45. Road to... (2)

226 48 1
                                    

Najefan

Kini ia tengah duduk dengan hati gelisah, sembari tangannya tak lepas menggenggam tangan Mamak yang sedang melamar Karina secara resmi.

"Sebelumnya saya harus meminta maaf terlebih dahulu kepada orang tua Karina, yang saat ini diwakili oleh Bu Yuniar," begitu Mamak bicara dengan tenang seolah tak terpengaruh tatapan tajam penuh rasa ingin tahu Mas Tama dan Mas Sada yang duduk di seberang mereka.

"Karena perbuatan tercela anak kami yang bernama Najefan, membuat masa depan Karina berubah drastis."

Mama Karina tersenyum dengan wajah penuh pengertian ke arah Mamak. Tapi tidak dengan Mas Tama dan Mas Sada yang terus saja mengernyit terheran-heran melihat Mamak bisa bicara dengan lugas dan lancar.

"Terima kasih juga kami ucapkan pada keluarga besar Karina, karena telah menerima kedatangan kami dengan tangan terbuka," Mamak kembali melanjutkan.

"Maaf, kami hanya bisa datang berdua. Karena Ayah Nana... maksud saya Jefan, sudah meninggal lima belas tahun yang lalu."

"Sebenarnya kami masih memiliki saudara lebih tua. Tapi karena pertemuan bertempat di rumah sakit, mungkin lebih baik jika tak terlalu banyak orang yang datang."

Mama Karina kembali mengangguk sambil tersenyum. Tapi lagi-lagi tidak untuk Mas Tama dan Mas Sada yang masih saja terpukau melihat Mamak bicara."

"Saya, Cut Rosyida, ibu kandung dari Arka Najefan..."

Ia semakin mengeratkan genggaman ke tangan Mamak.

"Dengan ini mengajukan pinangan pada putri Ibu Yuniar dan Bapak, yang bernama Kath..."

"Katherina Giannis," bisiknya di telinga Mamak.

"Katherina Giannis," ulang Mamak dengan suara yakin. "Tapi mohon maaf, karena kami belum memiliki persiapan apapun. Tak membawa apa-apa ke sini sebagai tanda pengikat..."

Mama Karina tertawa sembari menitikkan air mata, "Nggak papa," begitu kata Mama Karina dengan suara serak. "Nggak papa."

Mas Tama dengan cepat mengulurkan selembar tisu ke arah Mama Karina. Kemudian berpindah duduk menjadi lebih dekat sembari merangkul bahu Mama Karina dan mengusapnya perlahan.

"Terima kasih atas kehadiran Ibu dan Jefan di sini," lanjut Mama Karina seraya beberapa kali menyusut sudut mata. "Maaf serba terbatas."

Mamak tersenyum mengangguk penuh permakluman.

Sementara Mama Karina kembali menyusut air mata yang kini justru semakin menganak sungai. Membuat Mas Tama kembali mengusap-usap lengan Mama Karina sembari membisikkan sesuatu.

Dalam sekejap suasana mendadak berubah menjadi mengharu-biru. Beberapa kali Mamak juga ikut menyusut sudut mata meski tak sampai berlinangan.

Selama kurang lebih sepuluh menit, Mama Karina hanya terdiam sembari terus terisak. Namun sesekali mengangguk-anggukkan kepala saat mendengar bisikan dari Mas Tama. Sementara Mas Sada berkali-kali mengusap dan menepuk-nepuk punggung Mama Karina.

Selang beberapa saat kemudian, setelah tangis Mama Karina mulai mereda, barulah Mas Tama angkat bisacara.

"Terima kasih banyak atas kehadiran ananda Najefan dan Ibu di rumah sakit tempat Papa kami dirawat."

Kali ini suara Mas Tama terdengar lebih ramah dan menyenangkan, jauh berbeda dibanding ketika berbicara dengannya selama ini. Yang terlalu tegas bahkan setengah membentak.

"Saya, mewakili kedua orang tua kami, menerima pinangan yang tadi disampaikan oleh Ibu Cut Rosyida," lanjut Mas Tama.

"Semoga dengan adanya pertemuan dua keluarga ini, bisa semakin mempermudah dan memperlancar hal-hal yang akan dilakukan kedepannya."

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang