29. kisah persahabatan dimasalalu

31 5 4
                                    

Kota ini memang indah dengan segala keragaman yang lahir sejak dahulu, begitupun hal-hal baru yang muncul dari berbagai macam manusia. Memang tak semua penduduknya terlahir di tanah ini, akan tetapi kedamaian yang dimiliki tidak menghilang seiring berkembangnya zaman.
Entah ini menjadi hari ke berapa hoseok menapaki negara orang, tak ada putus asanya ia terus mencari seseorang yang memang sudah menjadi tujuannya berada dinegara asing ini. Berkat kegigihannya medapatkan sebuah kepastian, semua tak menjadi sia-sia begitu saja. Hari petang tak menyurutkan langkah hoseok agar segera bertemu dengan paman park.

Ting tong

Satu menit berlalu tak ada respon dari si pemilik rumah.

Ting tong

Hoseok harap-harap cemas menunggu pintu bercat cokelat itu terbuka. Masih tak ada respon, jari telunjuknya kembali ia angkat untuk sekali lagi berharap. Namun belum sempat menekan tombol, pintu itu terbuka menampilkan wanita paruh baya dengan uban yang sudah lumayan banyak menghiasi kepala.

"Maaf, anak muda. Apa ada yang bisa saya bantu ? Apa kau mencari seseorang ? Sepertinya aku tidak mengenalmu".

Wanita paruh baya dihadapan hoseok menanyainya menggunakan bahasa jerman. Meski tidak lancar dalam memahaminya, hoseok setidaknya tahu maksud dari kalimat nyonya tersebut.

"Selamat malam, nyonya. Perkenalkan nama saya ahn hoseok dan saya berasal dari korea selatan. Maaf sebelumnya, apakah ini benar kediaman paman park hyung sik ?".

Hoseok sedikit terbata menggunakan bahasa jerman untuk menjawabnya.

"Hoseok ? Kau kah itu, nak ? Apa kau tak mengenaliku ? Aku bibi eunji, istri pamanmu park".

Sedikit terkejut bahwa wanita paruh baya yang mengakui dirinya sebagai istri paman park menggunakan bahasa korea. Terlebih dia mengenal hoseok.

"Kau benar-benar melupakan bibi, astaga".

Mendapatkan tepukan dilengan kanannya kemudian pelukan tiba-tiba, hoseok masih mencoba mengingat wanita paruh baya itu. Tentu ia tak mengenalinya sebab penampilan bibi park begitu berubah drastis dari terakhir kali mereka bertemu.

"B-benarkah bibi park ? Tapi ada apa dengan kondisi bibi ? Ini tidak seperti yang terakhir kali aku lihat".

"Nanti akan bibi ceritakan, sekarang kita masuk dulu. Tidak baik terlalu lama mengobrol ditengah-tengah pintu seperti ini, ayo masuk".

Bibi park yang dahulu hoseok kenal adalah wanita dengan tubuh agak gemuk dan terlihat begitu segar. Tetapi yang hoseok liat sekarang ialah bibi park dengan tubuh yang begitu kurus dan sayu. Terlihat seperti seseorang yang tengah sakit.

"Duduklah dulu, bibi akan buatkan minum untukmu sambil menunggu pamanmu datang".

"Tidak perlu repot seperti itu bibi, duduk disini saja. Jika aku butuh minum, tunjukkan saja dimana dapur milik bibi dan aku akan mengambilnya sendiri".

Hoseok sungguh sangat tidak tega melihat kondisi fisik bibi park sekarang. Meski senyum hangat wanita paruh baya itu selalu terpancar, ia tidak mau merepotkannya.
Sedangkan bibi park hanya menurut saja atas permintaan hoseok. Ia menyayangi pria muda dihadapannya ini seperti bahwa hoseok adalah putra kandungnya sendiri. Tak dipungkiri bahwa saat ini ia begitu bahagia mendapati putra mendiang ahn tepat dihadapannya.

"Bibi, bagaimana kabar bibi dan paman selama ini ? Kenapa kalian hilang tanpa memberi kabar seok-ie ?".

"Kabar bibi sekarang sudah sangat baik, seok-ie. Maaf untuk itu, nak".

"Sekarang ceritakan semuanya padaku, tentang bagaimana kehidupan paman dan bibi setelah pergi dari kami".

Bibi park yang sudah dekat dengan hoseok sejak balita memang begitulah kedekatan mereka, terlihat seperti teman. Malah bukan seperti seseorang yang telah diasuh sejak kecil. Hoseok sangat nyaman saat berkeluh kesah kepada bibi park untuk hal kecil apapun. Meski sang ibu juga begitu dekat dengan hoseok, namun nyonya ahn memiliki tahta tertinggi didalam hatinya untuk ia hormati.

A Fragile House of Cards (Jung Hoseok)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang