𝟎𝟎 ; 𝐁𝐞𝐠𝐠𝐢𝐧-

540 72 9
                                    

"Pekerjaan menuntut Ayah melakukan ini, Byan bisa pahami?"

Adalah kalimat yang nyatanya menjadi awal kisah kehidupan seorang Abyan Naragendra menjadi sedikit tak terarah.

Bukan kali pertama bagi Donian—selaku sang Ayah, mengatakan kalimat tersebut, dan bukan kali kedua pula Abyan menelan kenyataan bahwa Donian memang harus mengikhlaskan diri dituntut oleh pekerjaan seperti itu, menjadikan lelaki paruh baya tersebut harus siap mengabdi untuk selalu taat akan perintah pusat.

"Dek Byan tinggal sama bunda, mau, kan? Sama mas juga nanti."

Belum juga Abyan menanggapi ucapan-ucapan Donian yang sedari tadi sudah dipertanyakan. Bibirnya terlalu kelu untuk mengucap, bahkan kepalanya terasa berat sehingga ia hanya bisa tertunduk lesu di sofa ruang keluarga, dimana mereka sebagai sepasang ayah dan anak saling bertukar cakap saat ini.

Bimbang jelas menghantui. Ini menjadi pilihan yang sedikit sulit sebenarnya, dan kalaupun saja Abyan menolak, ia tak punya pilihan lain yang nantinya akan bisa ia jadikan pelarian.

"Ayah.." Abyan terlihat bingung untuk melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan, "maaf ya kalau Byan merepotkan. Ayah pasti selama ini keberatan ya ngurus Byan?"

Mendengar apa yang Abyan ucapkan tentu saja membuat Donian mengelak cepat kalimat itu dengan gelengan, bahkan kini ia bergerak untuk mendekatkan diri menjadi tepat di hadapan Abyan dengan posisi berlutut, lantas bahu itu ditegakkan.

"Dengerin ayah, Byan sama sekali tidak merepotkan ayah. Tidak ada di kamus ayah yang namanya direpotkan oleh anak sendiri, paham adek?"

Kurang lebih terjeda satu menit setelah Donian berbicara, anggukan lemas Abyan jadikan reaksi, membuat Donian lagi dan lagi menghela nafas lelah. Menghadapi sikap Abyan akhir-akhir ini sedikit sulit untuknya, sebab entah dengan alasan apa, Abyan terasa sangat berat menerima fakta bahwa sebentar lagi mereka harus berpisah dari keseharian hidup bersama.

"Ayah cuma nggak mau kamu terus menerus nggak diurus dengan benar sama ibu." Usapan halus Abyan terima pada rambutnya.

"Ayah tau tentang itu, nak. Dan, maafkan ayah yang kurang tegas membimbing ibu buat nerima kamu." Donian merubah posisi untuk segera merengkuh Abyan yang sudah berderai air mata tanpa bersuara.

Dekapan penuh kasih disertai tepukan halus yang masih terasa di kepala itu membuat Abyan segera menyembunyikan isakan di bahu tegap milik sang ayah, mendusal penuh manja pada kesempatan terakhir sebelum nantinya akan terpisah lebih jauh oleh jarak dan waktu.

•••
ᴸᵉᵗ'ˢ ᵍᵉᵗ ˢᵗᵃʳᵗᵉᵈ
.
.
.
©_whitesth

Serius, lanjut ga?

Maju mundur banget buat ini, soalnya kalo sepi ga semangat buat nerusin😕

𝑭𝒍𝒖𝒎𝒎𝒐𝒙 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang