Prolog: Before I die

142 11 3
                                    

•••

    Sebuah gelas kaca hancur menghantam lantai marmer, bukan hanya satu sekitar lima collin glass lagi-lagi hancur. Sang pelaku menatapnya dengan marah, bahkan seluruh anggota keluarga menyaksikannya dengan wajah datar seolah itu hal biasa. Mereka dikenal sebagai Keluarga Magani yang tidak punya hati.

    “ Ayah, maaf.” Cicit pemuda yang lebih muda, ia bahkan menunduk, segan menatap mata sang Ayah.

    “ Maaf?! Kau pikir itu bisa memperbaiki nama baik keluarga ini? Seorang anggota Magani memukul teman sekelasnya? Kau pikir hebat?!” Bentakkan sang Ayah –Andrew– menggema.

     “ Sudah berapa kali Ayah katakan, jangan membuat masalah dan sok jagoan! Gaindra Anakara, kau memang tidak bisa diharapkan!” Desis Andrew.

   “ Anak kurang ajar, suka sekali membuat malu keluarga!” Ucapan sarkas sang Bunda juga terdengar, Sonia terkadang tidak peduli tentang Gain.

    “ Kau harus dihukum, Gain! Sebutkan berapa kesalahan yang sudah kau lakukan sejak kemarin? KATAKAN!” Kakek berujar seolah tak bisa di bantah.

    “ Lepas sepatumu dan berjalanlah diatas pecahan gelas ini! Injak sampai Ayah mengatakan untuk berhenti! Dan katakan kesalahanmu sejak kemarin.” Tanpa melawan perintah Andrew, Gain melepaskan sepatu serta kaos kakinya.

     Gain mulai berjalan diatas pecahan gelas kaca, mulutnya mulai menyebutkan setiap kesalahan yang ia lakukan sejak kemarin, “Gain kehilangan satu point untuk mendapatkan nilai sempurna, Gain ketinggalan materi karena tidak sengaja pingsan, Gain tidak sengaja mengotori kemeja Kak Gavin, soup Bunda tumpah karena Gain menghalangi jalan Bunda, Gain mendapat nilai Olahraga rendah karena Gain sakit dan bodoh, kemarin malam Gain ketiduran dan melewatkan waktu belajar malam, Gain memukul dan berteriak pada Desta tadi.” Ia menyebutkannya tanpa terkecuali.

    “ Sebutkan lagi! Kau melupakan kesalahan terbesarmu setelah diagnosis dari Dokter Mavian.” Ucap Andrew.

    “ Ga-gain salah. Harusnya Gain tidak sakit, seharusnya Gain tidak boleh sakit. Gain tidak bisa menahan diri untuk tidak menjadi gila. Gain bodoh karena menyusahkan semua orang. Gain tidak bisa menjaga kehormatan keluarga Magani, menodainya dengan penyakit menjijikkan yang Gain miliki sekarang.” Gain menahan getaran dalam suaranya, rasa sakit itu tak ada apa-apanya.

     “ Berhenti! Andy, bawa Gain ke kamarnya jangan biarkan darahnya menodai rumah ini dan Runi obati kakinya.” Mendengar titah sang tuan rumah, Andy beserta Runi dengan sigap membawa Gain kekamarnya sesuai perintah.

     Andrew memerintah beberapa anak buahnya lagi untuk membersihkan bekas pecahan gelas kaca, dimana darah Gain masih tercetak dengan jelas diatasnya. Andrew sebenarnya tidak mengira Gain akan meninggalkan bekas darah disana, Andrew baru mengetahui jika Gain bisa terluka hanya karena sedikit gesekan.

     Sementara itu, Andy dan Runi yang menyayangi tuan termudanya sedikit panik. Wajah pucat Gain, luka di telapak kaki Gain yang darahnya masih mengalir, raut lelah dan tatapan kosong Gain membuat kedua orang itu khawatir pada majikannya.

     “ Tuan Gain, Bi Runi obati lukanya ya. Jika sakit, katakan pada Bibi, ya?” Ucap Runi, ia melipat keatas celana panjang Gain.

     “ Sakit? Ada yang lebih sakit.” Runi dan Andy mendengar ucapan lirih Gain.

     “ Tuan...”

On My Way; Soul MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang