11

110 8 0
                                    

'°•Heartless•°'

Author POV

Pancaran sinar juga kehangatan dari api unggun yang nampak redup menjadi teman untuk merenung. Telapak tangan yang sesekali di gesekkan untuk menambah kehangatan, malam ini si bungsu Naese memilih untuk membangun kemah kecil di hutan perbatasan.

Pilihan yang tengah dilakukannya kini merupakan awal dari rencana yang ia susun, akan lebih baik jika menginjakkan kakinya di tanah kelahirannya ia lakukan ke esokkan pagi, malam bukanlah sesuatu yang baik. Kejahatan terjadi di malam, keburukan-keburukan yang ada di dunia berkumpul pada malam hari. Dikala penglihatan berkurang, oknum-oknum yang di lengkapi dengan rencana busuk memulai aksi mereka.

Berapa lama ia tidak menampakkan dirinya? Apakah orang-orang sudah melupakan wajahnya seperti yang pimpinan mereka perintahkan? Atau masih adakah antek-antek busuk dari musuh terdahulu yang mengincar dirinya?

Ia mempersiapkan berbagai kemungkinan yang dapat saja terjadi dikala kakinya menapak pada tempat dirinya berasal, dikala wajahnya terpampang kepada publik. Semua kemungkinan yang dari yang paling mudah terjadi hingga sesuatu yang terdengar tak masuk akal pun telah ia  pikirkan. Kembali pada hal lama yang dulu adalah kehidupannya tentu menjadikannya mempertimbangkan hal seperti itu.

Yang tentu Ia hindari adalah sesuatu yang bisa membuat kakaknya khawatir kesetanan akan dirinya.

Lucu nyatanya jika sosok yang sangat di harapkan kasih sayang, menganggap dirinya sebagai bencana, kutukan, juga karma akan dosa yang diperbuat pada masa lalu. Kelahirannya menjadi hari yang selalu di tolak kenyatannya. Tak sekalipun ia memahami pola pikir sosok itu, dikemanakan logika rasional yang di miliki manusia? Apa dirinya adalah monster.

Dengan segala hal yang berkecamuk di benaknya, bola matanya memang memerhatikan bulan, tapi sorot matanya nampak kosong. Tidur tak lagi menjadi opsi yang menyenangkan.

Bermacam-macam kertas yang bertumpuk bahkan berserakan menjadi pemandangan yang umum, terutama ketika ia ketahuan berhubungan dengan sosok yang disayanginya melebihi apapun. Ruangan itu bak kapal pecah yang di tambah dengan minimnya sumber pencahayaan, lampu maupun lilin sengaja di tiadakan si pemilik kamar. Memberikan kesan pada siapapun yang berada di luar ruangannya miliknya jangan mencoba untuk mengganggunya.

Jari-jemarinya melepaskan sarung tangan yang terpasang di kedua tangannya, menggenggam erat di tangan kirinya sambil bersidekap dada. Sarung tangan yang belum lama diberikan itu rasanya ingin ia musnahkan dari dunia, ingin eksistensi barang tersebut tak tersisa. Berdiri tegap tubuhnya di depan jendela kaca yang menggantikan fungsi dinding di kamarnya. Tirai yang biasa menutupi kaca tersebut kini terbuka lebar, membiarkan cahaya bulan mengisi kegelapan dari ruangan itu.

Rasa khawatir menggerogoti hati juga pikiran, bertambah dengan amarah yang perlahan muncul.

Kekesalan nya terhadap masa lalu ketika ia tak bisa melindungi sosok rapuh di hadapannya, tatapan sendu sosok yang mirip dengannya membuat Allen tak henti-hentinya untuk menyesali perbuatannya. Hingga saat ini bagaimana teriakannya, rintihannya, tangisannya masih terekam begitu jelas.

Ketika sang ayah melepaskan sarung tangan miliknya sebelum menampar wajah adiknya, memastikan permukaan kulit saling tersentuh. Menyisakan warna merah dengan semburat ungu yang akan tersisa sampai beberapa hari ke depan. Diharapkan tanpa adanya sarung tangan itu, maka rasa sakit tidak akan terhalangi oleh benda apapun.

Kini dilemparnya sarung tangan itu ke lantai, diacak rambut miliknya. Ia tahu bahwa berkas juga rentetan agenda yang memenuhi mejanya tentu di maksudkan untuk menyibukkan dirinya.

Anzhe POV

Perlengkapan ku sudah tersimpan rapih, beberapa ada yang sengaja ku bakar. Langkah kuda yang cepat di maksudkan untuk mengefektifkan waktu yang ku miliki, untuk pagi ini tujuanku langsung menuju kediaman Naese.

Siapa sangka diriku akan kembali menghirup udara di daerah ini, setelah beberapa tahun pergi kusadari bahwa pembangunan di sini jauh lebih cepat di banding daerah lainnya. Nostalgia kecil-kecilan membuat perasaanku campur aduk, semakin dekat dengan kediaman Naese. Semakin lama ku perlambat kecepatan dari kuda yang ku tunggangi. Sudah tidak memungkinkan untuk membatalkan semua ini, lagi pula perasaan pribadi seperti ini jelas menghambatku.

Aku turun dari kudaku, melangkah mendekat menuju dua orang penjaga utama yang berada di gerbang depan. Dua pasang pasang tombak menyilang guna menutup akses gerbang dan satu tombak lainnya tepat berada di belakang leherku, sepertinya jika aku mundur ataupun bertindak mencurigakan pasti tubuh ini sudah tak bernyawa.

"Sebutkan maksud kedatanganmu kemari!"

"Di banding kalimat introgatif, sepertinya kalimatmu lebih cenderung kepada imperatif"
Kudengar suara geraman juga decakan yang lalu diikuti dengan sentakan lain.

"Sebutkan tujuanmu!"
Mataku menelisik ke postur tubuh ketiga orang ini, sepertinya penjaga lama sudah di pindah tugaskan. Semuanya adalah wajah-wajah baru.

Sebelum tanganku sempat membuka tudungku, penjaga yang menodongkan tombak lebih memilih untuk membukanya lebih dulu dengan tombaknya itu. Kulitku langsung terpapar sinar matahari yang hangat, mataku sesekali mengerjap. Langsung kulepaskan pengait tudung ini, nampak lah seluruh penampilanku dengan pakaian formal juga pin logo Naese yang berada di kerahku

(Wp ku error, jadi beberapa gambar gak bisa di input. Singkatnya bajunya selayaknya baju di era kerajaan tapi dia tanpa jubah apapun, dengan warna hitam dan maroon)

"Saya ingin bertemu dengan Duke Alston, apakah ada jam kosong yang tersedia? Saya siap bila harus menunggu"

Salah seorang dari mereka tertegun dan langsung menyuruh rekannya untuk keluar dari posisi siaga

"Ahh... Lord maaf akan tindakan saya, saya tidak mengenali anda. Selamat datang, mari ikut saya kedalam"

Wah kupikir mereka semua akan menuruti si bajingan itu, ternyata masih ada yang bersikap seperti ini padaku.







Lorong-lorong ini masih kukenali dengan beberapa ornamen baru yang tidak mengubah secara signifikan, ini menuju keruangan kakak. Pasti 'dia' sedang pergi dan belum kembali semalaman, kurasa aku bisa berbincang dengannya siang hari atau sore hari. Sembari menunggu kurasa tidak apa untuk mengobrol dengan kakak.

Pintu besar dengan ukiran rumit diketuk sopan oleh penjaga tadi, ku minta ia untuk meninggalkan ku. Langsung kubuka pintu itu, gagang dingin sangat terasa pada pergelangan tanganku. Kakiku melangkah masuk dan mataku menelisik ruangan yang nampak kacau itu, ketika aku menemukan sosoknya pandanganku memburam, sesuatu terasa mengalir dari hidungku di ikuti dengan keseimbangan tubuhku yang hilang.

'Kenapa sekarang? Di depan kakak?'





.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hai, ea update cuy. Semester baru kesibukan nambah banget, hope you all enjoy this chapter!
Mungkin jadwal ada kemungkinan berubah, tapi kalau sanggup kupertahankan jadwal lama dan juga mulai dari chapter ini aku mau berfokus pada Anzhe,kenapa? Kan dia tokoh utama dan fanfic ini dunianya. Jadi wajah jika screen time dia lebih banyak di banding tokoh asli di cerita asli.

Maaf jika ada kesalahan penyebutan dikarenakan lupa ataupun typo, see you all next chapಠ∀ಠ

Ephemeral [Male!OC] (HIATUS; WAITING FOR S2)‼️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang