Happy reading!
====
Naora membawa kedua kakinya berayun menuju ruang makan dengan dahi berkerut. Pukul enam pagi dan telinga Naora menangkap suara-suara yang tak biasa dari arah ruang makan. Celotehan Leoni dan sesekali terdengar suara Arzan menyahut di sela-sela ucapan Leoni. Luar biasa. Biasanya Arzan sudah berangkat pagi-pagi, mungkin menjemput asisten pribadinya terlebih dahulu atau langsung ke kantor—entahlah, Naora sudah lelah berspekulasi soal ini. Leoni sendiri tidak biasanya sarapan lebih awal. Ada apa dengan mereka berdua? Apakah mereka berdua tengah merayakan sesuatu yang tak diketahui Naora?
"Selamat pagi, Semua," sapa Naora sembari membawa tubuhnya duduk di depan kursi Leoni, sedangkan Arzan duduk di kepala meja. Berbeda dengan Arzan yang membalas sapaan Naora dengan bergumam, Leoni langsung berceloteh dengan riang.
"Pagi, Mama. Hari ini Papa mengajak kita makan malam bersama dong, Ma." Leoni langsung menjawab pertanyaan di kepala Naora dan seketika membuat tangan wanita itu menggantung sejenak di udara.
"Oh ya?" Naora memandang bertanya ke arah Leoni, dan langsung ditanggapi dengan anggukan oleh Arzan. Whoah. Naora tak mengerti apa yang tengah terjadi dengan Arzan. Setelah semalam Naora mendapati Arzan membelikan Leoni mainan lego seri terbaru, hari ini Arzan mengajak mereka makan bertiga. Well, Naora merasa layak curiga dengan kebaikan dadakan ini. "Apa ada yang harus kita rayakan, Leoni? Kayaknya tidak ada yang berulang tahun hari ini."
"Leoni kepingin kita makan bertiga seperti dulu." Arzan membuka mulutnya terlalu cepat, mengundang kepala Naora berpaling ke arah suaminya.
"Oh." Naora mengangguk. Kendati jawaban itu kurang memuaskan tetapi dengan bijaksana wanita itu tak bertanya lebih lanjut. Naora tak ingin menodai keceriaan yang dirasakan Leoni.
"Kata Papa, aku boleh memilih restoran tempat nanti kita makan malam, Ma. Asyik, kan? Hm, aku kepingin makan yang ada ice cream lucu-lucu itu, Ma. Boleh kan, Pa?" Dengan mulut penuh roti, Leoni masih bertahan dengan celotehannya. Sepasang mata Leoni kini memandang Arzan yang sedari tadi sibuk dengan sarapannya.
"Boleh," jawab Arzan singkat. Naora hanya melirik sebentar.
"Maksudmu restoran Blue Pearl yang punya ice cream dessert lucu itu?" tanya Naora memastikan sembari memotong omeletnya dengan garpu. Leoni seketika mengangguk antusias. "Kalau begitu Mama akan booking untuk nanti sore pukul enam. Mama akan jemput kamu pukul setengah enam, Leoni."
"Mama jangan jemput aku. Aku mau minta antar Om Vikal saja. Aku kan sudah besar, Mama. Berani berangkat sendiri," protes Leoni cepat.
"Oke. Oke, kalau kamu bersikeras. Nanti Mama akan bicara ke Om Vikal. Kamu telepon Mama kalau sudah berangkat, Leoni."
"Baik, Ma." Leoni menyeringai senang.
"Aku harus pergi sekarang," kata Arzan setelah mengelap mulut dari sisa orange juice yang barusan dia tandaskan. Arzan beranjak dari kursi dan mencium pucuk kepala Leoni sejenak.
"Dadah, Papa." Leoni mengangkat kepalanya dari gelas susu di tangannya.
"Mama akan antar Papa sebentar ke depan, Leoni." Naora mengangkat pantatnya dari kursi, tetapi Arzan mencegahnya berdiri.
"Tak perlu, Naora. Kamu temani Leoni saja. Selamat pagi." Mendengar permintaan Arzan untuknya, Naora mengembalikan tubuhnya lagi ke atas kursi.
"Oke. Selamat pagi. Hati-hati menyetir." Naora hanya memperhatikan punggung Arzan menghilang dari balik tembok. Tebersit dalam benak Naora, ke mana perginya getaran yang dulu dia rasakan setiap kali memandang Arzan? Attachment yang dulu dia rasakan kepada sosok suaminya itu kini terasa sudah menguap begitu saja dari dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dangerous Affair
Ficción GeneralWarning : 21+ Kesuksesan Naora Delmar sebagai seorang pengusaha wanita, ternyata tidak dibarengi dengan kesuksesannya dalam berumah tangga. Ia harus menerima kenyataan bahwa suaminya, Arzan Zahair, sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Arzan yan...