Chapter 23 - Spoiler Bab

42 3 0
                                    

🦊🦊🦊


"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Andin basa-basi sedikit memperpanjang waktu bertemunya dengan Al malam itu.

"Aku baru saja bertemu dengan klien di sekitar sini. Dan kebetulan... tidak sengaja melihatmu." jelas Al setengah berbohong. Tidak tahu saja, kalau dia memang sengaja datang ke Amsterdam untuk menemui wanita pujaannya.

"Apa aku mengganggu?"

Andin menggeleng, "Tidak."

Al tersenyum senang.

"Kau tampak bahagia." Celutuk Andin tiba-tiba. Dari awal kedatangan Al, dia melihat kalau pria ini terus tersenyum.

Kalau saja dia tidak mengenal orang seperti apa Al, mungkin dia akan menganggap kalau Al adalah orang yang ramah dan juga murah senyum.

Nyatanya pria yang terus menarik bibirnya melengkung tampan ini sangat dingin sekali sikapnya, selalu semena-mena, dan jarang sekali ramah pada orang sekelilingnya.

"Karena aku bertemu denganmu, itu sebabnya aku bahagia." Aku Al jujur.

"Karena aku?" tunjuk Andin pada dirinya sendiri.

"Ya, karena kau. Jujur, aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya bertemu dengan seseorang." tambah Al kemudian.

Andin mematung mendengar jawaban tersebut.

"Tapi kau baru saja mengenalku?"

"Bahkan kalau pun aku baru saja mengenalmu, kenyataannya aku senang bisa berjumpa denganmu, Andini." kata Al bicara dengan tulus.

Andin terdiam tak bisa menanggapi pengakuan tulus pihak lain. Ini bukanlah pertama kalinya dia mendengar pengakuan terang-terangan dari pria di depannya. Karena dulu pun, pria yang di capnya sebagai lelaki tak tahu malu itu pernah membuat pengakuan serupa.

.
.

"Kau tahu itu percuma, kan? Sekeras apa pun kau mengusirku pergi, aku tak akan pergi sebelum kau jadi kekasihku, Andinku sayang." Al remaja dengan tatapan sombongnya mendeklarasikan diri pada gadis yang ia cinta.

Andin yang masih tampak polos, mengenakan jersey olahraga biru putihnya tampak tercengang. Ia menggeram kesal lalu berkata, "Apa kau memang orang yang seperti ini Aldebaran? Tak tahu malu?!"

Al mengangkat dagunya tinggi-tinggi, "Punya malu tak akan bisa membuatmu menerimaku, kan? Jadi, buat apa aku pura-pura malu di depanmu."

"Dasar kau bodoh!"

"Aku bodoh karena kau."

"Erghhh... Dasar menyebalkan!" geram Andin jengkel sekali dengan ulah Al yang tidak lelah mengganggunya.

"Harus kuapakan kau supaya tak muncul lagi di hadapanku?" erang Andin sangat frustrasi.

Al menyeringai, "Jadikan saja aku pacarmu. Aku janji tak akan muncul di hadapanmu."

Andin mengangkat alis kanannya, merasakan firasat buruk tiba-tiba dari laki-laki yang mencegatnya di koridor Academy Skating sore ini. "Kau serius?"

"Tentu saja tidak. Dasar Andini bodohh!" balas Al tak mau kalah seraya menahan tawanya.

Ughh!


.

Andin menunduk, meremat paha kirinya dengan tangannya yang bebas. Sudah lima belas menit berlalu dan Sean belum juga kembali.

Al juga diam, menunggu Andin bicara.

"Apa aku terlalu blak-blakan padanya?" tanya Al memikirkan sikapnya barusan.

Tapi dia memang orang yang seperti itu, tidak suka bicara bertele-tele. Jika dia bisa menyatakan langsung apa maksud dari keinginannya, untuk apa bicara berputar-putar yang ujungnya menyiratkan hal yang sama. Bukankah hal yang seperti itu hanya membuang waktu saja?

Andin melirik dengan matanya ke arah Al. Kemudian terkejut mendapati pria itu masih menatapnya. Dia menekan kembali dadanya yang bertalu-talu, takut kalau pria di sampingnya itu bisa mendengar suara keras dari detak jantungnya.

Musimnya Cinta (Season's Of Love Series/SoL) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang