Jefan
Telinganya bisa mendengar dengan jelas keriaan Karina dan Teh Dara yang sedang bercengkerama di ruang tengah. Saling bercerita dengan suara yang cukup keras dan heboh. Bahkan sesekali diselingi gelak tawa. Terdengar begitu menarik dan menyenangkan.
Jauh berbeda dengan dirinya yang sejak dua puluh menit lalu hanya bisa duduk diam di kursi teras samping. Memperhatikan deretan tanaman bunga milik Mama Karina yang terawat dengan baik hingga terlihat begitu indah.
Namun dengan background sosok Mas Sada yang sedang merokok. Sambil sesekali menyesap kopi buatan Teh Dara. Lengkap dengan sepasang mata yang sedari tadi hanya terfokus pada layar ponsel. Mengacuhkannya dalam diam tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Awalnya ia berbaik sangka, sempat mengira jika Mas Sada masih mengalami jetlag. Karena baru mendarat dari Singapura dan menyempatkan untuk mampir kemari sebelum nantinya kembali terbang ke Jogja.
Ya, meski hanya sekitar 45 menit perjalanan menggunakan pesawat. Tapi mungkin saja kan? Terlebih jika ditambah dengan kondisi tubuh dan pikiran yang lelah karena tekanan pekerjaan sebagai Wadiresnarkoba. Kombinasi sempurna yang bisa melatarbelakangi Mas Sada hanya diam membisu. Malas untuk berbicara. Terlebih padanya.
Meski sebenarnya ia ingin berbasa-basi untuk memecah kesunyian. Namun sama sekali tak memiliki ide tentang topik yang aman sekaligus menyenangkan untuk dibahas.
Harus aman agar tak memancing amarah Mas Sada. Dan menyenangkan, ini yang paling sulit. Karena semenyenangkan apapun suatu hal, akan berubah menjadi kurang mengenakkan jika lawan bicaranya adalah Mas Sada.
"Teteh kemarin habis i...."
"Ya, ampun. Seru banget..."
"Iya, malahan...."
"Ih, Teteh tahu nggak kalau...."
"Masa sih, Rin?"
"Iya lagi, kan...."
Suara riang Karina dan Teh Dara masih bersahutan memenuhi gendang telinga. Membuatnya makin tertarik untuk ikut bergabung ke ruang tengah.
Tapi tentu tak mungkin ia nyelonong pergi begitu saja, sementara Mas Sada masih duduk manis di sini bukan? Mau menambah masalah baru dengan bersikap tak sopan pada kakak ipar?
Dan semua ketidakpastian ini membuatnya menyerah. Menggerakkan tangannya untuk mengambil ponsel dari dalam saku. Saking sudah merasa bosan hanya memandangi taman halaman samping dalam suasana membisu.
Namun baru juga jarinya menekan tombol power untuk menyalakan ponsel, Mas Sada tiba-tiba berdehem.
"Urusan sama Om Raka beres?"
Pikirannya terlebih dahulu harus mengingat siapa Om Raka, karena nama yang terdengar cukup asing. Namun sejurus kemudian ia mulai paham. Jika yang dimaksud oleh Mas Sada adalah Pak Raka dari PT. Selera Persada, usaha kuliner milik Mama Karina.
"Belum. Kemarin baru sekali ketemu. Masih perkenalan," jawabnya sedikit lega. Karena pada akhirnya Mas Sada bersuara juga. Dipikir tadi sampai pulang mereka akan tetap berdiam diri.
"Kemungkinan minggu ini team QC (quality control) melihat langsung proses produksi," lanjutnya lagi.
"Target berapa lama?" tanya Mas Sada datar dengan asap putih mengepul mengelilingi udara di atas mereka.
"Kalau dari rundown yang kemarin disepakati kurang lebih empat sampai lima minggu."
"Waktu segitu sampai keluar SOP?" tanya Mas Sada lagi. Persis seperti sedang melakukan job interview dengan interviewer killer. Terlalu resmi dan kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.