6-Gayatri: Aku adalah anak Pandu & Kunti

174 31 1
                                    

Gayatri menatap kebingungan di ruang sidang istana, kenapa dia diminta pergi kesini?

Dia menatap ragu-ragu pada semua orang, semuanya memiliki ekspresi beraneka ragam.

Ibu Kunti diliputi kemarahan, begitu pula dengan kakak-kakaknya.

Lalu Ratu Gandari diliputi kesedihan, Raja Destarasta yang terlihat rumit, serta Duryudana dan saudara-saudaranya yang menatap dirinya dengan tatapan kebencian.

"Sri Gayatri, aku akan bertanya padamu, apakah kamu berniat ingin menghukum pelaku yang mengakibatkan dirimu terjebak dalam kobaran api?"tanya Bisma.

Gayatri menatap Bisma dengan pandangan bingung, "Pelaku? Bukankah itu sebuah kecelakaan?"

"Tidak! Itu bukan kecelakaan sama sekali! Ini adalah tindakan dari Pangeran Duryudana dan Pangeran Dursasana!"jelas Bisma dengan tatapan serius.

Gayatri menatap wajah Destarasta yang mengepalkan tangannya menahan diri, sepertinya Gayatri paham jika Raja Destarasta sangat menyayangi Dursasana dan Duryudana, sehingga dia tidak kuasa untuk menghukumnya.

Gayatri menunduk, hatinya diam-diam berpikir jika situasi ini, sungguh konyol~

Bahkan dia memiliki keinginan untuk membalas dendam padanya, karena tidak memberikan perasaan yang sama padanya.

Benar...

Gayatri ingin anak-anak kesayangan Destarasta diberikan hukuman berat, ini bukan karena kebencian dia hampir mati karena ulahnya, ini hanya bentuk balas dendam dari rasa cemburunya...

Tetapi...

Lagi-lagi aku mencoba menekan hatiku, bahwa tidak ada gunanya membalas dendam.

Terutama karena mereka semua tidak perlu peduli pada Putri seorang pelayan, dan lagi....

Aku pasti akan menyulitkan Ibu Kunti, jika aku meminta hukuman pada pelakunya.

"Tidak perlu dihukum Yang Mulia Bisma Yang Agung, aku yakin mereka tidak sengaja dalam melakukan tindakan itu. Lalu Yang Mulia Raja Destarasta adalah dermawan yang telah menyelamatkan ku, aku bersyukur atas kebaikannya. Bagaimana aku bisa menghukum anak-anaknya?"Gayatri menggelengkan kepalanya pelan.

"Tetapi Nak, kamu juga anak dari Raja Destarasta, apa kamu pikir Kakek akan membiarkan ketidakadilan padamu?"ungkap Bisma dengan perasaan sedih.

"Anak?"ulang Duryudana kebingungan, bagaimana bisa gadis yang tidak diketahui asal-usulnya ini, tiba-tiba menjadi putri ayahnya?

"Iya! Dia adalah anak Yang Mulia Raja Destarasta! Meskipun dia juga anak dari seorang pelayan, tetapi ini tidak dapat memungkiri jika dia juga anak Yang Mulia. Karenanya kenapa kamu membiarkan ketidakadilan padanya, hanya karena anak kesayangan mu?"tanya Widura dengan sedih.

Dia juga anak seorang pelayan, dia adalah saudara tiri Raja Destarasta, identitasnya tidak beda jauh dengan Gayatri.

Tetapi....

Meskipun begitu, perlakuan padanya tidak seburuk gadis kecil ini. Dia masih diperlakukan baik oleh Paman Bisma, dia mendapatkan kesempatan untuk menjadi Menteri dari Kerajaan ini.

"Anak? Ku rasa ada kesalahpahaman disini Yang Mulia Bisma, Paman Widura. Aku bukanlah anaknya, aku adalah anak Ayah Pandu dan juga Ibu Kunti. Jadi tidak perlu menyudutkan Yang Mulia Raja Destarasta, lalu aku sendiri yang meminta untuk tidak perlu diberikan hukuman untuk Pangeran Duryudana serta Pangeran Dursasana. Hal seperti itu, tidak diperlukan"Gayatri menatap Raja Destarasta yang tertegun, dan tidak dapat berbicara.

Gayatri tersenyum tipis, "Bagaimanapun bahkan jika aku memberikan hukuman pada mereka berdua, kamu sebagai ayah akan mencoba meringankan beban hukumannya. Aku benar?"batin Gayatri.

Raja Destarasta menunduk sedikit malu dengan ucapan tenang sosok gadis kecil dihadapannya ini.

Dia berbicara dengan tenang tanpa ada sedikitpun rasa peduli pada semua hal yang merupakan hak-haknya.

"Baiklah, karena Gayatri tidak ingin mempersulit semuanya. Maka aku akan bertanya satu hal lagi, kenapa kamu menghukum Gayatri didalam gudang, tanpa air dan makanan selama dua hari? Padahal dia tidak melakukan kesalahan-kesalahan apapun?!"tanya Bisma.

Pertanyaan Bisma, membuat Destarasta mengingat awal kemarahannya pada Gayatri, akhirnya sisa-sisa simpati dihatinya menghilang dan digantikan amarah membara.

"Dia menghina putra-putra ku! Paman Bisma!"ucap Destarasta tidak terima.

"Tidak! Dia tidak menghinanya! Dia hanya mengingatkan jika jangan berucap hal-hal keterlaluan tanpa berpikir terlebih dahulu!"sanggah Bisma.

"Mengingatkan? Apa yang dia ingatkan?! Sebagai seorang anak dari pelayan, ia berani mengingatkan seorang Pangeran?!"marah Destarasta.

"Taukah kamu apa yang diucapkan Pangeran Duryudana saat itu?
Dia mengatakan jika Raja Pandu, yang merupakan adik mu, adalah seorang Raja Hutan!!! Gayatri hanya mengingatkan jika itu tidak baik, dan menasehatinya!
Kamu menghukum yang benar, dan membela yang salah!"marah Bisma dan menunjuk Destarasta ditengah kemarahannya.

"Tetapi..... Kenapa Gayatri tidak mengatakan sebenarnya?"tanya Destarasta yang diliputi sekali lagi, oleh rasa bersalah.

Gayatri tersenyum pilu, mengatakan sebenarnya?

Bahkan kamu tidak ingin mendengarkan apa yang aku ucapkan, bagaimana aku bisa memberi tau sebenarnya?

"Kenapa dia perlu mengatakan semuanya? Kamu sebagai raja telah dibutakan oleh kasih sayang mu pada putra-putra mu! Bahkan jika dia mengatakannya, kamu tidak akan mendengarkannya! "Geram Bisma.

"Lalu apa yang harus ku lakukan, Paman Bisma? "

"Kembalikan hak-hak Gayatri, dan biarkan dia diangkat sebagai Tuan Putri Hastinapura! Anggap ini sebagai imbalan untuknya, karena telah mendapatkan hal-hal yang tidak adil"saran Bisma.

"Tidak! Bagaimana bisa seorang pelayan menjadi Tuan Putri Hastinapura! Ini lelucon!"Duryudana tidak menerimanya, satu-satunya Tuan Putri Hastinapura adalah adiknya, Dursala!

Bukan adik perempuan Pandawa! Dia tidak boleh sama sekali menjadi Tuan Putri!

"Tidak perlu berdebat, saya juga tidak memerlukan gelar seberat itu. Lalu gelar itu memang tidak cocok untuk saya, jadi tidak perlu"Gayatri juga tau dimana tempatnya, dia tidak ingin apapun.

Entah itu harta ataupun status berlebihan, dia hanya ingin hidup tenang bersama Ibu Kunti, serta kakak-kakaknya.

***

Bersambung ~

See you

Variabel Mahabharata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang