Chapter 11. Affaire

12 6 0
                                    

Marie memang memikirkan pesta teh Adeline dan percakapan yang terjadi didalamnya. Ia menimbang-nimbang keterkaitan perkataan mereka dengan hidupnya. Apabila ia melanjutkan hubungannya dengan Janvier, pastilah akan ada beberapa kontra yang terjadi.

Marie akui ia sebetulnya terlampau jauh memikirkan hubungannya dengan Janvier. Ia masih berinteraksi santai dengan Janvier dan belum ada tanda-tanda percikan cinta tetapi sudah memikirkan sampai pada hubungan serius. Marie ingin mencegah pikirannya terlalu jauh berkelana, tetapi ia juga tidak memungkiri bahwa ia sangat menaruh hatinya pada pemuda tersebut.

Meskipun begitu, Marie bukanlah pribadi yang memikirkan sesuatu yang negatif berlarut-larut. Ia menyimpan dalam hati saran dan pandangan mereka. Ia juga kembali mengingat bahwa ia memiliki interaksi biasa saja dengan Janvier sehingga memutuskan untuk tidak merubahnya.

Seperti rutinitasnya tiap menjelang makan malam, ia akan mengunjungi Auvergnat. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk berbincang dengan pemuda dengan fitur wajah asing di Soverain. Rambut hitam pekat hingga menyerupai biru yang mudah dikenali Marie meskipun hanya melihat dari belakang.

"Selamat malam, Tuan Janvier," sapa Marie.

"Lady?" Janvier membelalakkan matanya terkejut. Dari dekat, Marie dapat melihat iris matanya yang berwarna biru pucat dengan bulu mata yang lentik. Bila hanya melihat sekilas, orang lain akan mengira Janvier adalah pribadi yang dingin seperti kesan yang ditimbulkan matanya. Namun, pada kenyataannya sifatnya begitu canggung dan malu yang mana itulah yang membuat Marie merasa tertarik padanya.

Janvier segera berdiri dan memberi salam lalu menarik kursi dan mempersilakan Marie untuk duduk. Hal itu sudah menjadi kebiasaan Janvier karena Marie yang belakangan ini selalu menyambanginya di Auvergnat.

"Bagaimana harimu, Tuan?" Marie bertanya dan melempar senyum manis padanya.

Janvier melihatnya dan merasa pipinya memanas. Meskipun pertanyaan basa-basi itu yang terus terlontar ketika saling menyapa Janvier tetap merasa gugup dibuatnya. Ia memilin jemarinya dibawah meja. "Saya baik-baik saja, Lady. Saya harap Lady mengalami hari-hari yang baik dan penuh berkat."

"Anda benar. Saya mengalami hari yang baik. Terutama setelah bertemu dan berbincang dengan Tuan Janvier di tempat ini." Marie melontarkan sebuah candaan padanya.

Janvier merasa tersipu mendengarnya.

"Lady, tolong jangan seperti itu apalagi di tempat umum seperti ini. Orang lain dapat mendengar Anda dan kemungkinan akan berpikir buruk tentang Anda," kata Janvier dengan wajah memelas. Perpustakaan Auvergnat selalu ramai sehingga kemungkinan besar pembicaraan mereka akan terdengar. Salah sedikit dalam berbicara dapat menimbulkan rumor yang berbau tidak sedap.

"Mengapa saya harus menahan diriku mengungkapkan sebuah fakta?" Marie bertanya lagi, tetapi ketika melihat Janvier panik, ia menyudahinya. "Saya berada disini untuk urusan bisnis oleh karena itu saya senang bertemu dengan Anda. Anda adalah seorang scribe, bukan? Ayah saya ingin membuat salinan dokumen miliknya sehingga ia mencari seorang scribe. Apakah kamu bersedia untuk bekerja pada Ayah saya?"

"Saya pikir saya dapat melakukannya, tetapi saya merasa lebih baik melihat dokumennya terlebih dahulu. Lady, bolehkah saya bertanya mengapa Anda menawarkan saya untuk menyalin dokumen dari Count Schneider?"

"Saya menawarkannya pada Anda karena saya mengenal Anda," jawab Marie dengan tanda tanya dalam suaranya. "Ya, karena aku mengenal Tuan. Tuan Janvier juga merupakan anak dari Priest Théodore yang terkenal di Auvergne. Semua masyarakat Auvergne pasti mengenal keluarga Théodore sehingga kemungkinan besar memiliki citra yang baik," jelas Marie pada Janvier.

Janvier mengangguk menanggapi Marie. "Anda benar, Lady. Jika seperti itu, saya harus melihat terlebih dahulu dokumen yang akan disalin, Lady."

Marie tersenyum sumringah, tetapi tetap menahan agar tidak terlalu antusias. Ia memiliki ide ini semenjak dua hari lalu berkata ingin menyalin dokumen miliknya. "Jikalau keputusan Anda seperti itu, saya akan mengatakannya pada Ayah saya. Saya akan menghubungi Anda sehingga Anda bisa mendatangi kediaman Schneider."

"Baiklah—Apa yang Anda maksud dengan mendatangi kediaman Schneider?" Janvier dengan sifat mudah terkejutnya, hampir berdiri begitu mendengar penuturan Marie.

"Saya akan mengatakannya pada Ayah saya, Count Schneider. Saya akan menghubungi Anda lewat surat ataupun mengatakannya pada hari Minggu sehingga Anda bisa mendatangi kediaman Schneider," jelas Marie sekali lagi. Marie masih antusias untuk mengutarakan idenya.

"Apakah tidak apa-apa apabila saya mendatangi Kediaman Schneider? Anda tidak perlu mengundang saya yang seperti ini ke kediaman Anda." tanya Janvier padanya.

"Mengundang Anda yang seperti apa? Akan tetapi, bukankah biasanya memang seperti itu sehingga dokumennya tetap terjaga kerahasiaannya?" Marie bertanya padanya dengan wajah bingung.

"Saya ... belum pernah melayani bangsawan secara khusus sehingga tidak mengetahui bagaimana mestinya...." Janvier menjawab pelan.

"Oh..." Marie kehabisan ide untuk berkata-kata lagi. "Ah, baiklah saya akan mengatakannya pada Ayah saya terlebih dahulu."

"Baiklah, saya akan menantinya. Terima kasih atas penawarannya, Lady."

"Terima kasih kembali. Apakah saya boleh tahu apa yang sedang Tuan tulis?"

"Ah, kebetulan saya sedang menyalin bahan pembelajaran untuk anak-anak kecil di Sekolah Kecil. Bahan pembelajaran disini dibuat oleh Priest dan Deacon di Sosltice. Anda dapat membacanya jika Anda ingin, Lady," jawab Janvier.

"Wah, benarkah? Saya ingin melihatnya jika Tuan memperbolehkannya."

Marie menerima kumpulan kertas yang diberikan Janvier kepadanya. Ketika Marie melihatnya, buku itu memuat tulisan tangan dengan huruf bersambung yang rapi. Ini pertama kalinya Marie melihat tulisan tangan Janvier yang ternyata begitu indah sehingga ia tanpa sadar meraba dimata tulisan Janvier terpatri. Buku itu hanya memuat tulisan dan tampaknya ditujukan untuk para pengajar dan klerus di Gereja Solstice.

"Tulisan tangan Tuan sangat rapi dan cantik. Tuan dianugerahi bakat yang mengagumkan," puji Marie padanya.

"Lady terlalu memuji. Tulisan saya tidak seindah-"

"Tuan Janvier Théodore." Marie berucap pelan dan menaruh tangannya lembut di atas tangan Janvier. Janvier terpaku dan tidak menyangka gestur yang dilakukan Marie kepadanya. Pandangannya tidak fokus dan akhirnya ia hanya bisa menatap tangannya yang terasa hangat.

"Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain. Memang terkadang kita merasa rendah diri dan tidak semenarik bayangan kita. Akan tetapi, percaya dirilah dan jadikan pujian sebagai sesuatu yang akan membantumu meningkatkan dirimu.

"Ini berlaku juga untukku. Meskipun aku juga mengatakan hal ini, terkadang rasa rendah diri dan tidak percaya diri itu tetap menyerangku. Akan tetapi, kita harus tetap percaya diri," jelas Marie.

"Benar, Lady. Maafkan saya karena berlaku seperti itu. Lady juga tidak seharusnya merasa rendah diri karena Lady juga benar-benar menawan."

Marie menarik tangannya dan menutup mulutnya, terkejut dan malu. "Tuan Janvier jangan terlalu memuji seperti itu."

"Tuan Janvier juga jangan seperti itu."

"My Lady."

"Tuan Janvier."

Seperti adegan klise romantis, Marie dan Janvier saling menatap lalu mereka tertawa geli bersamaan.

tbc.

***

Duh, ku bingung bagaimana menulis adegan romance apalagi menulis dengan latar bukan zaman modern. Gk bisa nongkrong, cafe date, aquarium date, masak2 date, date date apalah itu.

Ide awal ini juga mau menulis slowburn romance tp kayaknya ak gak sanggupp /angkat tangan
Anyway, semoga kalian menikmati ceritaku ini. Aku menerima vote, kritik dan saran ehehe.

A Seer's Beyond SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang