●11●

3.8K 194 9
                                    

Jangan lupa VOMEN ƪ⁠(⁠‾⁠.⁠‾⁠"⁠)⁠┐

Jantung Daffa berdetak dengan cepat saat melihat Papa sudah kembali dan membawa Popok ditangannya. Sial!, pokoknya dia nggak mau dipakein popok, Penghinaan berencana ini namanya!

Papa meletakkan Popok, krim pencegah ruam,tisu basah dan bedak dibawah kaki Daffa. Sebelah tangannya menggenggam kedua kaki Daffa untuk dinaikkan keatas agar mudah untuk dibersihkan menggunakan tisu basah dan dipakaikan krim ruam dan bedak.

"akhh" Daffa memekik kecil saat Papa memegang kedua kakinya dan menaikkannya keatas.Dia menoleh kebawah dengan marah, Berniat protes. Tapi Matanya malah menangkap hal lain, Matanya membelalak kaget saat melihat barang kebanggaannya yang berada diantara kaki ternyata sudah mengecil!?, menciut?!, Dan bahkan sekarang berubah warna menjadi Pink!? Nggak! Nggak mungkin! Matanya mulai memanas kembali, bibirnya bahkan sedikit bergetar menahan Isak tangis. Padahal sebelumnya warnanya kan coklat, sekarang jadi pink! Dan u-ukurannya, Daffa rasanya nggak sanggup njelasin selanjutnya.

Daffa mulai terisak kecil, Kakinya ia gerakkan dengan keras untuk lepas dari genggaman Papa. Papa mengerutkan keningnya.

"What wrong Prince? Apakah kamu kesal karena kedinginan? Maafkan Papa, Papa akan memakaikanmu popok dan pakaian hangat dengan cepat oke? Setelah itu kita dapat mengambilkanmu susu hangat, kedengarannya bagus bukan?" Ujar papa dengan senyum simpatik, sebelah tangan yang tidak menggenggam kaki Daffa, membuka tempat tisu basah dan mengambil 2 lembar tisu basah.

Daffa masih terisak kecil, ia tidak perduli dengan apa yang Papa katakan atau apa yang dia lakukan. Ia memejamkan matanya, berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk yang datang karena ia tertidur setelah kelelahan bekerja. Tapi sepertinya Papa berniat menyadarkan Daffa bahwa semua ini nyata dan bukan mimpi.

Daffa tersentak kaget saat Ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh Pantatnya, Dia meringis ngilu karena sesuatu yang dingin itu menyentuh pantatnya yang sakit. Menoleh kebawah lagi, lalu melihat bahwa salah satu tangan Papa menggenggam tisu basah yang diarahkan ke pantatnya. Ia Menggerakkan badannya kekiri untuk menghindar dari sentuhan Papa, Tapi Papa tidak bergeming sedikitpun dan malah mengusap kakinya. Dia mau teriak kayak tadi tapi saat melihat mata Papa yang berkilat penuh peringatan dia gak jadi teriak, Sekarang dia pasrah dulu.

Papa mengusap bagian bawah Daffa dengan Tisu basah, mulai dari sela pantat hingga kepenis Daffa. Dia melakukannya dengan hati-hati saat mendengar Daffa meringis kembali, ia mengusap kaki Daffa agar dia tenang.

Setelah melihat Daffa sepertinya tidak memberontak lagi ia menyunggingkan senyum kecilnya, melanjutkan kegiatan membersihkan Daffa dengan telaten, kemudian setelah dirasa sudah bersih, ia membuang tisu basah bekas ketempat sampah disamping meja ganti, lalu mengambil sesuatu dirak dimeja ganti, itu adalah krim pereda nyeri, dia membuka tutupnya dan menekannya sedikit agar krimnya keluar, mengusapnya ke pantat merah Daffa sesekali menepuknya dengan lembut saat Daffa meringis kesakitan lagi setelah itu Daffa terlihat tenang sepertinya krimnya bekerja. menutup krim pereda nyeri lalu menyimpannya kembali kedalam rak.

Selanjutnya membuka wadah krim ruam dan mengambilnya sedikit, diratakan ditangan kemudian dia usapkan secara merata diseluruh bagian privasi Daffa khususnya area lipatan yang rawan ruam.
Dirasa sudah merata ia membersihkan tangannya dari krim ruam, lalu mengambil popok yang sudah dia siapkan, Popok yang bergambar hewan itu ia bentangkan, dia  mengangkat pantat Daffa sedikit untuk meletakkan popok dibawah pantatnya. popok sudah diletakkan dibawah pantat Daffa dengan apik

Dan terakhir dia mengambil wadah bedak bayi, menepuk puff pada bedak, agar bedak tertempel pada puff. Mengangkat pantat Daffa lagi, Lalu menepuk kan puff tadi kepantat Daffa, setelah pantat Daffa rata oleh bedak, Papa menurunkan Daffa, menepuk puff kearea privasi Daffa. Kini Pantat dan area privasi Daffa terlihat seperti mochi yang tertutupi tepung. Papa menutup wadah bedak, melepaskan perekat popok lalu menutup Popok dan merekatkannya kembali. Memastikannya  tertutup dengan erat dan tidak lepas. Menepuk bagian depan popok dengan lembut, Papa tersenyum senang melihat betapa patuhnya Daffa sekarang.

"Pintarnya anak Papa" Ujar Papa sambil mengecup perut Daffa.

"Tetap disini sayang, Papa akan mencarikanmu baju hangat dan kamu bisa meminum susu hangatmu hm" Papa berjalan ke lemari, membukanya dan mengambil sebuah pakaian, menutupnya kembali. Dan kembali kemeja ganti.

Daffa yang sedari tadi diam, melihat dengan kaku pakaian yang dibawa Papa. Matanya memicing dengan ekspresi tidak nyaman, kayak kostum kalo menurutnya, udahlah warna ijo, dan eh! ada ekornya juga anjer! Ekspresi Daffa semakin jelek saat tau kalau dia bakalan dipakein kostum itu.

'ini kadal? Apa buaya ya?' Daffa sekarang hanya bisa pasrah, tapi nggak tau kalau nanti:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'ini kadal? Apa buaya ya?' Daffa sekarang hanya bisa pasrah, tapi nggak tau kalau nanti:)

"Liat sayang Onesie dinosaurus ini, lucu sekali bukan? Dan bayi Papa yang juga lucu ini akan memakainya!" Ujar Papa dengan riang.

Daffa hanya terdiam melihat keantusiasan Papa, 'Gue kira tadi Buaya njir, ternyata dinosaurus toh~, jauh amat gue nebaknya' Batin Daffa yang berisik tidak seperti raut wajahnya yang datar. Daffa mengerutkan keningnya saat merasakan tangan papa dibawah tubuhnya, dia merasakan tubuhnya sedikit diangkat dan kemudian diletakkan kembali. Daffa melihat Papa yang sedang memakaikan baju untuknya, dari memasukkan kakinya kelubang bajunya dan kemudian tangannya. Daffa tetap diam saat Papa mendudukkan dirinya, untuk dipakaikan tudung Onesie.

Papa tidak bisa menahan kegemasannya melihat betapa menggemaskannya Daffa sekarang. Dia mengangkat Daffa kegendongan koalanya. Dan kemudian menciumi kedua pipi Daffa dengan gemas.

"Mmm" Daffa menoleh kekanan-kekiri menghindari ciuman brutal Papa. Tangannya ia angkat hendak memukul Papa tapi ia teringat kembali peringatan Papa tadi, jadi dia mengubahnya menjadi menepuk pipi Papa berulang kali untuk berhenti menciumi pipinya.

"Haha, baiklah-baiklah Papa akan berhenti" Papa terkekeh kecil, saat wajahnya ditepuk berulang kali oleh Daffa. Kekehannya berhenti saat ia mendengar bunyi perut Daffa.

Wajah Daffa memerah malu saat perutnya berbunyi dengan kencang, Dia yakin pasti Papa juga mendengar bunyi perutnya yang keras. 'Anjing, malu banget gue' batin Daffa.

"Apakah Bayi Papa lapar? Kalau begitu ayo sekarang kita mengambilkanmu susu hangat yang enak" Ujar Papa sambil berjalan keluar dari kamar dengan Daffa digendongannya.

"nggak mau" Daffa bergumam menolak. Tapi yang Papa dengar justru

"Ma? Apakah kamu rindu dengan Mama? Papa kira kamu adalah bayi Papa, ternyata kamu adalah Bayi Mama. Aww Papa jadi sedih" Daffa tidak menghiraukan Ekspresi alay Papa yang dia pikirkan adalah ucapan Papa. Dia bilang tadi Mama? Jadi, ternyata ada dua orang gila yang menculiknya! Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!

IM NOT A BABY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang