[𝟱] 𝗜𝗻𝘁𝗲𝗿𝗼𝗴𝗮𝘀𝗶 𝗞𝗮𝘀𝘂𝘀 𝗣𝗲𝗺𝗯𝘂𝗻𝘂𝗵𝗮𝗻

75 2 0
                                    

          ୧ ۫ ⪩⪨ H̷A̷P̷P̷Y̷ R̷E̷A̷D̷I̷N̷G̷ 🧸 ֹ  ׅ ꒱ 𐘃







Saat mobil melaju dengan cepat menuju rumah Jaya, suasana tegang dan penuh antisipasi menyelimuti setiap sudut. Lino duduk tegak di kursi pengemudi, matanya terfokus pada jalan yang dilalui sambil memikirkan strategi selanjutnya dalam menyelesaikan kasus ini. Ekspresi serius di wajahnya mencerminkan tekad yang kuat untuk membongkar misteri yang mengitari kasus. Di kursi samping pengemudi, Deka terlihat sedang menggarap beberapa catatan dan berkas dokumentasi yang sudah dikumpulkan dengan sangat teliti. Sorot matanya yang tajam terpaku pada detail-detail penting mengenai pisau dan barang bukti lainnya. Keheningan di dalam mobil hanya diselingi oleh dengungan mesin dan suara gemerisik kertas.

Cahaya senja yang merona masuk melalui jendela mobil menyulut bayangan dramatis di dalam ruangan, menambah kesan misterius yang semakin kental di antara mereka. Meskipun hening mengendap di setiap inci dalam mobil, ketegangan terasa begitu nyata di udara, memberikan tekanan yang tak terungkap namun memenuhi setiap sudut ruangan.

Saat mobil itu terus mengemudi ke arah rumah Jaya, suasana menjadi lebih tegang dan intens. Lino dan Deka duduk dalam keheningan yang menenggelamkan, merasakan ketenangan yang menebal udara di sekitar mereka. Sensasi itu seperti ketenangan sebelum datangnya badai, dimana setiap detik terasa berharga dalam sinar senja yang memainkan peran penting dalam menciptakan aura misterius yang menyelimuti saat itu.

Ketika sampai di rumah Jaya, Lino dan Deka turun dari mobil dan kemudian terus berjalan ke arah pintu masuk rumahnya. Sekeliling ruangan sudah mulai gelap karena sinar matahari sudah turun jauh sehingga bayangan-bayangan misterius mulai menunjukkan keberadaannya. Lino dan Deka menunggu beberapa saat sebelum akhirnya wanita paruh baya yang menyandang sebagai istri Jaya membuka pintu dengan ekspresi penasaran yang terpancar di wajahnya.

"Selamat sore pak detektif," sapa wanita tersebut ramah sambil memberi isyarat kepada Lino dan Deka untuk masuk. Suaranya hangat, namun tatapannya penuh dengan keingintahuan.

Wanita paruh baya itu dengan lembut menuntun Lino dan Deka melalui lorong-lorong rumah yang teduh menuju ruang tamu. Cahaya temaram dari lampu-lampu yang menyala memancarkan suasana hangat ke ruangan yang elegan. Perabotan yang terawat dengan rapi dan aroma harum bunga-bunga segar menambahkan sentuhan keanggunan di sekeliling mereka. Saat mereka tiba di ruang tamu, wanita tersebut mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa yang nyaman sambil tersenyum ramah.

"Sebentar, saya ambilkan minum." wanita paruh baya itu, dengan senyum hangat di wajahnya, berbalik untuk berjalan ke arah dapur.

Lino dengan sopan menolak tawaran wanita itu, "Tidak usah repot-repot, kami hanya mampir sebentar."

"Bahan yang di pakai sebagai olesan roti apa sih namanya? Kamutega ya?" tanya Deka mengalihkan perhatian ke Lino dengan pertanyaan yang tiba-tiba. Pandangan Lino langsung menunjukkan sedikit kebingungan, membuatnya mengernyitkan kening sebagai respons.

"Apa sih? gilanya di tunda dulu, aku gak mau nanggung rasa malu sekarang." bisik Lino sedikit memperingati.

"Ya kamu lagian ada yang nawarin minum kok di tolak, gak baik nolak rezeki. lagian aku haus tahu," ucap Deka dengan nada santai yang khas. Lino menggeleng pelan, merotasikan bola matanya dengan malas dalam sikapnya yang agak cuek.

Wanita itu, yang mengamati interaksi keduanya dengan penuh perhatian, tersenyum ringan. "Biarkan saya mengambilkan minum."

"Kopi dingin, ya, Bu," pinta Deka dengan cengiran khasnya yang ceria.

Dengan senyum hangat yang tetap melekat di wajahnya, wanita paruh baya itu berbalik elegan dan berjalan ke arah dapur yang terletak tak jauh dari ruang tamu. Langkahnya ringan, seolah meluncur di atas karpet lembut, dan aura keanggunan terpancar dari setiap gerakan tubuhnya. Gaun panjangnya mengalun indah, mengikuti langkahnya dengan gemulai.

𝐇𝐞 𝐈𝐬 𝐩𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨𝐩𝐚𝐭𝐡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang