51. Do you want to kiss me?

3.1K 238 25
                                    

Happy Reading

nungguin ngga?

-

-

Setelah mencoba segala cara untuk terpejam, Karang akhirnya tidur. Ia melalui malam yang panjang karena keributannya dengan Avi. Jam menunjukkan pukul satu malam. Rumah itu terasa senyap. Hanya ada suara detak jarum jam dan angin malam yang berhembus pelan.

Suara derapan pintu terdengar. Seseorang melangkah masuk menyusuri remang kegelapan. Dengan sketsa gambar ditangannya, ia berlutut. Memandangi pemuda tampan yang damai tidurnya.

Hanya sebentar, gadis itu mengerjap. Menyentuh pipi pemilik wajah tampan itu dengan jari telunjuknya. Menoel-noelkan pelan.

Sampai sang empuk akhirnya terganggu dengan alis  yang berkedut tak tenang. Dengan mata yang terasa berat, Karang membuka matanya. Butuh beberapa detik untuk menyadari siapa yang membangunkannya.

Karang mengulat dengan mata yang tak sepenuhnya terbuka, tersenyum begitu melihat Kalara yang menatapnya datar di depan wajahnya. "Karang, temenin aku," kata gadis itu pelan.

Karang terkekeh, tangannya yang baru saja mengulat meraih kepala Lara dan mengelusnya. Sejujurnya ia sedang lelah, tapi begitu mendengar cicitan Lara jadi tersenyum gemas.

"Kenapa? Hm? Ngga bisa tidur?" tanya Karang berbisik dengan suara khas orang bangun tidur.

Serak basah dan berat.

Suara Karang yang mengalun ditelinganya itu membuat Lara tercekat. Kenapa suaranya sangat sexy sekali?

Bukan, bukan mesum tapi sungguh, suaranya sangat tampan saat bangun tidur.

Lara diam sesaat, berusaha menormalkan degup jantungnya yang berpacu cepat. "E-engga. Ngga jadi, kalu lanjut tidur aja," ucapnya terbata. Ia mengalihkan pandangannya. Hendak bangkit cepat namun tangan Karang lebih cepat meraih pergelangannya.

"Kenapa? Minta ditemenin?"

Ah, suaranya. Itu yang membuat Lara gugup sekarang. Bahkan rambut acak Karang dengan wajah bantalnya itu sangat tampan.

Pemuda itu bangkit dari tidurnya. Mengusak matanya lalu membenarkan rambutnya.

Lara merapatkan bibirnya. Mengeratkan sketsa di tangannya. Ia terbiasa melihat pemandangan seperti ini setiap hari dengan kedua kakaknya tapi kenapa reaksinya berbeda?

"Aku ngga bisa tidur. Mau nyelesein gambaranku," katanya.

Mata yang sayu itu memicing. "Semalem ini?" tanya Karang. Mengedarkan pandangannya melirik jam di atas dinding yang menunjukkan pukul satu malam. Lagi-lagi dirinya memainkan rambutnya, menyisirnya dengan tangan ke arah belakang.

Dalam hati Lara terus meruntuk. Meminta Karang berhenti memainkan rambut atau memasang wajah khas bangun tidur itu.

Karang tersenyum tenang. "Ayo, aku temenin," katanya.

Lara mengangguk sesaat, selanjutnya berjalan ke arah balkon yang tak terlalu luas. Terdapat kursi kayu panjang dan meja rotan bundar di sana.

Lara tidak tahu mengap semua orang mendeskripsikan malam sebagai tidur. Bukankah tidur hanya dilakukan saat mengantuk? Kalau tidak mengantuk kenapa dipaksakan untuk memejamkan mata tertidur?

Setiap malam saat orang rumah hening, Lara yang selalu tidak bisa tidur diam-diam mengendap membuat keasikan sendiri. Melakukan berbagai cara agar tidak bosan semalaman. Termasuk menggambar atau melanjutkan sketsanya.

Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang