01. Aksi

43 15 2
                                    

Setelah memeriksa penampilannya di toilet, langkahnya memasuki lift bersamaan dengan tangan lentiknya  memencet close button untuk mengarahkan ke lantai atas.

Namun, tangan seseorang menghalangi pintu lift menutup dengan sempura.

"Maaf boleh saya ikut masuk?"

Kalimat pertama yang laki-laki di depannya layangkan untuknya hanya dijawab dengan anggukan dan lirikan sekilas. Menyadari wajah sang pria yang tidak asing, Erlene kembali menoleh untuk mengamati wajah pria tampan di sampingnya.

Alis tebal, rahang yang tegas, tak lupa hidung mancungnya, mata berwarna cokelat terang , serta poni yang berjatuhan sedikit menutupi dahinya. Bahu lebar, dan oh...jangan lupakan otot kekarnya yang dibungkus jas putih, dada bidangnya yang menggoda, ah dia yakin jika berpelukan dengan laki-laki disampingnya ini pasti akan sangat amat nyaman, wangi parfum yang menyeruak ke indra penciumannya semakin membuat pemikiran gila lainnya yang datang. Sedikit menundukkan pandangannya untuk melihat perut sang pria, dia yakin dibalik kemeja putihnya akan ada tonjolan lemak di are—

Shut up, gue gila ya? bisa-bisanya mikirin hal gila kaya tadi? Monolognya dengan menggelengkan kepala menghilangkan pemikiran aneh lain yang kemungkinan datang kembali.

"Lo ganteng mau jadi pacar gue?"

"Maaf? Anda berbicara dengan saya?"

Dapat dia lihat pria disampingnya mengernyitkan dahinya bingung dengan pertanyaan yang dia lontarkan.

"Menurut lo aja, di sini ada manusia selain kita ngga. Lagian wajah lo ngga asing, keknya kita pernah ketemu sebelumnya. Jadi gimana? mau kan lo jadi pacar gue?"

Belum sempat pertanyaan yang dia lontarkan dijawab, pintu lift sudah terbuka menandakan mereka telah sampai. Dan lebih sialnya lagi pertanyaannya tak kunjung dijawab sampai keluar dan hanya ditanggapi dengan senyum manisnya lalu berjalan pergi meninggalkannya.

what the hell dia barusan ditolak? terkekeh untuk menghilangkan rasa malu yang tiba-tiba menyerang, sial! rasanya dia ingin mencakar wajah tampan pria itu.

shit, bahkan dia yakin sekarang wajahnya sudah memerah karena rasa marah dan malu, memang siapa dia beraninya menolak gadis cantik sepertinya.

*_*

Perhatian orang-orang tertuju kearah wanita dengan pakaian hitamnya. Pasalnya semua orang termasuk mempelai pria dan wanita memakai jas dan gaun putih, Tentu akan sangat mencolok, itu sebabnya sang wanita menjadi pusat perhatian setiap mata.

Para tamu yang hadir mulai berbisik membicarkannya, namun, yang sedang dibicarakan alih-alih tersinggung malah berjalan dengan langkah angkuhnya menuju tempat mempelai.

Sebelum naik ke atas altar, Erlene meraih mikrofon yang sedang digenggam sang MC.Dapat dia lihat Damar yang menatapnya tajam. Andai dia berada di dunia kartun, dapat dia pastikan tatapan Damar memancarkan leser yang bisa menghancurkan tubuhnya kapan saja.

"Ladies and gentlemen, Saya Erlene Harum Winston— putri kandung Damara Winston mengucapkan selamat atas pernikahan ayah dan tante, pesan untuk tante jingga semoga menikah dengan ayah tidak sekadar menguras harta ya, just kidding tante, kenapa tegang sekali" Ucapnya diiringi tawa, mau tidak mau jingga turut ikut tertawa menimpali candaan sarkasnya.

"Kenapa masih memanggil tante sayang? panggil mama ya" Setidaknya dia akan bersikap menjadi ibu baik hati di hadapan semua orang sebelum menghajar anak tidak tahu diri seperti Earlene.

"Baiklah, tante mama"

Mendengar panggilan untuk ibu sambungnya yang sedikit unik tentu para tamu tertawa mendengarnya.

"Kakak, maaf sebelumnya jika perkataanku menyinggung, apakah kaka lupa dress code hari ini berwarna putih?" Sandra—Anak Jingga

Erlene nyaris menyemburkan tawa karena panggilan "Kaka" yang disematkan untuknya, suara yang dibuat imut untuk memberikan kesan lemah lembut, semua orang mugkin bisa tertipu dengan sifat Sandra nyatanya Erlene tidak tetipu dengan tipu daya yang Sandra buat.

Ternyata mereka sudah mulai bersandiwara menjadi keluarga harmonis, baiklah akan dia ikuti permainan ini.

"Terimakasih atas perhatiannya adik, sebenarnya kakak sudah bicara dengan ayah dan mengizinkan ku memakai gaun ini, benar kan ayah?" Ujarnya dengan mengerlingkan mata guna memberi kode untuk Damar.

Damar yang paham dengan kode Erlene lantas memberikan respon. Jangan sampai media dan tamu mengetahui dia dan putrinya terlihat minim komunikasi dan tidak akur, mereka harus terlihat seperti keluarga bahagia. Dia tidak ingin mencoreng harga dirinya hanya karena masalah sepele seperti ini.

Erlene sangat tahu sifat ayahnya yang selalu mengutamakan citra publik, apalagi jika sudah terpojok seperti ini. Damar tidak akan berkutik karena dia tidak akan menduga akan ada kekacauan yang akan datang karena ulah anaknya.

"Tentu, kita sudah bicara, dan ayah juga sudah memberikan izin sayang"

Kalimat sayang  yang terlontar bukan untuknya, tapi untuk Sandra. Mana mungkin orang seperti Damar memanggil namanya dengan embel-embel sayang. Sedikit miris memang, tapi dia sudah biasa dengan sikap Damar padanya.

"Tapi Harum, mengapa kau memakai gaun warna hitam alih-alih memakai warna lain?" Lanjutnya

"Ayah lupa dengan warna favorit Bunda? Ayah, bunda sangat menyukai warna hitam. Aku sedih karena ayah melupakan bunda secepat ini. Ayah juga melupakan wasiat bunda ya?"

"Wasiat?"

Dahi yang sudah berkerut karena faktor umur kian mengerut karena pertanyaan yang terlontar, pasalnya Damar tidak ingat dengan wasiat dari mendiang istrinya.

"Jika ayah menikah lagi,Bunda ingin dress code yang digunakan berwarna hitam."

"Setidaknya lakukan wasiat bunda untuk menghormati beliau, kalian ini tidak tahu terima kasih sekali."

Damn, Damar masuk ke perangkat yang dibuat anaknya. Dia bingung harus menyangkal dengan cara apa, pasalnya yang dikatakan Erlene benar adanya.

"Tidak Harum, ayah tentu tidak pernah lupa dengan bunda, tentang wasiat bunda, ayah akui ayah telah lalai, maafkan ayah ya?"

Harum, panggilan yang dulu sangat dia nantikan dan ridukan, namun sekarang berubah karena tidak ada lagi bunda yang selalu menemaninya, ayahnya dan dirinya yang sering berselisih pendapat. Keharmonisan yang dulu penah dia dapat hilang sejak bunda meninggalkannya diumur 7 tahun.

Anton yang berada di sudut ruangan menyaksikan kegaduhan yang di buat Erlene hanya menggelengkan kepala, lagi-lagi dia ditipu oleh Erlene, setelah ini dia yakin akan menghadap Damar.

"Seharusnya ayah minta maaf dengan bunda bukan kepadaku, silahkan ayah temui bunda dan bersujud meminta maaf dihadapan bunda."

Merasa suasana yang tidak kondusif Erlene pergi meninggalkan gedung, dia sudah sedikit puas dengan hadiah kecil yang dia berikan untuk ayahnya. Tidak sampai 24 jam dia yakin akan banyak artikel yang bermunculan yang mencoreng harga diri pria itu. Meskipun dia yakin juga Damar akan menyuruh orang-orangnya menarik berita yang beredar.

Tidak menutup kemungkinan banyak masyarakat yang sudah menandai postingannya dan disebarkan kembali.

Tidak ada hadiah yang lebih indah selain menjatuhkan harga diri Damara Winston.

Mc yang bertugas lantas mengembalikan suasana yang kian kacau, Damar yang emosi lantas turun dari altar dan meninggalkan jingga sendirian di atas altar.

Sedangkan seorang pria tampan yang melihat kepergian Erlene, lantas berbicara dengan orang disampingnya.

"Cari informasi wanita itu" Ujarnya dengan mengangkatkan dagunya kearah wanita yang dimaksud

Orang disampingnya lantas mengikuti arah pandang sang tuan, dan menganggukkan kepala

"Baik tuan"




Puter lagu diatas biar feel-nya dapet

Wkwkwk jadi ini wedding atau pemakaman

Tolong vote don komen

Jangan jadi siders ya

Hold You {hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang