Bab 36 : Ketakutan Gani

22 1 0
                                    

"BAJINGAN! SEMINGGU LAGI PAS JANCOK!" Gani mengumpat dan mengusak rambutnya hingga berantakan setelah mendapatkan selebaran pengumuman yang dibagikan oleh Jevon kepadanya. Pagi ini ketua-ketua kelas membagikan selebaran pengumuman tentang jadwal dan ketentuan Penilaian Akhir Semester yang akan dilaksanakan minggu depan.

"Easy aja man... Chill aja bre..." ucap Lingga terkikik melihat raut wajah masam sahabat julidnya. Mereka bertiga tahu benar PAT adalah musuh terbesar Gani. Lebih tepatnya Gani sangat tidak menyukai segala bentuk ujian yang akan memberikan tekanan padanya.

"Kita bakal ajarin lo kok, tenang aja," ucap Dana menepuk-nepuk pundak sahabatnya yang terlihat frustasi setelah membaca selebaran dari Jevon. "Hmmm, kita bakal belajar kelompok mulai hari ini," tambah Abi meyakinkan Gani.

"Baiklah baiklah..." ucap Gani menghela nafasnya. Diantara mereka berempat, hanya dia satu-satunya yang selalu berada di rangking terbawah. Dana, Abi, dan Lingga, nama mereka bertiga akan selalu bertengger dalam rangking 10 besar di kelas. Itulah yang membuat Gani semakin khawatir.

"Btw, gue belom denger suara si gembel kemari. Kalian udah ada yang liat dia?" tanya Lingga. Ketiga temannya mengernyitkan dahinya penasaran, siapa lagi yang lelaki gondrong ini maksud. "Siapa si gembel?" tanya Dana.

"Ah itu, maksud gue si Mega. Biasanya pagi-pagi gini dia selalu nyamperin gue buat bawain bekal. Tapi hari ini, dia belum kelihatan," jelas Lingga celingak celinguk mencari sosok Mega didepan kelasnya. Namun nihil, kembarannya sama sekali belum terlihat sedari pagi.

"Cie... Lo sebenernya ada hubungan apa sama si sipit itu?" tanya Gani menaik turunkan alisnya. Lingga tak berniat menjawab, ia hanya memutar bola matanya jengah sebagai balasan. Sudah sangat sering ia mendengar Gani menggodanya dengan pertanyaan seperti itu.

"Lo udah gak suka lagi sama Vanesha, Ngga? Lo sekarang suka sama Mega?" tanya Dana penasaran. Perasaan baru kemarin sahabatnya ini mengatakan bahwa dirinya merindukan Vanesha tapi kenapa pagi ini sahabatnya malah mencari Mega.

Lingga hampir tertawa mendengar pertanyaan Dana. Menyukai Mega? Pfftt... Dia masih normal. Incest bukanlah gayanya. "Masih. Gue bahkan masih kangen sama dia. Kenapa?" ucap Lingga menaikkan satu alisnya seperti menantang Dana untuk bertarung.

"Gak. Cuma tanya doang. Gue kira lo udah gak suka sama Vanesha dan milih sama Mega." Lagi-lagi Lingga harus menahan tawanya mendengarkan ucapan Dana. Semoga Dana tidak melongo saat mengetahui fakta hubungan yang sebenarnya antara Lingga dengan Mega.

"Selamat pagi..." Lauren datang ke dalam kelas dengan menenteng sebuah tas jinjing di tangannya. Tersenyum kepada keempat lelaki bersahabat itu kemudian mendudukkan dirinya pada bangkunya yang berada di seberang Gani.

"Abisatya, Mike menitipkan ini padaku, untukmu," panggil Lauren memberikan tas jinjing yang ia bawa kepada Abi. Entah apa isinya tapi Abi dengan senang hati menerimanya, toh itu dari Mike, orang kepercayaannya.

"Btw btw lo cium bau orang gamon gak sih bre..." ucap Lingga memulai drama pagi ini. Gani yang paham langsung menyahut dengan lantangnya, "Duhhh apa perlu gue ajarin caranya MOVE ON?!". Kemudian mereka berdua tertawa bersama.

Dana yang merasa kalimat yang diucapkan duo julid ditujukan untuknya langsung memasang muka datar dan menatap dingin kearah Lingga dan Gani yang asik tertawa. "Sworryy... Gue gak bermaksud. Tapi yang gue ucapin kan bener. Ya kan?" ucap Lingga yang diangguki oleh Gani.

Duo julid itu memang membuat orang yang berurusan dengan mereka sakit kepala.


Sementara itu, di kelas 11 IPS 3, Vanesha kini tengah memberikan ceramah panjang kepada ketiga sahabatnya yang ingin membolos pelajaran jam pertama. Padahal Joven baru saja membagikan kertas pengumuman Penilaian Akhir Semester.

"Pokoknya kalian gak boleh bolos seminggu ini! Lagi, gue bakal ajarin kalian sampai kalian paham! Udah gitu aja. Sampek kalian ketahuan bolos, gue gak bakal biarin kalian dapet contekan tugas dan lain-lain!" ucap Vanesha dengan emosi menggebu-gebu. Nyali Dita dan Mega langsung menciut melihat kilatan amarah pada manik kecoklatan Vanesha.

Sedangkan Sasya, gadis itu malah dengan santainya menghidupkan rokok elektrik dan menghembuskannya didalam kelas. "Bajingan lo! Kalau mau ngevape jangan dikelas asu!" marah Chiara, mengambil vapor Sasya kemudian menyimpannya dalam kotak rahasia.

"Hari yang berat..." ucap Sasya. Dirinya mengalah dan membiarkan Vanesha untuk menceramahi dirinya. Bahkan sampai guru pelajaran pertama datang, Vanesha tidak berhenti melotot tajam ke arahnya.

Jam istirahat berbunyi, akhirnya ketiga gadis berandal, Mega, Sasya dan Dita, bisa mengistirahatkan otak mereka yang mengepul akibat mengerjakan 50 lebih soal matematika yang diberikan oleh Bu Hani kepada mereka selama 3 jam berturut-turut.

"Ada yang masih gak paham soal-soal yang tadi dikerjakan?" tanya Vanesha yang membantu mereka mengerjakan 50+ soal tadi. Ketiganya menggeleng cepat, jika tidak Vanesha akan kembali menceramahi mereka.

"Baiklah, ayo ke kantin," ajak Vanesha membuat ketiganya kembali sumringah. Perut keroncongan Dita bahkan sudah terdengar dalam perjalanan mereka ke kantin. Mega yang pertama mendengarnya tertawa terbahak-bahak hingga Sasya malu untuk berdampingan dengannya.

Di Kantin, segerombolan lelaki sudah menunggu mereka. "Sayangkuuu..." Gani memeluk Dita yang datang dengan wajah pucatnya. Sementara keenam sahabatnya yang lain hanya menatap dua sejoli itu dengan tatapan iri dengki dan jijik.

"Baby, gue pusing..." adu Dita yang kini menduselkan kepalanya ke dada bidang milik Gani. "Utututu sayangku, semangat ya. Seminggu lagi PAT..." ucap Gani memberikan elusan kepala lembut pada tunangannya.

"Btw, kalian udah siap PAT?" tanya Mega yang diangguki oleh ketiga cowok di hadapannya. "Gue sih udah. Paling cuma baca-baca ulang materi aja," sombong Lingga menaik turunkan alisnya mengejek kembarannya yang menatapnya nanar.

"Belagu betol lo!" ucap Mega menggampar sedikit wajah tampan Lingga hingga sang empunya merintih kesakitan. "ALAY!" ucap serentak para perempuan berandal melihat acting buruk Lingga.

"Kita jadi ke Jepang kan?" tanya Vanesha membuat suasana mendadak hening. Bahkan mereka sempat melupakan janji mereka untuk liburan bersama karena berbagai masalah yang menimpa mereka.

"Jadilah, gue udah booking tempat buat kita," ucap Sasya memberikan masing-masing dari mereka tiket pesawat kelas bisnis yang sudah ia pesan sejak sebulan yang lalu.

Lingga dan Gani berdiri dari bangkunya, membungkuk kearah Sasya kemudian memberinya hormat. "Arigatogozaimaz..." ucap mereka serentak. Sasya hanya merotasikan bola matanya jengah melihat tingkat dramatic duo julid itu.

"Btw penginapan di Jepang pakai villa lo kan, Sya?" tanya Mega. Sasya mengangguk sebagai jawaban. "Yosh! Kita bakal pergi ke Jepang!" sorak Mega bersemangat membayangkan indahnya negeri Sakura itu.

"Tapi syaratnya harus lulus ujian akhir dulu," ucap Vanesha mematahkan semangat Mega seketika. Bahkan ketiga sahabat berandalnya menatapnya nyalang. "Apa?! Kalau kalian gak lulus, kita gak jadi berangkat!" galak Vanesha. Ketiga teman berandalnya hanya mengangguk cepat sebelum kata-kata mutiara keluar dari mulut si polos.

Keempat lelaki di hadapan mereka terkikik melihat tingkah ketiga berandal yang menjadi sangat lucu seperti anjing yang menurut pada majikan mereka.

"Mau belajar bareng?" tawar Dana. Mereka semua langsung mengangguk, menyetujui ide brilliant cowok polos itu. "Kita ke mansion Sasya malam ini, yeay!" putus Dita seenak jidat.


- to be continued

BERANDAL KESAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang