Malam yang dingin di puncak membuat suasana di sekitar villa terasa menusuk tulang. Namun, mereka bertujuh memutuskan untuk menghangatkan diri dengan berkumpul di luar villa dan menikmati malam. Di halaman villa yang luas, mereka menata kursi-kursi kecil membentuk setengah lingkaran di sekitar api unggun yang menyala terang di tengah.
Udara dingin malam itu terasa lebih bersahabat berkat nyala api yang menghangatkan tubuh mereka, sementara aroma harum daging yang dipanggang di atas bara api mengisi udara. Suara tawa dan obrolan ringan mengiringi dentingan alat barbeque dan sesekali terdengar suara gemerisik api yang membakar kayu.
"Chesa, kalau masih kedinginan ambil selimut lagi aja di dalam," ujar Arumi yang sempat melirik ke arah Chesa yang mengusap kedua lengannya. Udara dingin memang terasa semakin menusuk. "Anterin, De, si Chesa," lanjutnya, memberi perintah kepada Denaya yang duduk tak jauh dari mereka.
Denaya yang asyik menikmati makanan itu mendelik, merasa terganggu dengan tugas mendadak yang diberikan padanya. Dia lalu menyenggol lengan Ashel di sebelahnya, "Anterin, Shel," katanya dengan nada setengah malas.
"Lah, kan lo yang disuruh," sahut Ashel tidak terima, sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Dia terlihat enggan meninggalkan makanannya yang baru saja mulai ia nikmati.
"Gue lagi makan nih sama Ambar," Denaya beralasan sambil menunjuk piringnya yang penuh dengan makanan. Nada bicaranya menunjukkan bahwa dia tak ingin diganggu.
"Ya, gue juga lagi makan sama Amora," jawab Ashel dengan nada yang sama.
Arumi menghela napas kasar, merasa frustrasi dengan tingkah dua anak itu yang dari tadi saling menyuruh. Pamela yang melihat Arumi mulai emosi segera memegang bahunya dan menggeleng pelan, "Biar gue aja, Kak, yang ambilin," katanya lembut, mencoba meredakan ketegangan.
Pamela segera masuk ke dalam villa untuk mengambilkan selimut yang memang tadi disimpan di ruang tamu. Ia melangkah cepat, berusaha agar Chesa tidak terlalu lama menahan dingin. Setelah menemukan selimut, ia kembali keluar dengan langkah cepat dan menyampirkan selimut itu di bahu Chesa yang masih terlihat menggigil.
"Makasih, Kak," ujar Chesa dengan suara pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya.
Pamela mengangguk, kemudian mengelus lembut kepala Chesa, "Makan yang banyak ya," katanya dengan hangat sebelum bergabung kembali dengan Arumi. Pamela kemudian mengambil makanan dari piring dan meletakkannya di meja kecil dekat mereka, memastikan semuanya mendapatkan bagiannya.
"Kak Pamela, mau dagingnya lagi," pinta Amora sambil menyerahkan piringnya yang sudah kosong. Tanpa ragu, Pamela segera mengisi piring itu dengan daging yang diminta Amora.
Setelah semua mendapatkan makanan mereka dan suasana kembali tenang, Arumi membuka pembicaraan dengan nada penuh perhatian, "Gimana ujiannya kemarin, lancar semua kan?" tanyanya, menatap satu per satu yang ada disana dengan penuh harap.
Yang lain mengangguk serempak, tapi Amora dan Chesa hanya mengangguk seadanya, terlihat masih sedikit cemas dan tidak yakin dengan hasil yang akan mereka terima.
Arumi tersenyum menenangkan, "Hasilnya pasti baik kok, karena kalian kan udah belajar dengan baik juga," ujarnya mencoba memberikan semangat kepada mereka berdua, mengingat bagaimana mereka belajar hingga larut malam. Walaupun saat pulang sekolah mereka selalu mengeluh dengan ujian yang susah.
Ambar, yang duduk di sebelah Arumi, mengangguk setuju. "Udah tenang aja, pasti naik kelas kok. Kalaupun nggak naik kelas ya tinggal ngulang lagi aja," ujarnya dengan santai, mengedipkan mata seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Kak Ambar!" Amora dan Chesa berseru bersamaan, ekspresi mereka penuh kaget dan protes. Ambar hanya tertawa menanggapi reaksi mereka. Tatapan maut yang dilayangkan Arumi kepadanya membuatnya tertawa lebih keras, membuat suasana semakin cair.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED [BABYMONSTER] ✓
Подростковая литература[ END ] Bagaimana jika 7 siswi yang tidak akur itu tinggal satu asrama bersama? Please don't copy. © aphrooditee_ | 30 Mei 2024 - 30 Juli 2024