Karina
Malam hari Mas Sada menelepon. Hanya untuk mengatakan jika ia tak perlu mengkhawatirkan apapun. Terlebih tentang kejadian hari ini di sekolah.
"Jefan mana? Mas mau ngomong sama dia," begitu kata Mas Sada sebelum memutus sambungan telepon.
Dan dari sofa ruang tengah, ia memperhatikan Jefan yang tengah mondar-mandir sembari menerima telepon dari Mas Sada dengan wajah gelisah.
"Iya, Mas."
"Baik."
"Ngerti."
"Bisa."
Entah apa yang dibicarakan Mas Sada di telepon, hingga beberapa kali dahi Jefan mengernyit sebelum akhirnya menjawab dengan suara ragu.
"Mas Sada bilang apa?" tanyanya ingin tahu begitu Jefan mengembalikan ponsel.
"Mas Sada sama Mas Tama lagi lobby pihak sekolah, biar kamu nggak perlu ikut ujian susulan."
"Hah?" ia tak mengerti. "Bukannya urusan ujian udah beres? Dan aku juga udah setuju buat ikut susulan?"
"Meskipun ujian susulan, tapi kita harus tetap datang ke sekolah, Rin."
"Terus?"
"Mas Sada sama Mas Tama berpendapat, setelah kejadian hari ini, kamu sebaiknya nggak usah datang ke sekolah lagi."
"Jadi kamu tetap mengikuti ujian sesuai jadwal. Tapi di rumah."
Ia masih mengernyit tak mengerti.
"Terus Mas Sada bilang, respon dari sekolah katanya mau dirapatkan dulu oleh dewan guru."
"Sekalian minta waktu untuk pengajuan ijin ke Diknas, tentang siswa yang akan mengikuti UNBK di luar lingkungan sekolah."
Ia tahu betul, seberapa besar keinginan Mas Tama dan Mas Sada untuk selalu berusaha melindungi dirinya. Terhitung sejak ia masih kecil belum bisa melakukan apapun selain menangis. Hingga sekarang sudah sebesar ini.
Kasus MBA nya dengan Jefan menjadi bukti nyata. Jika apapun bisa dilakukan oleh kedua kakaknya itu. Dengan dalih menjaga dan melindungi adik tersayang. Dan ia tahu pasti hal seperti ini akan terus berulang.
Entah sampai kapan. Mungkin seumur hidupnya. Mas Tama dan Mas Sada selalu menganggap jika ia adalah adik kecil yang harus selalu dijaga dan dilindungi.
"Kalau kamu?" tanyanya ke arah Jefan. Ketika mereka telah merebahkan diri bersiap untuk tidur. "Ujian di rumah juga kan?"
Jefan tersenyum dengan telunjuk yang bergerak menelusuri sepanjang garis pipinya. Sentuhan ringan yang kembali memancing gelenyar menyenangkan di sekujur tubuhnya meski mereka baru saja usai.
"Aku nggak dalam keadaan force majeur," jawab Jefan tenang.
Membuatnya mengernyit, "Jadi kamu ujiannya tetap di sekolah? Kita nggak bareng dong?"
"Kalau gitu aku tetap ikut ujian susulan. Biar kita bisa bareng," lanjutnya cepat.
Tapi Jefan menggelengkan kepala sembari terus menelusuri pipinya dengan ujung jari. "Surat pengajuan udah masuk ke Diknas. Tinggal nunggu acc."
"Kenapa cuma namaku yang diajukan?" tanyanya masih tak mengerti.
"Harusnya kamu juga punya hak buat ikut ujian di luar lingkungan sekolah."
"Memangnya kamu masih mau datang ke sekolah setelah... setelah...," ia tak mampu melanjutkan kalimat karena keburu berkaca-kaca. Kembali teringat kejadian tadi siang. Yang jika berputar dalam kepala langsung menyulut rasa marah sekaligus malu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.