chapter 二十四

172 37 12
                                    

HAPPY READING

24






"Tuan Muda?"

Felix sedikit tersentak mendapati sapaan pelan yang membuyarkan garis-garis lamunan dalam kepala. Ia menoleh, menangkap gurat datar seorang pria di sofa panjang hadapannya. Ah, Felix nyaris lupa dengan siapa ia sedang berbicara. Akibat kepergian Hyunjin ke kantor administrasi dan Yuri juga Hanni tengah mengurusi barang-barang di gudang penyimpanan, Felix akhirnya memutuskan berbincang sejenak bersama Jeno yang menunggu kepulangan Hyunjin. Kini entah apa yang sedang Felix pikirkan hingga perbincangan di antara mereka tadi justru berjalan satu arah saja, membuat Jeno langsung menghentikan obrolan dan beralih memanggil Felix yang tampak tak fokus.

"Maaf, saya tidak terlalu mendengar ucapan Anda barusan, Kolonel," tutur Felix pelan saat Jeno tak kunjung berbicara lagi. Tiba-tiba deraan perasaan bersalah menghinggapinya. Ah, tolong salahkan benak terkencar-kencar Felix. Ia terlalu sibuk terpaku akan kejadian demi kejadian selama akhir-akhir ini.

"Tidak apa-apa, Tuan Muda," Jeno berhenti bersuara sejenak, "sepertinya ada sesuatu yang membebani Anda, apakah karena rumor di antara pelayan?"

Felix bergeming mendengar ucapan Jeno yang tidak sepenuhnya salah; cukup mengenai sasaran. Bagaimanapun, Felix turut memperhatikan edaran rumor di sekitar mansion yang tidak terlalu enak didengar. Ah, tapi sebenarnya bukan semata-mata hanya disebabkan gosip yang beredar di kalangan pelayan—Felix tahu persoalan kedekatannya dan Hyunjin akan terungkap cepat atau lambat walaupun ia tak memperkirakan orang-orang di mansion mengetahui persoalan hubungan mereka secepat ini. Namun yang benar-benar menganggu benak Felix sedari tadi adalah ketidak percayaannya terhadap fakta bahwa ia tengah menjalin hubungan khusus dengan seorang Hyunjin Edevane. Felix sadar seminggu bukan waktu yang cukup untuk dapat menerima apabila ia tidak sedang bermimpi.

"Ya, benar. Para pelayan semakin sering memandangiku diam-diam. Itu bukanlah hal yang menyenangkan."

Jeno beralih melihat dua jendela bersekat putih di dinding ruang tamu mansion, memperhatikan suasana luar sebelum meraih cangkir teh porselen. "Sebentar lagi kabar mengenai Anda dan Jenderal akan terdengar di luar. Anda harus bersiap-siap, Tuan Muda," ucap Jeno seperti mengingatkan Felix kembali atas konsekuensi keputusan hidupnya. Felix jelas tahu. Namun saat Jeno mengutarakannya, Felix mengembuskan napas seolah-olah ada badai tak direncanakan siap menerjang.

"Tapi Jenderal pasti akan mengurusinya. Anda tidak perlu khawatir," Jeno melanjutkan.

Felix tersenyum tipis sembari memautkan mata ke arah Eugene, anak lelaki mungil yang tertidur pulas di atas pangkuannya. Mengelus surai lembut Eugene perlahan, Felix membuka mulut. "Tapi pada akhirnya saya tidak dapat selalu mengharapkan Tuan Hyunjin untuk mengurus segalanya. Ada beberapa hal yang perlu saya tangani sendiri, salah satunya seperti menutup telinga atas ucapan orang-orang suatu saat nanti."

Tidak menyanggah, Jeno meletakkan cangkir ke atas meja rendah setelah menyesap sedikit. Pandangannya mengenai Felix cukup berubah mendengar perkataan barusan. Jeno lantas menatap Felix yang mengelus puncak kepala Eugene. Sepertinya Hyunjin tidak mendapatkan seseorang yang salah. Ah, tidak. Hyunjin memang tidak mendapatkan seseorang yang salah.

Kalau ia perlu berkata jujur, Jeno tidak terlalu menyukai Felix. Maksudnya, siapa yang akan menyukai musuh sendiri? Ditambah lagi sedari awal Jeno sudah mencurigai kedekatan antara atasannya itu dengan Felix yang notabenenya adalah intelijen dari negara musuh. Jeno selalu mengamati diam-diam. Mulai dari kejadian pertama di gedung pertemuan Chhogori sampai momen-momen yang saling berhubungan, mengikat Hyunjin dan Felix untuk terus bersama.

Nirvana in FireWhere stories live. Discover now