TIGA PULUH DUA

34 12 57
                                    

Hanny dan Jansen masih duduk berdampingan di sofa ruang tamu rumah Sigit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanny dan Jansen masih duduk berdampingan di sofa ruang tamu rumah Sigit. Hanny tampak memberi jarak sekitar lima puluh senti meter dengan tempat kekasihnya duduk.

Keduanya masih terdiam tanpa bersuara. Padahal, mereka berdua duduk di sana sudah sekitar lima belas menit yang lalu.

Hanny mulai terlihat kesal. Ia tampak menyilangkan kaki seraya melipat kedua lengannya di bawah dada. Dengan cepat ia hentakan sebelah kakinya agar Jansen mau cepat-cepat bersuara. Dari watak Hanny yang keras, tidak mungkin ia mau berbicara duluan pada Jansen.

Sementara itu, Jansen mulai melirik ke arah Hanny. Sedari tadi, ia hanya terdiam sembari menatap ke arah teras rumah Sigit.

Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya jika ia memulai percakapan mereka sekarang. Ia sedang takut dengan kemungkinan terburuk yang sudah diputuskan oleh Hanny. Untuk itu, ia lebih memilih diam dahulu agar ia bisa lebih lama berada di dekat Hanny.

Namun, jika sikapnya terus seperti ini, mereka pasti tidak akan menemukan hasil apa pun untuk masalah mereka.

Dengan berat hati, Jansen sedikit bergeser mendekati Hanny agar ia bisa lebih leluasa berbicara dengan gadis kecilnya itu. Gerakan Jansen yang terasa oleh Hanny, berhasil membuat tatapannya kembali tertuju pada yang terkasih.

“Apa keputusan kamu?” tanya Jansen, langsung pada intinya.

Hanny kembali memalingkan wajahnya karena ia tidak sanggup menatap netra sang kekasih. Ia masih enggan bicara. Sepertinya, ia sendiri belum siap dengan keputusan yang sudah ia buat saat ini.

Jansen meraih tangan kanan Hanny seraya menggenggamnya dengan begitu erat. “Dengar, apa pun keputusan kamu, saya akan menerimanya. Jadi, katakan saja.”

Hanny mulai menatap lagi ke arah Jansen dengan tatapan yang lebih halus. Ada sorot mata penuh harap dalam tatapannya itu. Ia sedang berharap agar Jansen sendiri yang membuat keputusan itu.

“Saya ingin dengar apa kamu keberatan dengan pekerjaan saya, atau kamu bisa menerimanya walaupun dengan berat hati?” tanya Jansen, sedikit menegaskan.

Gadis tangguh itu mulai menghela napas beratnya. Sepertinya, mau tidak mau ia harus mengucapkan apa yang sudah menjadi keputusannya saat ini.

“Aku emang gak akan nyuruh kamu buat berhenti dari pekerjaan kamu.” Hanny tampak menjeda sesaat ucapannya. “Tapi, aku juga belum bisa melanjutkan hubungan ini sama kamu.”

“Jadi, kita selesai hari ini?” tanya Jansen lagi, penuh dengan penekanan.

Hanny segera menggelengkan kepalanya. “Bukan itu maksud aku .... Aku cuma butuh waktu lebih lama buat sendiri dulu. Aku gak bisa mikirin hal-hal yang buruk tentang kamu setiap kamu lagi kerja, Jen.”

“Kalau begitu, kita akhiri saja!” tegas Jansen dengan pelan yang seketika membuat Hanny sangat tersentak.

“Udah aku bilang, bukan itu yang aku mau! Aku cuma pengen ....”

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang