korban terror.

"Akhirnya kamu datang." Pak Hadi, pembina OSIS menangkap kehadiranku dan Lia. Ia pun mulai menjelaskan semua kesaksian dari Mang Roban selaku orang pertama yang melihat tkp. Yang Mang Roban dan Pak Hadi jelaskan tidak beda jauh dari pesan yang Lia forward di grup pengurus OSIS.

Mereka sudah mengecek monitor di ruang kesiswaan. Kamera pengawas juga tidak menangkap gerak-gerik mencurigakan, itu artinya sang pelaku tahu betul posisi tirik buta kamera tersebut. Jika begini, seisi sekolah bisa jadi terduga pelaku.

"Kepala sekolah meminta biar barang bukti ini disembunyikan dulu, dan jangan dihapus." Pak Hadi memutuskan. Dalam kalimatnya, Pak Hadi secara tersirat menyuruh aku dan anggotaku untuk mencari solusi. Sial.

Pada akhirnya aku memberi usul untuk memajang salah satu lukisan besar yang ada di ruang kepala sekolah. Lukisan itu punya nilai estetika, sehingga orang yang lewat hanya akan berpikir jika pihak sekolah dengan sengaja menghiasi dinding yang polos itu, bukan? Kami beruntung saat itu kami punya waktu sebelum ada seorang siswa yang datang. Coretan di dinding itu kini tertutup sempurna dengan sebuah lukisan bergambar danau yang cantik.

Awalnya Pak kepala sekolah menolaknya dan Pak Hadi nyaris menyercaku dengan ide ini dengan alasan bahwa Pak kepala mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk benda bernilai seni ini. Padahal mereka sudah seenaknya menyeretku dan anggotaku dari tempat tidur, lalu seolah hal itu tidak cukup mereka lalu melemparkan sebuah kasus teror pada kami. Pada akhirnya mereka menyetujuinya karena mereka sendiri tidak menemukan cara yang lebih baik. Semoga saja tidak ada tangan yang cukup iseng untuk melihat kondisi tembok dibalik lukisan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Roda Gigi Terkecil SekalipunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang