Diam, Kaysan hanya bisa diam dengan raut datar dan manik tajam yang menatap manik hitam jernih milik Joe. Sulit dibaca tatapannya itu.
Joe terlihat menunggu padahal didalam lubuk hatinya tidak siap mendengar apa yang akan Kaysan katakan. Karena memang alasannya melabrak Kaysan agar bisa mendapatkan kartunya lagi, bukan meminta penjelasan atas kelakuan lelaki itu.
Tidak mau tahu, tidak mau ribet, tidak mau kepikiran. Biarkan saja apa yang mau cowok itu lakukan. Joe tidak peduli.
Setelah hampir setengah menit Kaysan menghembuskan nafasnya pelan, tatapannya lebih bisa terbaca. Lelaki itu menatap Joe, lembut.
"Udah tau ya?" tanya cowok itu dengan nada rendah padahal sudah jelas jawabannya.
"Jelasin!" tuntut Joe.
Lagi, Kaysan menghembuskan nafasnya. Lelaki itu berdiri dari duduknya, mendekati Joe yang berdiri dihadapannya.
Joe mengangkat tangan, menahan Kaysan untuk dekat dengannya dan sukses membuat Kaysan menahan pergerakannya. Sepertinya Joe sudah tidak ingin mendengarkan penjelasan cowok itu.
"Balikin kartu gue." titah Joe dengan nada sinis namun volume suaranya mengecil.
Grep
Joe menegang, kaget. Kaysan tiba-tiba memeluknya, meskipun terhalang meja ia tetap kaget. Apalagi saat cowok itu mengusap surai hitam legam milik Joe. Terakhir kali ia mendapatkan pelukan adalah saat kelas lima SD, itu juga ketika ia tidur.
Kaysan bertingkah seperti menenangkan Joe, mengusap terus surai lembut Joe. Tapi bukannya tenang Joe malah mendorong Kaysan sampai bagian belakang tubuhnya mengenai kursi. Anggaplah Joe kasar, tapi Kaysan kurang ajar kan?
Kaget karena tiba-tiba dipeluk oleh lawan jenis, memori saat Kaysan memeluk pacarnya membuat Joe refleks mendorong Kaysan. Meskipun ada sedikit rasa nyaman karena tidak pernah mendapatkan pelukan lagi.
Mengingat Kaysan yang berpelukan dengan Tasya membuatnya menyesal telah menyangkal bahwa Kaysan playboy, cowok itu bahkan memeluk cewek lain saat ia memiliki pacar.
Joe jadi merasa seperti simpanan, diberi hadiah, dipeluk-peluk.
Gadis itu mengepalkan tangannya, ingin menampar atau meninju wajah cowok itu tapi diurungkan karena teman kelasnya baru saja datang.
"Kurang ajar," desis Joe pergi meninggalkan Kaysan yang menatapnya seakan Joe melakukan kesalahan besar.
Pelukannya ditolak.
****
Tepuk tangan untuk Kaysan, sekarang Joe tidak jadi meminta kartunya dan ini membuat Joe terus terjerat oleh kelakuan lelaki itu. Licik, benar-benar licik. Joe juga terlalu naif, menganggap semua sederhana padahal itu semua tidak sesederhana yang dibayangkan.
Inilah titik lemah Joe, terlalu fokus pada tujuan awal tanpa mengalihkan dengan hal lain.
"Hadiah lo dikasihin semua ke Kaysan? Padahal gue mau lagi, Jo." Bisik Nadia.
Nadia yang datang kedua setelah salah satu teman kelas mereka datang. Gadis itu memerhatikan Kaysan yang tengah membereskan cookies, cokelat dan bouquet.
"Suratnya juga lo kasihin, Jo?"
Joe mengangguk, wajahnya masih sama datar saat melabrak Kaysan. Mood nya jelek.
Joe mengangkat kepalanya saat Nadia menyodorkan cokelat yang ia berikan kepada gadis itu.
"Supaya gak badmood, abis dipalakin sama makhluk itu," ucap Nadia polos, berlalu menuju mejanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is This Reality?
Teen Fiction"Aku siap ada di sisi kamu dalam keadaan apapun, meskipun kamu ragu. Tapi aku gak akan ragu untuk tetap mendampingi kamu." Dia adalah Kaysan. Kalau ada kata lebih dari tulus, itu Kaysan. **** Joe mengakui bahwa perasaannya untuk Kaysan hanya sebatas...