Chapter 85

1.5K 203 57
                                    

"A-Abang. . ." gumam Boy tak percaya.

Petai tidak mendengar apa yang Boboiboy katakan, tapi ia menebak bila Boy sedang memanggil namanya karena keterkejutannya. . .

Petai pun terkejut. Bahkan Petai masih kurang percaya dengan apa yang Petai lihat. . . sama seperti Boboiboy.

Boboiboy ingin masuk, namun Petai melototinya sembari menggeleng cepat, bertanda jangan.

Karena sudah diperingatkan, Boy menurutinya. Tapi tetap di sela pintu terbuka itu sambil menatap Petai dengan khawatir.

Pertanyaan yang sudah jelas dan pasti terlintas di kepalanya Boboiboy. Kenapa 'abangnya' ada di sini?

Why? Kenapa?

Apa yang sudah kejadian?!

Melihat Petai lagi, tampaknya dia memberi sinyal baru padanya.

Meneleng-nelengkan kepalanya seolah menyuruhnya pergi sambil mengerutkan alisnya.

Dari raut wajahnya saja, Boy sudah bisa menebak ucapan yang ingin 'abangnya' lontarkan, pasti– 'Kenapa kau masih di sini? Cepat pergi lah!'

Namun yang namanya Boboiboy, dia tidak akan pergi. Dia mau tau jawaban dari pertanyaannya terlebih dahulu.

Lagi pula, kakinya sudah capek berlari dan naik tangga.

Jadi Boy lebih memilih menunggu waktu yang tepat untuk masuk dan menanyakan kabar Petai.

Yahhh, hitung-hitung istirahat lah. . . sebelum ketujuh putra itu menemukan dan mengejarnya kembali.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Di halaman depan, dekat dengan taman itu. . . situasi tampak tidak baik-baik saja.

Tampak seperti ada dua kubu. Satu ialah ketujuh putra itu, satu lagi ialah si kakek dengan beberapa pria berjas hitam itu.

"Kau. . ."

Blaze menahan geramannya.

Tak hanya Blaze, semua menatap nyalang pada seorang kakek yang berdiri di hadapan mereka semua.

"Zombie kah?" bisik Duri.

"Omong kosong." balas Solar.

". . . . . ." Ais mungkin tak bersuara, tapi keterkejutan serta kebenciannya tertampang jelas sebagai mimik wajahnya. Kewaspadaannya meningkat kala mengingat sesuatu yang tak menyenangkan.

Kakek itu tidak bergeming, juga tidak terganggu dengan penyambutan yang kurang bersahabat. Malah melontarkan sebuah senyuman klise pada mereka.

"Tidakkah harusnya kalian menyambut kakek kalian dengan lebih baik lagi?"

FYUNGjleb!

"Khokh– oakh. . . a. . ."

sruk. . .

Semuanya terjadi begitu cepat. Namun kakek itu berhasil menghindari kematiannya sendiri dari tikaman pisau kecil milik Duri.

Bisakah kalian bayangkan?

Tepat saat Duri mengambil pisaunya, kakek itu juga menarik salah satu orang di samping belakangnya yang berjas hitam dan menggunakannya sebagai tameng.

Sungguh kejam.

Namun efektif untuk melindungi nyawanya ssndiri.

"Cih."

Duri kesal karena tidak mengenai target.

Aku Adik dari Sekelompok Mafia?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang