"How?"
Ada jeda sejenak sebelum dia menatapku dengan senyum di sudut bibirnya. "Enak. Always."
Dalam hati aku bernapas lega. Tadinya aku sedikit cemas, berpikir ada yang salah dari percobaan browniesku kali ini. Aku memang tidak pintar membuat kue. Dibandingkan Mama yang memang hobi banget nge-baking— selalu semangat mencoba resep baru untuk menu kafenya—aku lebih senang memasak masakan rumah yang simpel dan menurutku masih aman untuk dimakan.
Setahuku brownies yang paling minim risiko gagal untuk orang amatiran sepertiku. Berbekal resep Mama dan pengawasannya yang ketat—takut-takut kalau aku membuat dapurnya pecah belah seperti tiga bulan lalu—besar harapku agar berhasil.
Aku pura-pura memberinya tatapan sebal. Tahu dia sengaja mengerjaiku. "Bukan karena gratis?"
Dia tertawa. Matanya menyipit. Manis sekali. "Salah satunya," tangannya usil mengacak rambutku pelan, "thanks, Na."
Aku balas tersenyum. Untuk sekian kali. Karena alasan yang sama.
Yeah, he is...
Aku sangat berterima kasih bisa bertemu dan mengenalnya sampai saat ini. Laki-laki yang mengenalkanku perasaan hangat dan berdebar setiap kali melihatnya tertawa. Laki-laki yang menjadi alasanku memilih bertahan oleh rasa nyaman berada di dekatnya. Meskipun aku tahu, dia tidak pernah merasakan hal yang sama seperti apa yang membuatku jatuh cinta kepadanya.
Satu jam berlalu. Dua potong terakhir brownies kukus sudah dia makan habis. Sisa tawanya masih kudengar sebelum sebuah notifikasi pesan masuk di ponselnya.
Dia memanggilku, tapi tidak kunjung bicara. Hanya memandangiku. Dahiku berkerut, menatapnya bingung.
"Dari Raisa." Gerakan tanganku memainkan lilin mungil di meja terhenti.
Nama itu lagi. Tiba-tiba aku terlalu takut mendengar segala kemungkinan yang akan terjadi setelah ini. Kenyataan yang tidak pernah aku sukai kalau ternyata-
"Aku udah omongin ini sama Raisa, Na."
please, jangan bilang...
"Aku sama dia setuju buat balikan."
-aku belum sepenuhnya siap dengan patah hati keduaku.
alooo!!
kali ini ceritanya Nadia.
panggilan cegil gamon sini kumpul dulu WKWKWKWKnext?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Mulai Kembali Cerita Kita
Teen FictionNadia lupa akan satu hal yang sering membuat manusia lupa. Semua yang kita miliki, apa yang kita beri kepada orang lain selalu memiliki konsekuensi. Perasaan yang secara terbuka Nadia berikan untuk Hesta terus tumbuh tanpa terkendali. Sekedar menci...