10. Obat?

10 4 0
                                    

Joe menatap kemacetan didepan sana lalu menatap ponselnya menghela nafas jengah. Hari sudah mulai sore, sekarang sudah jam 5 tapi ia masih kejebak macet. Jangankan untuk pulang ke rumahnya sampai rumah Kaysan saja belum.

Kalau bukan karena kartu dan kunci duplikat itu, Joe mana mau duduk disini. Joe baru ingat kalau barangnya ada dirumah Kaysan, meskipun tadi perkataan Kaysan terpotong oleh kehadiran Nadhif ia sekarang sudah ingat.

Joe menoleh kearah Kaysan yang menyetir, cowok itu damai sekali. Walaupun macet wajahnya tampak berseri-seri.

Kaysan menoleh kearah Joe yang masih menatapnya datar, cowok itu mengulas senyum menawannya. Senang sekali ia bisa menghabiskan waktu dengan Joe.

"Kata gue juga tadi belok kiri, kejebak macet kan?!" Joe tuh sebal, khawatir. Kepikiran, apa Evan sudah sampai rumahnya? Bagaimana reaksi orang tuanya? Apa saat pulang ia akan diomeli?

Ia malah terjebak di kemacetan membuat dirinya tidak pulang cepat. Pasti orang tuanya bertanya-tanya anaknya pergi kemana? Sama siapa?

Karena Kaysan hanya menatapnya dengan tatapan menyebalkan akhirnya Joe memilih menatap lurus ke depan. Perutnya lapar, tadi hanya makan bubur.

Jalanan sudah sedikit lenggang dan perlahan kendaraan mulai maju. Jadwal pulang pekerja membuat jalanan selalu macet di lampu merah, itu kenapa Joe selalu melewati jalan kampung jika kerja kelompok semacamnya. Kalau dari rumah Joe ke sekolah itu memang melewati kampung.

Kendaraan kembali berhenti, menunggu lampu hijau selanjutnya meskipun kesal tapi kali ini mobil yang ditumpangi sudah berada di paling depan.

Joe memejamkan matanya bukan karena mengantuk, ia sedang menahan rasa laparnya. Gadis itu bersedekap mencari posisi nyaman.

Kaysan memandangi wajah damai Joe, rambut hitam panjang nan lurus milik gadis itu dicepol sementara poni yang menutupi dahi sedikit terbuka. Kulit putih pucat tapi bibir ranum, Joe benar-benar mengurus dirinya.

Senyumnya mengembang saat matanya menatap hidung mancung kecil nan lancip. Rasa ingin menggigit hidung itu tapi mana boleh? Ia harus membuat Joe nyaman dengan perasaannya.

Kaysan terkekeh pelan. Apanya yang nyaman? Ia bahkan membuat Joe terganggu dengan hadiah dan tindakannya. Biarlah itu menjadi masa lalu, sekarang Kaysan akan memperlakukan Joe berbeda dari sebelumnya.

Ia akan memulai perlahan, jadi sekarang masih boleh melakukan hal diluar nalar kan?

Tid!!

Karena kesibukan memandangi Joe, Kaysan tidak sadar bahwa lampu telah berganti.

"Jalan."

Setelah Joe mengatakan itu tanpa membuka matanya, Kaysan mulai menjalankan mobil.

Yah, waktunya bersama Joe mulai terkikis.

****

Joe memandangi rumah mewah minimalis Kaysan. Seperti sebelumnya, rumah ini selalu sepi dan hal itu membuatnya nyaman.

Saat ia berhenti diruang tamu, niatnya mau duduk dan menunggu Kaysan menawarkan untuk duduk tapi tangannya malah digenggam oleh lelaki itu, menariknya untuk ikut masuk kedalam.

Joe menghentakkan tangannya saat Kaysan berhenti. "Jangan pegang-pegang." Ancamnya saat Kaysan berusaha meraih tangannya lagi.

"Duduk," titah cowok itu memegang bahu Joe sehingga gadis itu duduk di kursi meja makan.

Kaysan berjalan menuju ruangan yang Joe yakini itu adalah dapur. Dipinggir meja ini terdapat dua kursi berhadapan dengan Joe dan satu kursi disampingnya. Ruang makan rumah ini benar-benar mampu membuat Joe nyaman, apa rumah mewah selalu membuat nyaman penghuninya kah?

Is This Reality?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang