17. Jadi Pulang?

102 9 2
                                    



*
*
Saat kami sudah keluar dan sampai di parkiran, Elvin menatapku dengan tampang datarnya. Dengan tangan yang terulur di hadapanku, aku langsung paham dan memberikan jaket yang berada di tanganku padanya. Setelah memakai jaketnya, dia menaiki motornya.

Elvin memundurkan motornya dan mulai mendorongnya ke depan hingga motor tersebut dapat keluar dari kerumunan motor lainnya yang terparkir di sana.

Setelah menyalakan motornya, Elvin menatapku tanpa bicara. Tapi aku tahu jika itu adalah kode untuk menyuruhku segera menaiki motornya.

Aku sedikit kesulitan mengingat aku memakai rok pendek. Dan juga karena jok motor Elvin tidak bisa di ajak untuk duduk menyamping. Aku melihat sekeliling sebelum mengangkat kaki dan naik di boncengan motor tersebut.
Memposisikan dudukku sambil menarik rokku supaya sedikit menutupi pahaku.


"Punya motor baiknya yang ramah gitu lo buat penumpangnya" ucapku kesal.

"Terserah gue, emang gue tukang ojek harus mengutamakan penumpang?" jawaban Elvin membuatku menampar bahunya dari belakang.

"Yaudah gue turun naik ojek aja" ucapku hendak turun namun Elvin malah mengegas motornya. Jika gerakan tanganku kurang cepat, pasti bokongku sudah mencium paving block di halaman depan warkop ini.

Dengan kesal aku mencekik lehernya menggunakan lenganku yang memang sudah melingkar erat di sana.

"Lo mau bikin gue jatuh?" bisikku penuh penekanan.

"Ra, Ra geli Ra" Elvin menutup telinganya dengan telapak tangannya sambil menjauhkan kepalanya.

Aku melepas perlahan lenganku dari lehernya. Elvin juga tak lagi menutupi telinganya yang kini tampak memerah.

"Merah banget kuping lo"
Aku menyentuh telinganya namun segera di tepis olehnya.

"Gausah pegang-pegang!" ucapnya penuh penekanan.







Elvin mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Namun itu masih membuatku kewalahan akan kuatnya angin yang terus menerpa. Kedua tanganku kuletakkan di atas lututku dan berusaha supaya rokku tidak tersingkap.

Kurasakan angin cukup kencang dan langit tampak mendung. Apa benar yang dikatakan kak Haikal hujan akan kembali turun siang ini.

Dan benar, rintik-rintik hujan mulai turun menetes di punggung tangan kiriku yang berada di atas pahaku. Kulihat Elvin tetap mengendarai motornya seperti biasa. Tampak tak terganggu oleh cuaca yang ada.

Apa Elvin akan tetap mengendarai motornya di tengah hujan?
Mengingat rumahku yang masih sekitar tujuh kilometer lagi. Dan cuaca yang tak bersahabat seperti ini.



Gerimis tadi seketika berubah menjadi rintikan hujan. Cukup deras dan angin semakin kencang. Elvin sedikit mengurangi kecepatan motornya karena motornya sedikit oleng terkena angin.

"Pegangan!"

"Hah?" entah mengapa aku kesulitan mendengar ucapannya.

"Pegangan!" ucapnya sekali lagi.
Tanpa mendengar jawabanku ia langsung menambah kecepatan motornya.
Aku pun bingung dan panik, bimbang untuk memilih berpegangan atau mempertahankan rokku agar tak tersingkap oleh angin.

Sungguh, saat ini aku mengupatinya dalam hati. Tidakkah dia tahu keadaanku saat ini yang jauh dari kata baik-baik saja. Kita bisa berhenti dan meneduh sebentar kan. Kenapa terus dilanjutkan dan membuatku kewalahan.

Entah dia mendengar kata hatiku atau merasa terganggu, dia tiba-tiba berbelok di sebuah halte di pinggir jalan. Elvin berhenti dan memasang standar motornya. Kami berdua segera turun dan berteduh di halte tersebut.


HIRA IN ELEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang