24 - Yogyakarta

8 2 0
                                    

Gadis yang terlihat dipeluk outer rajut abu itu tengah sibuk bergelut dengan tumpukkan buku dan laptop di hadapannya. Sabtu pagi ini dia tidak ada kelas, dirinyapun berinisiatif untuk menyelesaikan segala tugas dari UKM jurnalistik.

Menulis artikel dan berita itu tak semudah menulis cerita pendek atau novel, dia harus menulis secara faktual, tidak bisa mengarang bebas, dan harus objektif serta dilarang subjektif. Sedari tadi kegiatannya tak jauh-jauh dari membuka buku, internet, berdiskusi dengan pikiran, lalu menuangkan untuk menjadi tulisan. Paradoks. Terus seperti itu sampai seorang berjilbab biru muncul mendadak dari arah kiri laptopnya.

“Shenina,” panggilnya sedikit berbisik. Lantas, yang dipanggil itu hanya bisa terkejut pasrah. Bisikkan perempuan itu lebih mirip suara setan yang terkutuk yang biasanya muncul di film dengan genre horor.

Dia lalu menatap temannya itu secara malas. Dirinya hanya berdehem sebagai jawaban sembari melanjutkan kegiatan paradoksnya. Temannya yang mengetahui hal itu pun hanya bisa cemberut, lalu memilih duduk di samping Shenina.

“Besok ada pameran, loh,” celetuk gadis berjilbab biru itu tepat di samping kepala Shenina.

Shenina yang sangat menyukai kata pameran lantas menoleh dengan cepat ke arah temannya, ekspresinya berubah 180 derajat dari sebelumnya. Gadis berjilbab biru itu pun tersenyum.

“Di Keraton, Shen,” lanjutnya sedikit bersemangat sebelum Shenina sempat menanyakan di mana lokasinya. Mendengar hal tersebut, Shenina semakin antusias.

“Jam berapa?” tanya Shenina lantas tak mengindahkan tumpukkan tugas di depannya.

“Dari jam delapan pagi sampai delapan malam,” balas Ahana.

Shenina semakin berbinar, tetapi sedetik kemudian binar itu redup, dia kemudian menatap ke arah laptopnya yang masih menyala dengan menampakkan paragraf demi paragraf di Microsoft Word secara nanar. Bagaimana nasib tugasnya?

“Besok deadlinenya nih tugas,” ucap Shenina lalu menoleh ke arah Ahana. Sang gadis berjilbab biru itu pun ikut simpati. Tetapi, kemudian dirinya seperti memiliki ide bagus.

“Gue telepon Mas Raden aja bagaimana? Biar bantuin kamu,” celetuknya. Shenina pun menggeleng keras kemudian kembali menghadap laptopnya. Dia sama sekali sangat tidak setuju.

“Ngada-ngada. Gak ya!” balas Shenina. Ahana pun menghela napas lelah.

“Aku bantuin deh kalau begitu,” balasnya. Shenina yang mendengar itu lantas mengangkat wajahnya, tersenyum ke arah Ahana.

“Bantu doa,” sambung Ahana yang membuat ekspresi Shenina berubah seketika saat itu juga. Saat Shenina sudah ingin mengamuk kepada Ahana, sang pemilik nama sudah kabur terlebih dahulu.

“Duluan Shen! Jangan lupa besok, ya!” Ahana mengatakan sembari menampakkan muka menyebalkan. Kini, Shenina menghela napas lagi.

Shenina kemudian melanjutkan aktivitasnya sebelumnya. Dia menjauhkan segala hal yang sempat memenuhi pikirannya dan lebih memprioritaskan tugasnya. Lantas dia pun begitu fokus dengan artikel yang sedang dikerjakan, Palestina dengan Israel, Hamas dengan Israel, dan Palestina dengan ketidakadilan yang menimpanya. Topik saat ini benar-benar membahas seputar kedua negara tersebut.

Dia kemudian mengingat kata-kata yang sering berseliweran di sosial media yang dimilikinya, bahwa tak harus menjadi Muslim untuk membela Palestina, cukup menjadi manusia. Terbukti, banyak penduduk non-Muslim sekarang ini yang condong terhadap Palestina. Karena mereka telah sadar mana yang benar dan mana yang salah.

Saat dirinya sudah mulai asyik sendiri, tiba-tiba muncul dering notifikasi yang bersumber dari ponselnya.

Raden ; Besok ada pameran di Keraton

SunflowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang