Chapter 01: Di Bawah Hujan, Kita Bertatap

17 3 3
                                    

Kegiatan sekolah siang hari itu, terasa jenuh. Hujan deras yang mengguyur tak sedikitpun reda dalam waktu yang lama. Jam kosong mengisi banyaknya kelas karena beberapa guru menilai bahwa pembelajaran akan tidak kondusif. Tidur, makan, bercerita, bahkan menonton film bersama, hampir dilakukan banyak siswa dan siswi. Terkecuali, Yuvi. siswi kelas 12 dengan segala ambisius dalam dirinya, selalu mencatat materi di saat jam pelajaran kosong. Bahkan bisa dikatakan, ia jarang memiliki moment kebersamaan bersama teman sekelasnya.

"Fokus adalah kunci pertama keberhasilan" motto itu selalu Yuvi tanamkan pada dirinya sejak masuk SMA. Motto itu tercipta sejak dirinya gagal masuk SMA impiannya karena terlalu sering menyepelekan sesuatu. Belajar dari kesalahan di masa lalu adalah sesuatu hal yang harus dilakukan untuk tidak memberikan rasa penyesalan kedua kalinya dalam hidup.

Kalimat demi kalimat ia susun seringkas mungkin pada binder polos berwarna pink yang selalu ia bawa kemana-mana. Sesekali ia menengok pada siswa dan siswi yang berteriak karena ketakutan dengan beberapa jumpscare di film horror yang mereka tonton kali ini. Suara hujan yang semakin deras, kebisingan di dalam kelas, membuyarkan fokus yuvi saat ini.

Yuvi beranjak dari tempat duduknya. Menutup binder polos tersebut sembari memeluknya bersamaan buku paket geografi yang tebal. Pena yang telah dimasukkan dalam saku celananya menjadi pelengkap sudah untuk ia berpindah tempat. Berjalan mendekat menghampiri ketua kelas untuk meminta izin ke perpustakaan telah ia lakukan. Kini ia berdiri tepat di depan pintu kelas. Menatap pohon di depan kelasnya yang ikut meneteskan air ke tanah. Ia melangkahkan kakinya melewati beberapa kelas. Terdapat kelas yang jamkos dan juga sedang melakukan pembelajaran. Tetapi yang jelas, Yuvi hanya ingin ketenangan.

Di sepanjang jalan menuju perpustakaan, tak sengaja dirinya berpapasan dengan Omar, siswa yang dikenal suka terlambat dan sering dicap guru sebagai murid bandel, sedang berlari dari kejaran seorang guru BK. Entah apa yang dilakukannya hari ini.

Semua murid mengetahuinya. Walaupun sering berbuat perilaku buruk, tetapi ia tak mendapat kebencian dari banyak murid. Rumor yang sering Yuvi dengar adalah Omar seseorang yang baik kepada siapapun, bahkan selalu menolong tanpa pandang bulu. Orang nakalpun tak selamanya harus dicap buruk, karena disisi lain ada kebaikan yang ada dalam dirinya.

Dorongan pintu itu menjadi penanda bahwa Yuvi telah sampai di perpustakaan. Niatnya selain melanjutkan ringkasan materi yang ia tulis, dirinya ingin meminjam novel yang ia baca minggu lalu. Karena tergesa telah ditelfon salah satu temannya untuk segera ke kelas, dia tidak mempunyai waktu untuk meminjam. Ingin meminjam pulang sekolahpun, dirinya telah dijemput oleh ayahnya. Akhirnya kesempatan kali ini akan ia gunakan.

Saat mengisi absensi perpustakaan, fokusnya terbuyarkan pada nama yang tertulis di atas namanya. 'Omar Atmaja'. Yuvi mengeryitkan dahinya. "Bu, ini benar Omar yang sering terlambat itu?" tanya Yuvi memastikan. Dirinya benar-benar dibuat penasaran, mengapa Omar sering datang ke Perpustakaan. Bahkan, ini bukan hal yang pertama kali Yuvi lihat. Saat ia datang ke perpustakaanpun pasti Yuvi melihat nama Omar yang sudah ada di daftar absensi pengunjung perpus.

Bu Rita, penjaga perpus yang sedang menatap komputer mengalihkan pandangannya menuju Yuvi, "Iya, itu Omar yang sering terlambat itu. Sering ke perpus buat baca buku dia malahan." jawab bu Rita dengan senang. Yuvi menganggukan kepalanya. Lalu ia menatap beberapa rak buku di sampingnya. Ia berjalan menuju meja kosong. Walaupun banyak meja kosong. Tapi matanya tertuju pada meja kosong dekat jendela yang langsung menghadap ke arah lapangan upacara.

Yuvi kembali menulis materi. Setelah mendapatkan beberapa lembar catatan, dirinya tak sengaja menatap lapangan. Memperlihatkan 5 orang siswa sedang bermain hujan. Salah satu diantaranya adalah Omar. Mata Yuvi menatap Omar tanpa berkedip. Tawa Omar yang begitu lepas seakan-akan mengajak Yuvi untuk terbang jauh menuju kebebasan. Tatapan Yuvi semakin dalam dan bermakna. Bahkan, tetesan air hujanpun tak menjadi sebuah halangan tatapan itu. Mata mereka bertemu, dengan jarak radius 3 meter. Omar memberikan senyuman lebarnya pada Yuvi. Yuvi menggelengkan kepalanya dengan cepat, menyadarkan dirinya kembali.

Dirinya bergegas merapikan bukunya. Jam telah menunjukkan pukul 15.00, 15 menit lagi waktunya pulang. Pikirannya menjadi buyar. Dengan langkah cepat ia keluar dari perpustakaan. Baru saja Yuvi menutup pintu, ia melihat Omar dengan keadaan telinga kanan dijewer oleh pak Tirto, selaku guru BK.

Omar merintih kesakitan. Tak sengaja mata mereka bertemu lagi. Kali ini, Omar tak memberikan senyumannya lagi. Tetapi, sebuah rengekkan, "Tolongin gue, please." Namun, Yuvi hanya diam terpaku menatap Omar. Dirinya seperti kehilangan kesadaran. Jantungnya berdebar kencang. Yuvi gugup. Tak seperti biasanya. "Tunggu....aku suka omar?!" batinnnya.

Yuvi menggeleng cepat. Menepuk kedua pipinya dengan satu telapak tangannya. "Enggak, enggak, enggak mungkin."

Yuvi menggunakan sepatunya kembali dan berjalan menuju kelas. Dirinya melewati depan kantor guru. Dan tepat di samping kantor guru, ruang BK berada. Karena keinginannya untuk segera cepat sampai ke kelas. Yuvi mempercepat langkahnya. Dan benar, tebakannya tak pernah meleset. Semua teman kelasnya sudah pulang. tersisa empat orang saja dari total tiga puluh siswa. Mungkin karena hujan yang sudah reda.

"Yuvi! Papamu tadi nelpon. Tapi enggak kita angkat. Besok lagi kalau pergi, ponselmu jangan lupa dibawa ya!" ucap salah satu teman sekelas Yuvi dengan memberikan sedikit teguran.

Yuvi mengangguk, "Oke, makasih ya" balas Yuvi singkat. Dia benar-benar lupa membawa ponselnya. Yuvi memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Lalu ia keluar dari kelas. "Duluan ya semua." Katanya kepada empat temannya sebelum benar-benar keluar. Temannya menjawab Yuvi dengan senang.

Yuvi menelpon ayahnya kembali. Berdering namun tak dijawab. Tak terasa hujanpun kembali turun. 3x sudah ia menelpon ayahnya, tapi tak diangkatnya satupun panggilannya. Rasanya sudah hampir menyerah. Yuvi telah sampai di lobby. Keadaan sedikit sepi. Parkiran sudah cukup senggang. Jika saja motornya tidak berada di bengkel, mungkin ia sudah pulang sekarang. Naasnya minggu lalu saat ia pulang, yuvi memarkirkan motornya di depan toko karena Yuvi memiliki keperluan lain, yaitu titipan dari ibunya untuk dibelikan shampoo, terjadi kecelakaan mobil berkecepatan tinggi yang hilang kendali sehingga menabrak tembok samping parkiran dan mengenai motornya.

Motornya cukup rusak parah pada bagian belakang. Mau tak mau, Yuvi harus menerima kenyataan bahwa motonya harus berada di bengkel dalam waktu yang cukup lama. Walaupun hanya sekitar sepuluh hari. Tapi itu terasa lama bagi Yuvi. Sudah tujuh hari motornya berada di bengkel. Sisa tiga hari lagi dirinya harus nebeng atau menggunakan jasa ojek online.

Ponselnya berdering. Lantas Yuvi mengangkat telpon dari ayahnya itu. "halo, pa?" dimana?" tanya Yuvi.

"papa ada kerjaan mendadak nak. Kamu pulang naik ojek online aja ya?" jawab ayah Yuvi. Raut wajah Yuvipun berubah. Dia sedikit kesal, karena sedikit susah mendapatkan ojol di tengah hujan yang dari siang tadi.

Yuvi membuka aplikasi ojolnya. Mencoba keberuntungan di tengah hujan. Dan ya, keberuntungan belum didapatkannya. Plan terakhirnya adalah berjalan ditengah hujan deras menuju halte bus, sebelum semakin sore.

Yuvi berlari meninggalkan sekolah, dengan tas menutupi kepalanya. Dirinya memang tidak membawa payung karena kondisi pagi yang cerah. Memang benar kata guru Geografinya. 'cuaca sekarang kadang tidak sesuai prediksi'. Dan benar, hari ini seperti itu. Hujan deras yang ditabras membuat badannya basah kuyup. Dengan sekuat tenaga, Yuvi tetap berlari di tengah tetesan air agar lebih cepat sampai pada hallte bis.

Sebuah kain putih tiba-tiba berada di atas kepala yuvi. Langkah Yuvi terhenti seketika. Dirinya memandang sosok yang lebih tinggi darinya. Mata mereka berjumpa, tatapan tidak percaya Yuvi ia layangkan pada sosok itu. "O-omar." Ucapnya dengan terbata. Omar menjawabnya dengan senyuman. Tatapan menenangkan ia dapatkan dari Omar.

"Hai Yuvi. Senang bertemu denganmu." 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Bawah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang