chapter 二十三

184 38 15
                                    

HAPPY READING

23






Musim gugur telah tiba. Angin dingin pelan-pelan menelusup meniup kulit. Dedaunan sewarna langit jingga berpadu kecokelatan pekat berserakan di atas aspal, kadang berguling-guling terbawa embusan udara sejuk. Tangan Felix sedikit mengeratkan mantel agar memeluk tubuhnya lebih kuat. Pandangan pemuda itu tak kunjung terlepas dari jendela yang mengaburkan pemandangan seiring guliran roda mobil.

Akhirnya saat-saat yang sudah ditunggu terjadi. Felix dan Hyunjin akan segera pulang ke mansion di Åoss setelah menghabiskan tiga hari dua malam mengunjungi Phukea demi mengurusi beberapa masalah keamanan internal. Melalui rute tercepat Phukea menuju Åoss, akan memakan sembilan jam atau lebih jika ada kendala. Itu adalah waktu yang cukup lama. Untung saja mereka telah menyelesaikan setengah perjalanan, Felix tinggal menunggu empat jam kemudian sembari mengistirahatkan tubuh letihnya sejenak selama perjalanan di dalam mobil classic ford yang tengah membelah permukaan jalanan lembab.

Mata Felix terpejam seiring dengan perhatian Hyunjin yang tertuju padanya. Pria itu bergeming, sama sekali tidak bersuara. Tatapan Hyunjin memperhatikan gurat wajah lelah Felix, tertampil begitu nyata. Hyunjin tidak mengetahui penyebabnya. Entah karena perjalanan mereka atau masalah pribadi Felix. Mungkin keduanya. Hyunjin memilih tidak bertanya.

Sedangkan Felix turut mengatupkan bibir rapat, menyelami samudra benak yang tak berkesudahan menariknya semakin dalam; menjauhi titik terang penyelesaian. Selain memikirkan pernyataan perasaan Jake, Felix turut mengkhawatirkan kabar Jake. Diam-diam ia selalu bertanya sendiri mengenai keadaan pria itu dan hanya dapat berspekulasi. Bagaimanapun, Felix tak ingin Jake mengalami masalah, apalagi jika membahayakan nyawa. Tidak apa-apa bila Jake pergi jauh meninggalkannya asal pria itu baik-baik saja. Namun ucapan selamat tinggal yang tertuang di secarik kertas lalu kerap menghantui Felix, memberikan kesan negatif yang membuatnya terus menduga-duga.

Bermacam-macam tanda tanya bersarang merengut fokus Felix paksa. Mengapa Jake tiba-tiba pergi ke tempat yang tidak ia ketahui? Apakah karena Jake tahu Felix takkan berpotensi membalas perasaannya? Tidak. Jake bukanlah seseorang yang akan berbuat sesuatu tanpa pertimbangan, apalagi berkaitan perihal seperti tersebut.

Benar. Jake tidak mungkin ... mati.

Setangkas kilat Felix mengacaukan berbagai pemikiran buruk menggunakan sepenggal kalimat jika Jake tidak mungkin mati. Ia yakin sekali Jake baik-baik saja, setidaknya kalau Felix tak mengetahui kabar Jake, Felix ingin mempercayai hal tersebut. Mengenal Jake sekian lama, Felix tahu Jake tidak mungkin membahayakan diri sendiri.

Hyunjin yang tak kunjung melepaskan perhatiannya dari Felix lantas mendapati guratan halus pada kening pemuda itu; diiringi helaan napas pelan yang menyulut kekhawatiran Hyunjin semakin memuncak. Ia tahu ini bukanlah kesempatan yang cocok untuk sekedar bertanya, Hyunjin tidak ingin menyulitkan Felix jikalau pemuda itu ternyata tidak ingin membahas masalah yang membebani. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu.

"Barry."

Pria berumur awal empat puluh tahun berpangkat sersan yang tengah mengemudi selama perjalanan mereka segera menatap Hyunjin dari kaca spion tengah mobil. "Ya, Jenderal?"

"Kita akan singgah ke rumah peristirahatan saya di Krubi sebentar."

Mendengar itu Barry segera menjawab, "Baik, Jenderal."

Detik kembali berdentang seperti biasa di kala sinar kekuningan menyala dari mobil hitam mengkilap tersebut menyoroti jalanan yang membentang panjang, berusaha mengalahkan cahaya mentari sore. Sesekali Felix membuka mata hanya untuk melihat barisan gedung-gedung batu juga gardu-gardu kecil penjual yang dalam sekejap menghilang lalu terganti oleh rangkaian pepohonan lebat tengah menggugurkan dedaunan. Pemuda itu sama sekali tak mendengar percakapan singkat di antara Hyunjin dan bawahannya lantaran terlalu sibuk bermain bersama benak. Felix pun tak menyadari bahwa sudah banyak waktu terlewati dengan tatapan Hyunjin yang sedari tadi memandanginya dalam diam.

Nirvana in FireWhere stories live. Discover now